SAMARINDA – Hartoyo tak menyangka akan besaran tuntutan yang dilayangkan komisi antirasuah dalam perkaranya. Padahal, di beberapa kesempatan di persidangan, pemilik PT Haris Tata Tahta (HTT) itu menegaskan, pemberian uang bukan inisiatifnya. Melainkan upaya agar proyek preservasi jalan SP3 Lempake-SP3 Sambera-Santan-Bontang-Sanggata tak dipersulit para pejabat terkait.
Untuk diketahui, PT HTT memenangi lelang proyek tersebut dengan pagu senilai Rp 193 miliar. “Itu (uang) diminta, bukan inisiatif saya,” ucapnya selepas persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Samarinda, Kamis (20/2/2020).
Pria 58 tahun itu melanjutkan akan kembali menegaskan hal ini nanti ketika pembelaan atau pledoi diajukannya Rabu (26/2) pekan depan. “Saya memang akui (memberi uang) tapi enggak nyangka selama itu tuntutan jaksa,” katanya.
Hartoyo dituntut jaksa penuntut umum (JPU) KPK Dody Sukmono, Agung Satrio Wibowo, dan Wahyu Dwi Oktafianto selama dua tahun enam bulan pidana penjara atas pemberian uang terhadap pejabat negara. Yakni, Andi Tejo Sukmono (pejabat pembuat komitmen/PPK proyek preservasi itu) dan Refly Ruddy Tangkere (kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional/BPJN XII Balikpapan). Keduanya tersangka lain dalam kasus ini.
Untuk Andi Tejo, Hartoyo memberi gelontoran uang sebesar 2 persen dari nilai kontrak proyek penguatan mutu jalan itu atau sekitar Rp 8,04 miliar. Sementara itu, Refly mendapat Rp 1,4 miliar. “Selain itu, penuntut umum juga membebankan terdakwa membayar denda Rp 100 juta subsider empat bulan pidana kurungan,” ucap JPU Dody membaca amar tuntutan.
Menurut para beskal KPK ini, benang merah persoalan dari pemberian uang itu jelas tersirat sepanjang persidangan. JPU menghadirkan 33 saksi beserta dua saksi ad charge dan seorang ahli meringankan. Dody yakin, semua unsur adanya dugaan pemberian sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, sehingga bertentangan dengan kewajibannya seperti yang tertuang dalam dakwaan kesatu, Pasal 5 Ayat 1 Huruf a UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tak terbantahkan.
Lanjut dia, keterangan para saksi itu terintegrasi dengan pembukuan kas PT HTT yang jadi bukti dalam kasus ini. Dari pembukuan yang disusun staf keuangan PT HTT, Rosiani, terungkap ke mana saja pemberian itu mengalir. “Dari transfer hingga tunai,” katanya. Meski terdakwa menegaskan pemberian itu karena permintaan para pihak tersebut dan jika tidak diberikan dapat mengganggu operasional pekerjaan, tetap tak bisa dibenarkan.
Lanjut Dody, pembagian fee proyek itu ditujukan ke empat orang. Yakni, Andi Tejo Sukmono mendapat 2 persen dari nilai kontrak beserta “administrasi” per bulan sebesar Rp 50 juta. Lalu, Warnadi selaku ketua Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan (Pokja ULP) sebesar 1 persen, Refly Ruddy Tangkere sebesar 1,5 persen, dan Kepala Satker Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II Totok Hasto Wibowo dan Tri Bakti Mulyanto (kasatker selepas Totok).
Dengan begitu, total keseluruhan pemberian itu mencapai Rp 9,44 miliar. Bahkan, pemberian itu tak hanya berupa uang tunai atau transfer. Ada pula tiket pesawat hingga biaya hotel.
DIKEMBALIKAN KE PENYIDIK
Selepas sidang, JPU Dody yang dikonfirmasi Kaltim Post (induk bontangpost.id) ihwal para penerima itu mengaku, berkas untuk Andi Tejo Sukmono dan Refly Ruddy Tangkere tengah digodok dan bakal dilimpah dalam waktu dekat. Lalu, bagaimana dengan penerima lainnya? Menurut pria berkacamata ini, semua dikembalikan ke penyidik di Kuningan Persada Kav-4, markas KPK di Jakarta.
Apalagi, terdapat perbedaan dari dakwaan dengan fakta yang terungkap di persidangan. Semisal, uang yang mengalir ke Warnadi alias Pak Ben. Dari sangkaan awal terdapat pemberian Rp 2,2 miliar, tapi di persidangan terungkap ketua pokja ULP itu hanya menerima sekitar Rp 350 juta. “Masih banyak juga yang menerima berkisar Rp 2–10 juta tapi tak mungkin kan diseret,” sebutnya.
Pembuktian dan pemberantasan korupsi mesti menilik sejauh mana peran dan niat para pihak untuk melakukan praktik lancung dalam kasus ini. Namun satu yang pasti, semua pemberian Hartoyo ke beberapa pihak itu, jumlahnya berdasarkan pembukuan PT HTT, kini sudah berada di penampungan kerugian negara di KPK. “Masih digunakan untuk persidangan dua tersangka lainnya,” jelas dia. (/ryu/riz/k8/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post