Tragedi meledak dan terbakarnya kapal wisata Zahro Express di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, Minggu (1/1) mengagetkan semua pihak. Traumatik. Terlebih korbannya banyak: 23 tewas dan belasan lainnya masih hilang.
Salah satu pejabat di Pangandaran, Cucu Rukminingsih (49) merupakan salah satu korban selamat. Dia menjadi bagian 191 penumpang kapal wisata tersebut.
Kemarin (3/1), Cucu Rukminingsih menceritakan detik-detik tragedi maut yang menggetirkan hatinya itu. Pejabat di lingkungan Setda Kabupaten Pangandaran itu saat kecelakaan maut itu berlibur bersama tiga anaknya dan dua keponakannya.
Rencananya, Kepala Subbagian Bantuan Hukum Bagian Hukum Setda kabupaten Pangandaran (sebelum rotasi) akan berlibur di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Mereka mengisi liburan akhir tahun. Cucu berlibur bersama ke Kepulauan Seribu menggunakan jasa sebuah agensi wisata.
“Kapal dijadwalkan berlayar (Minggu, 1/1) pukul 07.00.Tapi pukul 06.00 kita sudah ada di Pelabuhan Muara Angke. Tapi nggak tahu kenapa kapal berangkatnya baru pukul 08.00,” ungkapnya kepada Radar di Pangandaran kemarin (3/1).
Saat kapalnya mulai melaut, Cucu tidak menemukan fakta ganjil. Namun, sekitar 20 menit berlayar, dia mendengar teriakan dari luar kapal. Saat itu, Cucu duduk berkumpul bersama ketiga anaknya di dalam kapal.
“Ada orang teriak katanya ada yang tercebur. Karena penasaran, dua keponakan saya mencoba mencari tahu. Nggak tahunya kapal terbakar,” tuturnya.
Kepanikan pun melanda 191 penumpang kapal. Para penumpang berebut pelampung. Mereka juga berebut keluar dari kapal. Padahal, kapal kayu yang berlapis fiber itu hanya memiliki 2 pintu.
“Penumpang berebut keluar dan berdesak-desakan. Di situ saya sempat terinjak-injak,” ungkapnya.
Situasi kian parah saat kapal sudah terbakar beberapa menit, para penumpang di geladak kapal, tidak berani meloncat ke laut. Hal itu membuat orang-orang di dalam kapal, yang berisi 191, padahal sesuai manifest hanya 100 orang itu, tersendat. Tidak bisa keluar.
“Yang di dalam mulai merasakan sesak dan perihnya asap. Begitu asap semakin tebal, baru orang-orang ada yang berani loncat,” tuturnya.
Cucu akhirnya bisa keluar dari dalam kapal. Namun, dia kala itu dilanda keraguan: apakah akan menceburkan diri ke laut? Namun, bersama putranya, Asep, dia akhirnya menceburkan diri ke laut utara Jawa itu. Mereka tanpa pelampung.
Cucu memberanikan loncat dari kapal ke laut, karena khawatir terjadi sesuatu kepada anaknya tersebut. “Di dalam air saya sempat terpisah dengan anak-anak karena banyak orang yang menceburkan diri berebut naik ke perahu nelayan yang datang mendekat. Baru ketemu sama anak-anak setelah didarat,” kenangnya.
“Anak saya yang perempuan dibawa ke rumah sakit karena tubuhnya lemah setelah berjibaku di dalam air,” ungkapnya.
Cucu bersyukur bisa selamat walaupun mengalami luka ringan. Sementara harta benda yang dibawanya untuk berlibur hilang. Tidak tahu kemana. “Nggak apa-apa harta hilang yang penting keluarga saya selamat semua,” tuturnya. (oby)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: