BONTANG- Entah siapa yang benar soal polemik galian C di Bontang. Dikonfirmasi ke Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, melalui Kabid Pengaduan, Pengendalian Kebijakan, dan Laporan Pelayanan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Bontang, Andi Kurnia menyangkal bahwa ada kesepakatan antara pemerintah dan pemilik lahan.
Berita terkait: Galian C Milik Perseorangan, Klaim Ada Kesepakatan dengan Pemkot
Dikatakannya, terkait izin Galian C di Bontang tak ada. Kalau pun ada, perizinannya menjadi kewenangan provinsi, bukan di Bontang. “Galian C milik pribadi di Jalan Flores itu sama sekali tidak ada izinnya di Bontang, apalagi kalau disebut ada kesepakatan dengan pemerintah,” ujarnya.
Jika ada kesepakatan, lanjut mantan Kasubag Hukum di Setda Bontang itu, tentu harus secara tertulis. Dan saat ini tidak ada kesepakatan tertulis. Baik itu tak boleh diperjualbelikan di luar Bontang, atau untuk membantu pembangunan di Bontang. “Kalau Galian C, tak ada istilah kesepakatan. Karena izinnya harus di Provinsi Kaltim,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, penambangan tanah yang masuk Galian C ternyata dimiliki oleh masyarakat pribadi. Di mana, antara masyarakat dan pemerintah sudah ada kesepakatan, salah satunya untuk menunjang pembangunan Bontang dan tak dikomersilkan bagi luar Bontang.
Hal itu diungkapkan salah satu pemilik lahan di tambang Galian C, Daud Padang. Warga Kelurahan Satimpo itu, mengaku luas lahan yang digunakan menambang pasir atau tanah uruk sebanyak 15 hektar. Wilayahnya pun, masih area penggunaan lain (APL).
“Pernah dari tim terpadu Bontang turun ke sana. Soal izinnya, Bu Wali dan Wawali sudah tahu,” aku Daud, Jumat (14/6/2019).
Mereka (pemangku kebijakan) hanya memberikan kesepakatan agar tidak dijual ke luar Bontang, tapi hanya untuk pembangunan Bontang dan masyarakat Bontang. Menyepakati hal itu, Daud mengakui untuk mematuhi aturan yakni meratakan wilayah yang masuk Rt 01, Kanaan. “Tidak boleh serampangan menambang pasirnya, tetapi diratakan saja. Karena itu rencananya untuk perumahan rakyat,” imbuhnya.
Jika pihaknya tidak menambang tanah atau pasir di lokasi Galian C itu, maka dibawa kemana tanahnya, sementara wilayah tersebut hendak dibangun perumahan dan butuh pemerataan. “Makanya dimanfaatkan untuk kebutuhan pemerintah dan warga Bontang,” ujar Daud.
Dari 15 hektar pun, bukan hanya milik Daud Padang, melainkan ada pemilik lahan lainnya. Penjualan tanah pun, per satu truk seharga Rp 40 ribu, kalau di Samarinda, kata Daud sudah mencapai Rp 100 ribu. “Kami jual tanah uruk, ada juga pasir untuk membangun dan harganya lebih murah,” terang dia.
Selama musim hujan, pihaknya tidak berani melakukan penambangan. Mengingat resiko longsor yang dihindari. Jika hari cerah, sebanyak 40-60 truk bisa masuk untuk membeli pasir. “Kami yang penting ikuti aturan pemerintah dengan tidak melewati batas elevasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” bebernya.
Daud Padang membuka lahan Galian C, sejak masa pemerintahan Adi Darma. Pihaknya sempat mengajukan perizinan namun tidak ada di Bontang, akhirnya diizinkan melakukan pemerataan dengan segala aturannya. Jadi hanya diratakan dan diambil pasirnya. Soal lahan bekas penambangan, Daud pun melakukan penanaman pohon, namun ternyata tak mau tumbuh. “Kami usahakan tanam pohon seperti akasia, dengan cara digali,” imbuhnya.
Disinggung soal tambang Galian C yang dinilai ilegal, Daud menyebut sudah mengurus izinnya. Namun karena zonasi tambang Galian C tak ada di Bontang, maka dibijaki hanya untuk pembangunan Bontang dan masyarakat. “Kami ada rencana juga mengurus izinnya ke Provinsi Kaltim, tapi sempat dikasih tahu orang pemkot kalau sudah masuk APL ya dikerjai saja (tanpa urus izin) yang penting patuhi aturan dan keselamatannya,” tutupnya. (mga/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: