bontangpost.id – Abdul Gafur Mas’ud (AGM) tak menepis adanya penerimaan uang Rp 1,95 miliar pada Desember 2021-Januari 2022. Dia berkilah, semua itu bentuk dukungan materiil para partisan. Penuntut umum KPK Ferdian Adi Nugroho dkk menggali keterangan bupati Penajam Paser Utara (PPU) nonaktif itu seputar penerimaan uang yang diterimanya sepanjang 2020-2021.
Mencocokkan bukti yang terkumpul dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) yang disusun komisi antirasuah, selepas menangkap tangan AGM pada 13 Januari 2022 di Jakarta. Termasuk perintahnya ke beberapa pejabat untuk mengumpulkan fee dari perizinan dan proyek di PPU.
Dalam pemeriksaan terdakwa yang bergulir delapan jam lebih pada 5 Agustus 2022, AGM menepis tudingan yang didakwakan KPK soal dirinya yang memerintahkan pengumpulan fee.
“Saya enggak pernah menyuruh untuk memungut itu,” katanya dalam persidangan virtual di Pengadilan Tipikor Samarinda. Memang, awal 2019, ketika Edi Hasmoro dilantiknya mengurus Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) PPU, dia sempat membahas tentang desas-desus fee tersebut yang terjadi di lingkup dinas. Edi, ungkap dia, mengaku hal itu terlalu rawan untuk dilakukan dan percakapan itu tak pernah lagi dibahas. AGM hanya meminta Edi untuk memprioritaskan proyek peningkatan jalan seantero PPU dan memproses semua kegiatan tersebut sesuai regulasi.
“Perbincangan soal fee itu memang ada, tapi saya enggak pernah mengarahkan untuk mematok,” kilahnya.
Soal pungutan fee dari perizinan yang diterbitkan pun demikian. Dia menegaskan tak pernah mengarahkan Muliadi selaku Plt Sekretaris Kabupaten PPU, dan Durajat sebagai kepala Bagian Ekonomi Setkab PPU. Ihwal perkataan Muliadi yang dilontarkan beberapa saksi pengurus izin di persidangan jika pengurusan izin tersebut tak gratis, AGM mengaku hanya meminta untuk dijalankan sesuai regulasi yang ada.
Nah, di beberapa kali perbincangan, kata AGM, Muliadi sempat berseloroh. “Semua sesuai aturan. Kalau pun ada pemberian, itu halal,” ucapnya mengulangi kelakar Muliadi. AGM tak membantah ada beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Muliadi atau Edi Hasmoro pada 2021 dengan nominal yang tak diingatnya lagi. Namun, dia mengaku tak pernah menanyakan asal-usul uang tersebut. JPU Ferdian pun merunut linimasa pemberian uang dari sejumlah pihak yang diterima AGM. Khususnya, uang Rp 1 miliar yang diterima AGM ketika mengikuti Musda Demokrat Kaltim pada 17 Desember 2021, dan uang Rp 950 juta yang dibawa Nis Puhadi alias Ipuh (pengurus Demokrat Balikpapan) ke Jakarta pada 13 Januari 2022.
Ihwal uang Rp 1 miliar yang berasal dari Ahmad Zuhdi, penyuap dalam kasus ini, ternyata berasal dari dana Korpri PPU yang baru diketahuinya selepas perkara ini menyeretnya. Sepengetahunya, uang itu berasal dari Asdarussalam alias Asdar. Salah satu orang kepercayaannya. Beberapa hari sebelum musda digelar di Hotel Aston Samarinda, Asdar mengatakan sebagai kandidat yang berebut kursi ketua DPD Demokrat Kaltim, dirinya harus memfasilitasi para pendukung yang mengikuti musda.
Estimasi biaya yang perlu dirogoh mencapai Rp 1 M dan Asdar bilang ada pihak yang siap membantu. “Karena dia bilang begitu, saya bilang pinjam saja dulu diganti habis musda,” ungkapnya. Lanjut dia, Asdar tak menjelaskan mendetail jika uang itu dari Ahmad Zuhdi termasuk asal-usul uang tersebut dicomot dari dana simpanan Korpri PPU. Saat musda, dia mengetahui uang itu ada, selepas dikabari Supriadi alias Yusuf alias Ucup, sopirnya.
“Ucup bilang uangnya sudah di kamar. Tempat saya nginap, kamar 1621. Saya bilang oh yaudah. Kemudian minta Afifah (Nur Afifah Balgis, terdakwa lain dalam kasus ini) atur uang itu,” jelasnya. “Apa feedback yang didapat Zuhdi untuk bantuan itu,” tanya JPU KPK. Apakah semua terkait soal bagi-bagi posisi pengurus bila AGM terpilih sebagai ketua Demokrat Kaltim? AGM menyangkal hal ini. Meski dia mengenal Zuhdi sejak dirinya dilantik menjadi bupati medio 2018. Ketika dikenalkan Syamsudin alias Aco, pengurus Demokrat PPU bila Zuhdi merupakan kontraktor asli putra daerah.
“Enggak ada sama sekali. Saya tahu uang itu dari dia saja pas sidang ini,” terangnya. Bertemu langsung dengan Zuhdi hanya terjadi beberapa kali. Salah satunya di Mal Balikpapan SuperBlock (BSB). Kala itu, Zuhdi bertanya soal lambannya pembayaran proyek di PPU. Nah, di kesempatan itu dia berujar kalau ada masalah, ke depannya bisa berkoordinasi dengan Asdar. “Jadi, bukan seperti yang didakwakan, apa yang dikatakan Asdar jadi perkataan saya. Itu untuk mempermudah dia juga. Masa penagihan seperti itu langsung ke bupati,” ulasnya.
Disinggung JPU tentang keterangan Asdar ketika diperiksa, terkait pemberian uang Rp 250 juta medio 2020 dari Zuhdi yang menjadi fee komitmen dari proyek lanskap di depan kantor bupati, AGM mengaku tak ingat ada pemberian uang tersebut. Untuk uang Rp 950 juta medio Januari 2022, JPU KPK memerincikan sumber uang tersebut. Sebesar Rp 500 juta dari Edi Hasmoro dan Darmawan alias Awan. Lalu, Rp 200 juta dari Muliadi dan Rp 250 juta dari Jusman, kepala bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU. Sejumlah uang yang dibawa Ipuh ke Jakarta dan menjadi bukti ketika operasi tangkap tangan KPK terjadi.
AGM menjelaskan, uang dari Edi Hasmoro dan Muliadi diketahuinya menjadi bantuan rekan-rekannya di Pemkab PPU untuk mengikuti seleksi Demokrat Kaltim di Jakarta. Untuk Jusman, dia tak begitu kenal dan baru mengetahui uang itu darinya selepas di persidangan. Semula, salah satu timsesnya ketika Pilbup PPU 2018, Syamsudin alias Aco sempat menghubunginya dan bakal mendukung dirinya secara materill di seleksi itu.
“Saya tahu uang itu dari Pak Jusman pun baru di persidangan ini. Memang dia pejabat di pemkab. Tapi komunikasi saya saat menjabat hanya ke kadis, jarang sampai kabid kayak Pak Jusman,” tuturnya.
Di Jakarta, uang yang dibawa Ipuh tersebut disalin ke koper yang dibeli Nur Afifah Balgis di Plaza Senayan. Karena jumlahnya ganjil, AGM meminta Afifah untuk melengkapi jumlahnya menjadi Rp 1 miliar. Uang terkumpul. AGM, Afifah, dan Ipuh berniat balik ke kediaman AGM di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Jakarta. Baru sampai di lobi mal, mereka dibekuk KPK.
Selepas persidangan, Jumat lalu, kuasa hukum AGM, Andi Rahmat Heriawan menegaskan memang kliennya tak mengetahui sumber dana senilai Rp 1 miliar yang dipinjam Asdarussalam ketika Musda Demokrat Desember 2021. Jika nominal itu tak dinilai sebagai bukti pidana dalam perkara ini, AGM siap mengganti uang Korpri PPU tersebut. “Karena klien kami enggak tahu. Tahunya itu minjam, bukan suap seperti yang dituduhkan dalam perkara ini,” singkatnya. (riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: