Saat ini pemerintah terus mendorong anak Indonesia untuk menuntaskan pendidikan 12 tahun hingga jenjang sekolah menengah, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK diharapkan menjadi pencetak tenaga kerja yang siap terjun ke lapangan. Akan tetapi, justru temuan berbeda dipaparkan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Belum ada perhatian serius terhadap pendidikan 12 tahun. Ditambah lagi, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2017 justru penyumbang terbesar angka pengangguran di Indonesia berasal dari lulusan SMK yakni sebanyak 11,41 persen. Lulusan SMK yang diharapkan langsung bekerja, justru menganggur. Secara umum ada semacam miss match antara demand side dan supply.
Kebutuhan akan tenaga kerja banyak, tetapi tenaga kerja yang tersedia tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan dunia usaha. Selain itu, akses lebih diutamakan. Pembangunan sekolah gencar di berbagai wilayah tapi tidak diikuti tata kelola yang baik termasuk laboratorium yang tidak up to date. Contoh bengkel untuk siswa jurusan otomotif, servis bengkel motor masih utak atik kaburator, padahal motor-motor zaman sekarang sudah tidak pakai.
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menyatakan, kualitas dan daya daya saing tenaga lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih rendah sehingga tidak terpakai dunia industri. Hal tersebut dipengaruhi perbedaan pembelajaran di sekolah dengan dunia kerja. Pemerintah mengharapkan ada penyesuaikan kurikulum SMK dengan standar yang dikembangkan industri. Saat ini kurikulum yang dijalankan belum mencerminkan mutu yang diharapkan dunia industri karena berbagai keterbatasan. Dalam meningkatkan kompetensi siswa, perlu usaha untuk menjalin hubungan kerjasama dengan industri yang terkait untuk membantu memotivasi siswa.
Unsur utama yang perlu dikaji dan ditetapkan dalam sistem pendidikan teknologi kejuruan adalah tujuannya, yaitu menyiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja. Terdapat tiga tujuan pendidikan teknologi dan kejuruan, yaitu: (1) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, (2) Meningkatkan pilihan pendidikan bagi setiap individu, dan (3) Menumbuhkan motivasi untuk belajar sepanjang hayat.
Output pendidikan teknologi kejuruan adalah hasil belajar yang merefleksikan seberapa efektif proses belajar mengajar diselenggarakan. Prestasi belajar ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan dasar dan kemampuan fungsional. Kemampuan dasar meliputi daya pikir, daya kalbu dan daya raga, sedangkan kemampuan fungsional diantaranya adalah kemampuan memanfaatkan teknologi, kemampuan mengelola sumber daya, kemampuan kerjasama, kemampuan kejuruan, dan sebagainya. Dalam pendidikan SMK kemampuan kejuruan disebut kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, keterampilan yang dimiliki peserta didik.
Peningkatan kompetensi siswa SMK selain didapatkan di sekolah juga bisa didapatkan dari dunia usaha/dunia industri yang menjadi mitra. Kemitraan sangat mendukung dalam peningkatan kualitas dalam hal ini kompetensi siswa. Sebagaimana diketahui bahwa kemitraan adalah kerja sama yang saling menguntungkan antar pihak, dengan menempatkan kedua pihak dalam posisi sederajat. Terdapat beberapa bentuk kegiatan yang dapat dilakukan bersama mitra, di antaranya melakukan pelatihan untuk guru, sebagai tempat praktek siswa, memberikan bantuan peralatan, mengadakan kelas industri, kunjungan industri, dan atau langsung menyerap lulusan SMK dan dipekerjakan.
Dalam buku 10 langkah Revitalisasi SMK dijelaskan bahwa pelaksanaan kerja sama SMK dengan dunia usaha/industri yang baik dan saling menguntungkan sangat penting untuk menunjang tercapainya program sekolah. Kerja sama dengan dunia usaha/industri dituangkan dalam bentuk MOU.
Bentuk lain dukungan dunia usaha/industri terhadap pendidikan SMK adalah berupa pengembangan kurikulum sekolah yang berorientasi pada pasar kerja sebagai upaya menciptakan lulusan yang siap mengisi lowongan kerja. Kurikulum yang diterapkan di SMK seharusnya disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan, dan perkembangan dunia usaha/industri serta masyarakat. Kurikulum yang menekankan pada persiapan hidup mandiri di dunia nyata dan persiapan pengembangan karier.
Pengembangan SMK yang dilakukan pemerintah saat ini mulai diorientasikan pada pasar tenaga kerja internasional, serta mempersiapkan para lulusan memiliki karakter kewirausahaan (entrepreneurship), untuk itu dibutuhkan pembelajaran yang berbasis industri dan kewirausahaan melalui teaching factory. Konsep ini menekankan pendidikan yang lebih demand oriented, yaitu membekali peserta didik dengan karakter kewirausahaan (technopreneurship) dan melibatkan dunia usaha/industri sebagai mitra utama. Melalui pola teaching factory, optimalisasi kerja sama pendidikan dengan industri berdampak pada proses pembelajaran yang semakin berorientasi pada kebutuhan industri. Kerjasama (partnership) yang dibangun secara sistematis dan berdasarkan pada win-win solution menjadikan teaching factory sebagai penghubung antara dunia pendidikan dengan dunia usaha/industri yang akan mendorong terjadinya transfer teknologi guna meningkatkan kualitas guru dan soft skill bagi peserta didik. (*)
*)Penulis: Rosmiati, Mahasiswa Program Doktor Manajemen Pendidikan Unmul Samarinda.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post