HARI ini (28/3), umat Hindu di seluruh dunia merayakan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939. Mengambil tema “Jadikan Catur Brata Penyepian Sebagai Sarana Memperkuat Kebhinekaan, Berbangsa, dan Bernegara demi Keutuhan NKRI”, tahun ini perayaan Nyepi dilaksanakan cukup semarak dan dirangkai dengan berbagai kegiatan baik pra acara, maupun pasca acara. (Selengkapnya lihat infografis).
Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu. Tak hanya di Bali, umat Hindu di Bontang pun selalu merayakan ritual sebelum Hari Raya Nyepi tersebut.
Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bontang, I Ketut Wirta menyampaikan beberapa kegiatan sebelum perayaan Nyepi tahun ini, diawali dengan kegiatan bakti sosial. Jika tahun-tahun sebelumnya PHDI melakukan kegiatan bakti sosial dengan membagikan sembako, tahun ini dilakukan dengan kegiatan donor darah yang didukung oleh PMI Bontang. “Yang bisa donor hanya 31 peserta dari jumlah Kartu Keluarga (KK) sebanyak 79,” jelas I Ketut.
Setelah kegiatan bakti sosial dilakukan pada 19 Maret 2017 lalu kata Ketut, umat Hindu pun melaksanakan upacara Melasti dilaksanakan setiap dua atau tiga hari sebelum Nyepi. Upacara Melasti di Bontang sendiri, diikuti oleh seluruh warga Hindu yang ada di Bontang yang berjumlah sekira 300 orang.
Dimulai dari Pura Buana Agung di Saleba, pada upacara Melasti ini segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) dibawa ke laut di Tanjung Limau. Dipilihnya laut, karena laut merupakan tempat atau sumber air suci (tirta amerta) yang bisa mensucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. “Intinya ke laut ini kami membawa sesajen dan mengambil air suci dari laut untuk dibagikan ke umat sebagai pembersihan aura,” ujarnya.
Air laut ini, lanjut dia, bisa menjadi pelebur dari segala yang kotor. Di laut juga, Ketut menyatakan akan melepaskan bebek dan ayam hidup sebagai simbol persembahan. Untuk air sucinya, nantinya akan dicampur dengan air suci yang ada di Pura dan dibagikan kepada umat untuk pembersihan diri serta lingkungan rumah dari roh jahat. “Tujuannya agar tidak mengganggu saat Nyepi,” terangnya.
Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada tilem sasih kesanga (bulan mati yang ke-9), umat Hindu juga melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.
Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.
Sementara di Bontang sendiri, umat Hindu pun melaksanakan pawai ogoh-ogoh dengan mengarak patung raksasa. Pawai ogoh-ogoh di Bontang bahkan mendapat dukungan dan partisipasi dari beberapa komunitas. Tak hanya itu, pawai ogoh-ogoh ini pun dilepas oleh Wali Kota Bontang sebagai support untuk umat Hindu. “Sudah dua tahun kami melaksanakan pawai ogoh-ogoh, ini untuk memperkenalkan budaya Hindu di Bontang,” ungkap Ketut.
Ketut menyatakan, ogoh-ogoh sendiri, dimaknai sebagai hantu Bhuta kala untuk dimusnahkan. Namun sebelum dimusnahkan, dimunculkan dulu dengan diarak, kemudian dibakar agar tidak mengganggu saat perayaan Nyepi.
SAAT NYEPI, TAK BOLEH BERAKTIVITAS
Saat Nyepi, umat Hindu memulainya dengan menyepi tanpa melakukan aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan baik itu makan, minum, tidur bahkan berbicara. Tujuannya tentu untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar disucikan Bhuana Alit (alam manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta).
Mereka hanya melaksanakan tapa brata dengan cara mengurung diri, pantang melakukan berbagai kegiatan, dan hanya bermeditasi guna melakukan intropeksi diri selama 24 jam. Dalam pelaksanaannya, ini akan dilakukan mulai dari dari Selasa (28/3) pukul 06.00 Wita dan berakhir Rabu (29/3) Wita pukul 06.00 Wita.
Ketut menjelaskan, aktivitas ini bisa tidak dilakukan bagi yang sedang sakit, haid ataupun sedang berobat. Dalam ritual ini, ada empat tapa brata penyepian yang wajib dilakukan umat Hindu saat Nyepi. Seperti tidak boleh menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak boleh bekerja (amati karya), tidak boleh berpergian (amati lelungan), dan tidak boleh menikmati hiburan (amati lelungan). Bila dapat melakukan empat hal ini, kata Ketut, berarti umat Hindu dianggap sukses menjalankan ibadah tersebut.
“Dalam menjalankan tapa brata, umat Hindu di Bontang sudah diberikan dispensasi untuk tidak bekerja oleh Pembimbing Masyarakat (Pebimas) Hindu Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim),” tuturnya.
Dia menambahkan, dalam melaksanakan tapa brata ini, baiknya dilaksanakan di Pura atau di rumah masing-masing. Bila di rumah, sebaiknya di tempat yang suci agar pelaksanaannya bisa lebih khusyuk. Berbeda dengan Bali yang memiliki banyak Pura dan tentunya bebas memilih untuk melaksanakan tapa brata penyepian.
Ketut mengaku, tidak semua prosesi ini dapat dilakukan. Namun sebagai umat yang taat, umat Hindu seharusnya berusaha menjalankan sebaik mungkin, meski adanya kekurangan. “Bila semua itu dapat dilakukan dengan baik, sama seperti agama-agama lain, maka akan sempurna ibadahnya,” ucapnya.
Ketut melanjutkan, bila itu semua telah dijalankan, besok menjelang pukul 05.00 Wita hingga pukul 06.00 Wita, semua umat akan berkumpul di Pura Buana Agung untuk menjalani sembahyang mengakhiri prosesi tapa brata. Setelah itu, umat Hindu pulang ke rumah masing-masing memasuki rangkaian ngembak geni atau melakukan kunjungan silaturahmi antar keluarga dan tetangga untuk saling memaafkan satu sama lain.
Dengan memegang prinsip tat twam Asi yang artinya aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Setelah itu, barulah masuk ke rangkaian dharma santi atau menggelar silaturahmi yang cakupannya lebih luas.
“Dharma santi menandakan bahwa penutup rangkaian selama Nyepi, ini bisa seminggu atau sebulan usai ngembak geni. Bisa dilaksanakan di luar Pura ataupun di gedung,” tukasnya. (ver/mga/bbg)
Rangkaian Perayaan Nyepi 2017 di Bontang
19 Maret
BAKTI SOSIAL
- Donor Darah
- Pemeriksaan Kesehatan Gratis
- Perayaan Earth Hour
25 Maret
- UPACARA MELASTI
26 Maret
- PAWAI OGOH-OGOH
28 Maret
- RITUAL TAPA BRATA (SEMEDI)
29 Maret
- SEMBAHYANG DI PURA
- NGEMBAK GENI
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: