BONTANG – Birokrasi penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) cukup rumit. Selain terlihat kian menjamurnya “orang gila” di jalan-jalan Kota Taman, keberadaannya cukup mengganggu masyarakat. Bahkan beberapa dari mereka juga telah dilaporkan karena membuat suasana menjadi tidak kondusif.
Seperti yang terjadi di Jalan Letjen S Parman, Senin (19/11) lalu. Tanpa memerdulikan keselamatan, seorang pria yang diduga mengalami gangguan jiwa tiba-tiba menghadang truk pasir yang sedang melaju kencang, tanpa memperdulikan keselamatan dirinya dan pengendara sekitar. Beruntung truk yang berhenti mendadak itu tak memancing kecelakaan beruntun.
Menanggapi hal tersebut, pekerja sosial (peksos) Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Pemberdayaan Masyarakat (Dissos-P3M) menuturkan, berdasarkan MoU yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Polri, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), penanganan pertama pada ODGJ dilakukan oleh kepolisian dan Satpol PP bersama dengan Dinas Kesehatan (Diskes) untuk mengecek dari segi medis.
Namun sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ), ODGJ harus melakukan perekaman biometrik untuk dilacak identitas, alamat serta jaminan kesehatannya. Setelah dinyatakan tenang, yang bersangkutan kemudian dilakukan penjemputan sesuai dengan daerah asal masing-masing.
“Setelah kembali, barulah tugas Dinas Sosial melakukan rehab pemulihan, pemberdayaan dan juga keterampilan sehingga bisa berfungsi sosial kembali,” ujarnya.
Suratmi menuturkan, ODGJ terbagi dalam tiga kategori. Ringan, sedang, dan berat. Kondisi ringan dan sehat kata dia, masih bisa berpotensi sembuh. Selama pemicu yang menyebabkan dia menjadi ODGJ tidak teringat kembali. Namun untuk yang kategori berat, maka sulit untuk kembali normal kembali. Kepedulian pihak keluarga pun juga sangat menentukan kesembuhan ODGJ tersebut.
“Namun kebanyakan pihak keluarga justru cuek dan enggan mengurusi lagi. Sehingga ketika tidak ada yang mengontrol kesehatan dan jadwal minum obatnya, orang tersebut akan kambuh lagi dan kembali berkeliaran di jalanan,” jelasnya.
Sehingga menurutnya, di Bontang atau Kaltim perlu memiliki Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) sehingga ODGJ yang tidak memiliki keluarga atau sudah tidak dianggap keluarganya, bisa dikumpulkan menjadi satu.
“Kalau Liposos sudah ada, petugasnya yang digaji oleh negara. Sehingga segala kebutuhan ODGJ dapat terkontrol. Sehingga tidak sampai berkeliaran di jalanan. Kalau sekarang, karena keluarganya acuh, sehingga tidak terkontrol dan berkeliaran di jalanan,” tukasnya. (bbg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: