BONTANG – Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan nomor O7/M-DAG/PER/2/2017 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan nomor 36/M-DAG/PER/9/ 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) membuat Perda Kota Bontang nomor 23 tahun 2002 tentang SIUP tidak relevan lagi. Sehingga Pemkot Bontang mengusulkan adanya perubahan.
Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni mengatakan saat rapat paripurna penyampaian nota penjelasan Raperda bahwa perubahan isi Perda meliputi tiga poin. Diantaranya, kesesuaian modal usaha yang akan menentukan klasifikasi perusahaan, penghapusan persyaratan izin gangguan (HO) pada setiap usaha, dan pembatasan jumlah bidang usaha yang tercantum di dalam SIUP yang berguna untuk mencegah terciptanya praktik monopoli usaha di Kota Bontang.
“Perubahan SIUP ini akan menciptakan iklim ekonomi yang positif dan menghadirkan usaha-usaha baru yang dapat menumbuh kembangkan usaha yang berkualitas. Secara umum akan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kota Bontang,” kata Neni, Senin (12/2) silam.
Surat lzin Usaha Perdagangan (SIUP) merupakan surat izin untuk melaksanakan usaha perdagangan. SIUP wajib dimiliki oleh orang atau badan yang memiliki usaha perdagangan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 46/M-DAG/PER/9/2009 pasal 2, menyebutkan bahwa setiap perusahaan perdagangan wajib memiliki SIUP. SIUP diberikan sebagai legalitas usaha di bidang perdagangan untuk menciptakan kemudahan, keseragaman, dan ketertiban sehingga dapat meningkatkan kelancaran pelayanan publik.
“SIUP ini berfungsi sebagai alat atau bukti pengesahan dari usaha perdagangan yang dilakukan, baik untuk pengusaha, Perseroan Terbatas, komanditer, koperasi, maupun perseorangan,” tambah Neni.
Sementara, Fraksi ADPS menyambut baik usulan perubahan ini. Anggota Fraksi ADPS Setiyoko Waluyo mengatakan perubahan Perda ini merupakan implementasi terhadap kebijakan perizinan yang ada di atasnya.
“Dalam rangka mendukung upaya perbaikan kondisi perekonomian dan dunia usaha yang mengalami kelesuan, serta memberi kemudahan bagi pelaku usaha di Kota Bontang,” kata Setiyoko saat membacakan pandangan Fraksi, Senin (19/2) lalu.
Lain lagi dengan Fraksi Gerindra yang menilai masih terdapat kelemahan terutama bagi usaha kecil atau mikro yang bersifat perorangan. Sekretaris Fraksi berlambang kepala burung garuda ini, Suwardi berpandangan di pasal 8 huruf C poin ketiga untuk memiliki SIUP diatur batas kekayaan bersih Rp 50 juta. Ia menilai akan memberatkan pengusaha muda di mana untuk memperoleh modal awal saja berasal dari kredit atau pinjam.
“Hal ini bisa menutup akses pengusaha kecil tidak bisa bergera, bahkan secara teknis di lapangan menimbulkan manipulasi data, agar bisa memperoleh SIUP kecil. Menurut kami (Fraksi Gerindra, Red.) perlu dihapus,” kata Suwardi.
Terpisah, Wakil Wali Kota Bontang Basri Rase menanggapi pandangan dari Fraksi Gerindra. Ia menyatakan SIUP hanya diperuntukkan bagi usaha perdagangan yang masuk klasifikasi kecil, menengah, dan besar.
“Untuk klasifikasi usaha mikro tidak wajib memiliki SIUP,” kata Basri saat menyampaikan tanggapan atas pandangan umum fraksi, Selasa (20/2) silam.
Terkait kekayaan bersih hingga Rp 50 juta sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah hanya perlu mendaftarkan usahanya saja. Saat ini pendaftaran usaha mikro telah dilayani oleh kelurahan tempat domisili pelaku usaha. Pelaku usaha mendapatkan dokumen Surat Keterangan Usaha sebagai bentuk legalitas. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: