Penulis:
Husnun N Djuraid,
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang
Selalu saja ada yang menggoda ulama untuk terjun ke dunia politik. Peran sentral ulama sebagai panutan masyarakat kerap dimanfaatkan untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya. Sudah banyak ulama yang terjun ke dunia politik. Apakah para ulama itu mampu mewarnai dunia politik dengan cahaya kebaikan yang dibawanya. Alih-alih mewarnai politik, justru malah banyak ulama yang terjerembab dalam kubangan korupsi akibat ambisi politik.
Kini kita menunggu keteguhan hati Ustad Abdul Somad yang dalam beberapa hari ini tengah digoda untuk terjun ke dunia politik. Tak tanggung-tanggung, ustad lulusan Al Azhar Mesir itu tengah dirayu untuk menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Yang merekomendasikan ustad yang kerap disapa UAS itu bukan sembarangan golongan, tapi para ulama yang bertemu untuk membahas masalah kebangsaan.
Ketika rekomendasi itu disampaikan, sebenarnya UAS sudah menolak secara halus. Dia ingin berjuang melalui jalur lain, dakwah untuk mengajak kebaikan dan mencegah kejelekan. Sebenarnya ada dua orang yang direkomendasikan para ulama untuk mendampingi Prabowo, yang satu adalah Habib Salim Segaf Al Jufri, tapi dukungan terhadap UAS lebih besar. Maklum, nama yang terakhir ini sudah lama malang melintang dalam dunia politik. Resistensinya cukup tinggi, terutama dari partai lain sesama pendukung Prabowo.
UAS dinilai memiliki magnet yang lebih besar, karena kiprahnya selama ini yang konsisten di dunia dakwah. Soal popularitas, jangan tanya. Dakwah model baru yang dikembangkan dengan memanfaatkan media sosial mampu menembus ruang dan waktu. Setelah populer di dunia maya, UAS dihadirkan dalam dunia nyata. Ternyata sambutannya sama besar. Ceramahnya di berbagai tempat di Indonesia mampu menyedot audiens dalam jumlah besar.
Meskipun di beberapa tempat sempat muncul penolakan, tapi itu tidak mengurangi kharisma ustad asal Riau itu. Justru penolakan itu menjadikan masyarakat bersimpati padanya. Alhasil, UAS menjadi tokoh yang sangat populer saat ini. Apalagi dalam banyak ceramahnya dia sangat kritis kepada pemerintah. Ketidakadilan dan kriminalisasi terjadap ulama menjadi perhatian utamanya. Bahkan tak segan-segan dia berada pada kubu yang ingin mengganti presiden. Itulah cara UAS mengatasi masalah bangsa, mengganti pemimpin nasional.
Dia pun akrab bergaul dengan tokoh dan ulama yang selama ini lantang meneriakkan #2019gantipresiden. Maka tak salah sebenarnya kalau para ulama merekomendasikan namanya sebagai salah satu calon wakil presiden. Nama UAS akan mampu mendongkrak pasangannya yang belakangan sinarnya mulai meredup. Usulan agar UAS mendampingi Prabowo sangat strategis untuk melawan incumbent yang sangat kuat, baik secara personal maupun dukungan parpol pendukungnya. Agar mampu melawan, tidak cukup hanya Prabowo, tapi harus ada pendamping yang kuat.
Para ulama – yang juga didukung partai koalisi oposisi – menganggap UAS sebagai lambang perlawanan terjadap penguasa. Publik – lebih tepatnya jamaah UAS – terbelah dalam dua kubu. Pertama, ingin agar UAS terjun ke dunia politik, praktik langsung apa yang diucapkan selama ini agar kondisi bangsa semakin baik. Soal apakah dia dan pasangannya terpilih atau tidak, tergantung dari usaha untuk mewujudkan cita-cita. Melihat popularitas UAS selama ini, tampaknya peluang menang tetap ada.
Kedua, kelompok yang menolak UAS terjun ke dunia politik. Kelompok ini tidak ingin UAS mengulangi apa yang pernah dilakukan ulama sebelumnya yang terjun ke dunia politik. Ketika berhasil, pelan dan pasti keulamaannya memudar bahkan hilang sama sekali. Kalau gagak, dia akan ditinggal oleh umatnya. Meskipun sudah menyatakan menolak secara halus, tapi Prabowo masih akan terus merayu agar UAS mau mendampinginya. Kita tunggu, apa pilihan UAS. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: