bontangpost.id – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali mengumumkan pertambahan kasus acute kidney injury (AKI) atau gangguan ginjal akut yang menyerang anak-anak. Sejak September hingga Oktober ini, total ada tambahan 18 kasus baru.
Juru Bicara Kemenkes M. Syahril menjelaskan, 15 kasus AKI terjadi sejak September hingga awal Oktober, tetapi baru dilaporkan. Tiga kasus lain benar-benar pasien baru. ”Pada 24 Oktober, ada 241 kasus. Namun, dari tambahan kasus yang tercatat, hanya tiga yang benar-benar baru,” kata Syahril kemarin (27/10).
Syahril menyatakan, larangan pemberian obat sirop terbukti sangat efektif mengurangi kasus baru. Tiga anak yang mengalami AKI itu masih dirawat. Namun, Syahril enggan menyebut profil tiga bocah tersebut.
Secara keseluruhan, Kemenkes telah menerima laporan 269 kasus AKI. Perinciannya, 157 anak meninggal, 73 pasien masih dirawat, dan 39 anak lainnya dinyatakan sembuh. Jakarta, Aceh, dan Jawa Timur memiliki kasus terbanyak. Masing-masing sebanyak 36 anak, 30 anak, dan 25 anak.
Syahril mengungkapkan, sekitar 61 persen pasien yang datang ke layanan kesehatan dalam kondisi stadium III. Artinya, pasien itu butuh perawatan hemodialisis atau cuci darah. Lalu, untuk 20 persen pasien, derajat keparahannya belum teridentifikasi.
Syahril menyebut kondisi AKI saat ini sudah terkendali. Meski begitu, pemerintah tetap memantau perkembangan kasus ini. Terutama di Jakarta, Aceh, Bali, Banten, dan Jawa Barat. Sejak Agustus, menurut Syahril, Kemenkes bersama dinas kesehatan dan rumah sakit melakukan surveilans di seluruh wilayah yang melaporkan temuan kasus AKI.
Pada kesempatan lain, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menyatakan bahwa kini ada 198 obat sirop yang aman dikonsumsi. Daftar ini bertambah 65 obat sirop jika dibandingkan dengan pengumuman BPOM pada 23 Oktober lalu. Obat yang aman ini tidak menggunakan empat pelarut seperti propilena glikol, polietilena glikol, sorbitol, dan gliserol. ”Sehingga menjadi masukan bagi Kemenkes untuk menerbitkan surat edaran dengan melampirkan daftar obat sirop yang tidak menggunakan pelarut dan boleh digunakan kembali,” kata Penny.
Dia menjelaskan, propilena glikol merupakan komoditas yang tidak dilarang ataupun terbatas. Karena itu, propilena glikol boleh didatangkan dari luar negeri tanpa surat keterangan izin impor. Cemaran yang dihasilkan pun seharusnya tidak besar.
Namun, ada obat yang etilena glikol (EG) dan dietilena glikolnya tinggi. BPOM menduga, terdapat penggunaan bahan baku tambahan yang tidak sesuai dengan standar. ”Saat ini dilakukan investigasi terkait dengan pengadaan propilena glikol. Termasuk dugaan adanya pasokan propilena glikol yang tidak standar,” ujarnya.
Sekretaris Bidang Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi (TPPE) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lintang Paramitasari menegaskan, pihaknya bersama Kemenkes terus melakukan berbagai upaya untuk pengadaan Fomepizole. Sejumlah perusahaan farmasi di berbagai negara sudah dihubungi guna mempercepat impor obat keracunan EG dan DEG tersebut. (yn)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: