bontangpost.id – Pesan singkat WhatsApp (WA) dari Muliadi, pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) masuk ke gawai Agus Suyadi, 16 Desember 2021 malam. Isi pesannya terbilang singkat. Hanya berisi kalimat “telepon balik”. Karena sudah larut dan dia sudah tidur, pesan itu tak diresponsnya.
Dini hari, pada 17 Desember 2021, bakda subuh, bendahara Korpri PPU itu menindaklanjuti pesan itu. “Bakda subuh baru saya telepon balik. Di telepon Pak Muliadi bilang, bupati (Abdul Gafur Mas’ud, kini bupati nonaktif PPU) butuh uang Rp 1 miliar untuk nyalon dalam Musda Demokrat (Kaltim) di Samarinda,” ucapnya ketika diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Kamis (21/4).
Dia hadir sebagai saksi untuk terdakwa Ahmad Zuhdi, penyuap Abdul Gafur Mas`ud (AGM) dan beberapa pejabat di lingkungan Pemkab PPU yang tertangkap tangan KPK medio Januari 2022.
Dari panggilan udara itu, Muliadi memintanya mencairkan dana simpanan Korpri PPU dan diserahkan ke Ahmad Zuhdi. Nanti, kata Agus Suyadi, mengulang perkataan Muliadi kala itu, uang itu bakal diganti Zuhdi selepas proyek Kantor Pos Waru yang dikerjakannya dibayar Pemkab PPU.
Proyek itu tersendat pembayarannya lantaran pundi-pundi pemkab tengah cekak. Agus pun menjawab hal itu tak mungkin. Ada beberapa alasan pencairan itu tak mungkin terjadi. Selain karena nominal yang terlalu jumbo, setiap pengeluaran Korpri yang nominalnya di atas Rp 10 juta, harus melewati pleno pengurus dan harus melewati administrasi rumit di bank karena pencairan dengan nominal sebesar itu.
“Saat itu saya langsung diminta ke kantornya. Saya datang sebelum jumatan,” lanjutnya menerangkan. Di ruangan Plt Sekkab PPU, sudah ada Muhajir (Plt Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah/BKAD PPU) serta Ahmad Zuhdi.
Dalam pertemuan itu, Muliadi meminta Muhajir menjelaskan soal pembayaran proyek Zuhdi yang tersendat itu ke Agus Suyadi. Meski ragu, dia menjalankan perintah itu, mengingat Muliadi secara ex officio merupakan ketua Korpri PPU. Tapi, Agus memilih jalur aman. Mentransfer uang itu, bukannya mencairkan dan memberi uang tunai ke Zuhdi. “Kalau tunai hanya terdata rekening Korpri. Kalau transfer ‘kan terlacak ke rekening mana. Apalagi saya juga di-WA Pak Muliadi nomor rekening Zuhdi,” jelasnya.
Namun, sebelum jumatan, Zuhdi meneleponnya dan mengeluh mengapa dana itu ditransfer, sementara dia butuh uang tunai yang langsung diantar ke Ucup, ajudan AGM di Samarinda. “Selepas jumatan, Zuhdi datang ke rumah saya dan minta saya isi beberapa surat untuk pencairan itu. Saya tanda tangani, tapi dia saya minta ke bank sendiri,” katanya.
Tak lama berselang, pihak bank meneleponnya untuk membuat pernyataan mencabut transfer awal yang dilakukannya untuk mencairkan uang tersebut secara tunai.
“Saya ke bank urus administrasi itu. Cairkan bareng Zuhdi. Uang saya kasih ke dia dan kami pisah, dia langsung pergi. Saya balik ke rumah,” tuturnya menutup keterangan di depan majelis hakim.
Selain dia, ada beberapa saksi lain yang dihadirkan JPU KPK Moh Helmi Syarif, Putra Iskandar, dan Ferdian Adi Nugroho di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang dipimpin Ibrahim bersama Heriyanto dan Fauzi Ibrahim. Dua di antara saksi itu merupakan tersangka lain dalam perkara ini, yakni Muliadi (Plt Sekkab PPU) dan Jusman (Kabid Sarana dan Prasarana Disdikpora PPU). Saksi lain, Muhajir (Plt BKAD PPU) serta Damis dan Ahmad (rekanan dari PT Serumpun).
Ketika diperiksa secara virtual lantaran dirinya ditahan di Rutan KPK, Muliadi mengelak jika usul mengeluarkan uang senilai Rp 1 miliar dari rekening Korpri PPU, berasal dari dirinya. “Itu hasil diskusi saya bersama Muhajir dan Agus Suyadi,” akunya namun dibantah kedua orang yang disebutkannya tersebut.
Muhajir, lanjut dia, ketika ditanya soal cuan yang dibutuhkan bupati, mengaku tak bisa memenuhi hal tersebut. Uang di kas pemerintah sama sekali kosong, bahkan ada beberapa operasional pemerintahan yang belum terbayar.
Dari situ, terang dia, berinisiatif menggunakan dana Korpri PPU. “Itu bukan diskusi namanya. Itu usul saksi sendiri,” kata JPU Putra Iskandar menggerutu.
Keperluan AGM atas uang itu yang bakal digunakan untuk nyalon di Musda Demokrat Kaltim, diklaimnya hanya diketahui dari salah satu orang dekat bupati, yakni Asdarussalam alias Asdar. Namun, menyangsikan hal tersebut terlebih bukti percakapan dirinya dengan AGM dalam pesan WhatsApp, mengindikasikan dia tahu hal tersebut.
Bahkan, dari bukti yang diungkap JPU ke persidangan, Muliadi jugalah orang yang mengarahkan Zuhdi untuk mengantarkan uang itu ke Yusuf alias Ucup di Samarinda. “Itu hasil komunikasi dengan Asdar, Pak Jaksa,” elaknya.
Muhajir menerangkan tak tahu jika dana Korpri PPU itu telah dicairkan. Dia mengetahui hal itu selepas ditagih Agus Suyadi. “Pak Agus beberapa kali menelepon saya, gimana penggantian uang itu,” ucapnya ketika bersaksi.
Namun, pembayaran tak mungkin terjadi dalam waktu singkat. Lantaran PPU tengah dilanda badai defisit. Utang pihak ketiga yang semula hanya Rp 38 miliar pada 2020, melesat jadi Rp 400 miliar ketika tutup buku 2021. Hal itu menjadi imbas pendapatan daerah yang tak sampai target, sementara pengadaan barang dan jasa tak sedikit pun menyusut menyesuaikan kocek yang ada.
Padahal, lanjut dia, di awal 2021, dia sempat berkoordinasi dengan AGM untuk merasionalisasi semua pengadaan barang dan jasa yang bakal dijalankan. “Ada empat skema yang saya usul ke TAPD waktu itu. Namun, opsi utama yang ditawarkan membayar utang pihak ketiga dulu dan meniadakan seluruh pengadaan barang dan jasa, biar stabil arus keuangan,” jelasnya.
Usul itu tak berarti apa-apa. Lantaran AGM menilai hal itu justru mengganggu program prioritas dari visi-misinya memimpin PPU. Bahkan, AGM malah menerbitkan percepatan lelang pengadaan barang dan jasa ketika fulus tak ada. Alhasil, operasional pemerintahan dibuat timpang.
“Pembiayaan rutin pemerintahan seperti listrik dan air sempat mandek. Tunjangan pegawai hingga yang paling parah hibah gaji ke guru PAUD yang berujung demo karena 10 bulan belum cair,” tuturnya.
Pelunasan utang pihak ketiga pun baru bisa berjalan ketika laporan keuangan pada 2021 sudah di-review Inspektorat. “Masih berjalan saat ini,” bebernya. (riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post