bontangpost.id – Sehari setelah pemeriksaan oleh tim khusus (timsus) Polri, giliran Komnas HAM mendatangi Mako Brimob, Depok, Jawa Barat, untuk meminta keterangan Irjen Ferdy Sambo. Hasilnya, mantan Kadivpropam Polri itu mengaku sebagai aktor utama atau mastermind pembunuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat.
Jenderal bintang dua Polri itu pun membenarkan telah merekayasa peristiwa yang terjadi pada 8 Juli lalu. ”Dia (Sambo, Red) sudah menyampaikan semua hal yang dia katakan inilah peristiwa sebenarnya,” terang Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Keterangan yang disampaikan Sambo kepada Komnas HAM sekaligus menegaskan bahwa telah terjadi obstruction of justice dalam penanganan kasus tersebut. Sebab, rekayasa yang dilakukan Sambo mencakup perusakan tempat kejadian perkara.
Dalam pemeriksaan tersebut, Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dan Beka Ulung Hapsara turut serta. Mereka memeriksa Sambo di ruangan khusus yang tertutup.
Anam memastikan bahwa Yosua masih hidup ketika tiba di rumah dinas kepala Divisi Propam Polri. Pihaknya memastikan itu sebagai bagian dari upaya pencocokan waktu kejadian.
Komnas HAM juga memastikan komunikasi yang dilakukan Sambo dengan sang istri, Putri Candrawathi, di rumah pribadi mereka berdua di Jalan Saguling III, Kompleks Pertambangan Duren Tiga. ”Memang ada komunikasi antara Pak Sambo dan Bu Sambo yang memengaruhi, sangat memengaruhi peristiwa yang ada di TKP 46 (rumah dinas Kadivpropam),” ujar Anam tanpa menjelaskan isi komunikasi tersebut.
Selain itu, Anam mengungkapkan bahwa pihaknya mendalami peristiwa yang terjadi di Magelang, Jawa Tengah. Khususnya yang terkait dengan komunikasi antara Yosua dan kekasihnya, Vera Simanjuntak. Dia memastikan bahwa peristiwa itu memang terjadi. ”Ada sebuah peristiwa yang nanti kami rekomendasikan kepada penyidik dan sepertinya penyidik juga sudah melakukan pendalaman,” jelas dia.
Selanjutnya, Beka menambahkan, Komnas HAM akan meminta keterangan Bharada E dan Putri Candrawathi. Rencana memeriksa Bharada E kemarin batal lantaran di saat bersamaan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melakukan asesmen berkaitan dengan pengajuan diri sebagai justice collaborator. ”Sehingga kami menunda (pemeriksaan Bharada E) sampai Senin depan (lusa, 15/8),” ujarnya.
Khusus Putri Candrawathi, sampai kemarin kondisinya belum siap diperiksa. Karena itu, meski tim dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan sudah siap, pemeriksaan terhadap Putri urung dilaksanakan. ”Jadi, Bu Putri baru saja konfirmasi meminta untuk ditunda,” tutur Beka. Bukan hanya Komnas HAM, LPSK mengakui bahwa asesmen terhadap Putri yang sudah dilakukan tidak berjalan maksimal. Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution menyampaikan hal itu ketika diwawancarai Jawa Pos. ”Soal kemudian situasinya belum maksimal betul, iya. Narasinya belum lengkap betul,” kata dia.
Menurut Maneger, pimpinan LPSK akan merapatkan hasil asesmen terhadap Putri juga pada Senin lusa. ”Untuk diputuskan apakah (permohonan yang diajukan Putri) diterima atau tidak,” tegasnya. Selain itu, mereka terus memproses permohonan yang diajukan Bharada E. Bahkan, prosesnya menjadi prioritas LPSK. Meski Bharada E kembali berganti penasihat hukum, mereka memastikan bahwa permohonan sebagai justice collaborator tidak gugur.
Ronny Talapessy yang kini menjadi penasihat hukum Bharada E menyampaikan, pihaknya sudah bertemu dengan tersangka kasus pembunuhan Yosua tersebut. Dia mengaku sudah mendengar keterangan Bharada E.
Meski demikian, dia tidak bisa menyampaikan itu kepada publik. ”Karena bagian dari materi penyidikan. Jadi, mohon bersabar,” katanya. Yang jelas, dalam waktu dekat pihaknya mendatangkan saksi meringankan untuk Bharada E.
Sementara itu, pakar bidang kriminologi dan kepolisian dari Universitas Indonesia Adrianus Meliala menyampaikan bahwa pengakuan Sambo perlu didalami dan dicek silang dengan keterangan saksi maupun tersangka lain. Sebab, sejak awal keterangan salah seorang petinggi Polri tersebut berubah-ubah. ”Kita tidak bisa cepat-cepat percaya kepada yang bersangkutan,” ujarnya.
Termasuk keterangan soal pemicu peristiwa di rumah dinas kepala Divisi Propam Polri. Berdasar narasi awal yang diakui Sambo sebagai rekayasa, ada dugaan pelecehan seksual di rumah tersebut. Itu berbeda dengan keterangan terbaru Sambo yang menyebut terjadi tindakan yang melukai harkat dan martabatnya saat dia dan keluarga berada di Magelang. ”Biar saja Sambo ngomong begitu. Nanti dicocokkan dengan yang lain-lain, termasuk istrinya,” kata dia.
Sementara itu, ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan bahwa motif yang disampaikan Sambo kepada penyidik memang bisa saja memantik terjadinya pembunuhan. ”Membunuh demi kehormatan. Dilatari motif emosional,” ungkapnya.
Reza mengaku pernah hadir sebagai ahli dalam kasus serupa yang kini menyeret nama Sambo. Dalam kasus tersebut, terdakwa merasa terluka lantaran istrinya selingkuh.
Lantas, mengapa Sambo memilih rumah dinasnya sebagai lokasi pembunuhan? Reza meyakini bahwa itu sudah dikalkulasi. Sebagai perwira tinggi yang berpengalaman di bidang reserse, Sambo semestinya paham betul risiko melakukan pembunuhan di rumah dinas.
Namun, kata Reza, bisa jadi Sambo merasa rumah itu sebagai tempat yang tidak bisa ditembus siapa pun. ”Wilayah steril, tempat dia menguasai semua sisi. Rekayasa bisa dilakukan sekehendak hati,” imbuhnya.
Reza menyampaikan bahwa pangkat, jabatan, dan kekuasaan merupakan sumber daya yang biasanya masuk kalkulasi yang dibuat pelaku sebuah tindak kejahatan. ”Pelaku kejahatan berencana, termasuk pembunuhan berencana, yang berkedudukan sebagai mastermind akan menghitung empat unsur. Target, insentif, instrumen, dan sumber daya,” jelas dia. Menurut dia, Sambo sangat percaya diri dengan jabatannya bisa lepas dari tanggung jawab sebagai mastermind.
Sementara itu, tadi malam Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menyampaikan perkembangan penanganan kasus terkait dengan peristiwa di rumah dinas kepala Divisi Propam Polri. Dia menyatakan, penyidikan laporan dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan yang dibuat Bharada E dan laporan dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang disampaikan Putri sudah dihentikan.
Keputusan itu diambil Bareskrim setelah melaksanakan gelar perkara yang dipimpin langsung oleh Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. ”Penyidikan dua perkara itu kami hentikan karena tidak ditemukan peristiwa pidana. Bukan merupakan peristiwa pidana,” jelas Andi. (syn/c19/ttg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post