Plafon Banyak yang Bocor, Utang Manajeman Ratusan Juta
Kondisi terkini Hotel Oak Tree milik Pemkot Bontang semakin memprihatinkan. Kebocoran di langit-langit hotel menjadi pemandangan yang lumrah dua tahun terakhir.
Tak ada maintenance, untuk membayar operasional dan gaji karyawan saja manajemen atau pengelola, PT Grawita Bumi Abadi acuh tak acuh. Sangat kontras dengan presentasi kala berhasrat ingin mengelola gedung yang dulu bernama wisma atlet.
Awak Bontang Post, Selasa (9/8) berkesempatan mengunjungi hotel di Jalan Arif Rahman Hakim, Kelurahan Belimbing, Kecamatan Bontang Barat.
Jarum jam menunjukkan pukul 15.00 Wita. Beberapa resepsionis tampak serius di depan rak. Lobi hotel terlihat sangat sepi. Tak ada aktivitas. Hanya sesekali karyawan lalu lalang.
Ya, sejak Februari 2017 lalu, manajemen hotel seolah lepas tangan. Dalam beberapa kesempatan mereka berdalih merugi selama mengelola aset milik Pemkot Bontang dengan skema kontrak sejak 2013 silam.
Dengan nominal sewa Rp 125 juta per tahun. Manajemen beberapa kali jadi sasaran unjuk rasa karyawan. Pelbagai kebijakan pun dilakukan untuk membayar tuntutan gaji eks karyawan sebesar Rp 150 juta.
Salah satunya dengan menggadai dua unit mobil operasional. Rupanya cara itu tak terbukti moncer. Juli 2016 sejumlah karyawan pun undur diri, melihat prospek bisnis hotel yang tak kunjung membaik.
Hingga kini, manajemen hotel masih berhutang ratusan juta bagi karyawan yang baru-baru hengkang dan masih bertahan hingga kini.
Tercatat, karyawan yang sebelumnya 80 orang susut. Sejak bulan Februari hanya ada sekitar 15 orang karyawan yang masih bertahan. Ironinya, mereka bekerja tanpa ada manajemen hotel yang entah apa kabar rimbanya. Meski begitu, dedikasi mereka untuk bekerja tak bisa dipandang sebelah mata.
“Kami bekerja tanpa ada manajemen sejak bulan Februari. Kami bisa buktikan bahwa hotel ini bisa memberikan pelayanan yang terbaik kepada tamu,”ujar Melki, salah satu karyawan front office Hotel Oak Tree.
Ia dan belasan karyawan lain, memilih tetap bertahan memajukan hotel plat merah tersebut. Tak ada manajemen, membuat mereka lebih terasah untuk memberikan pelayanan prima. Terkadang, jika ada hal-hal yang krusial, mereka lakukan musyawarah mufakat.
“Sebisa mungkin kami diskusikan, cari jalan tengah, karena kami di sini tidak ada yang pimpin, semua karyawan,” ucapnya.
Dia menjelaskan, lalainya manajemen pada sejumlah pembayaran termasuk gaji karyawan, membuat sejumlah tagihan bulanan pun membengkak. Semisal tunggakan pembayaran pemakaian air selama berbulan-bulan yang mencapai ratusan juta, memaksa PDAM mencabut distribusi air.
Walhasil, kini dengan kemampuan keuangan seadanya, mereka menggunakan air tangki yang diperoleh dari sumur bor Hotel Abadi. Untuk satu tangki dibanderol Rp 120 ribu. “Kami biasanya pesan 10 tangki per hari. Alhamdulillah, cukup untuk kami pakai,” tuturnya.
Dengan terbatasnya komposisi Sumber Daya Manusia (SDM), perlahan mereka merekrut karyawan baru. Kini jumlah karyawan hotel sebanyak 22 orang. Sebenarnya kompsisi ini, bukan jumlah yang ideal, namun mereka realistis. Untuk jumlah karyawan yang ada saja, mereka harus melakukan penghematan. Agar belanja dan pemasukan bisa seimbang.
Praktis, dengan komposisi karyawan seadanya, satu orang bisa melakukan pekerjaan dua. Yang tidak memiliki basic engginer pun bahkan melakukan perbaikan beberapa kerusakan di langit-langit hotel. Untuk tenaga keamanan, mereka tak menggunakan jasa security, melainkan Satpol PP yang dibagi menjadi tiga shift.
“Kami maksimalkan yang ada saja Mas. Alhamdulilah kami juga dibantu Wali Kota. Terkadang kalau ada event dan kami kesulitan Bu Wali yang bantu kami member jalan keluar. Intinya kami di-support,” tuturnya.
Suryani, Accounting Purchasing menambahkan, upaya penghematan mereka lakukan semata-mata untuk membayar operasional dan gaji karyawan. Sejak lima bulan terakhir, mereka sudah bisa membayar gaji karyawan, tanpa ada bantuan dari manajemen.
Tak hanya itu, Ani –begitu akrab disapa mengatakan, sejak setahun terakhir supplier kebutuhan dapur memutuskan kerjasama, ia pun bersama rekan-rekannya yang langsung pergi membeli ke pasar.
“Kami sesuaikan aja Mas. Misalkan ada event, hasil pembayaran yang kita pakai untuk bayar gaji. Kemudian kalau lagi ramai kami turun semua. Jadai kami bagi dua. Ada yang di bagian acara dan ada yang masak. Alhamdulillah semua bisa kami hadapi dengan tenaga sedanya,” ungkapnya.
Kabar mengenai adanya calon investor yang berminat mengelola hotel sudah sampai di telinga karyawan lain. Sejatinya mereka tak menolak investor tersebut, namun mereka berharap agar Pemkot dan perusahaan tak melupakan jasa mereka selama ini.
“Kami harap kami tidak dilupakan. Persoalan perekrutan karyawan kami harap bisa mengutamakan tenaga kerja lokal. Karena sewaktu dikelola PT Grawita hampir 70 persen tenaga kerja yang dipakai adalah tenaga dari Bandung. Sisanya dari kami,” tukasnya. (*/nug)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post