bontangpost.id – Warga yang bermukim di RT 15 Lok Tunggul, atau tepat di belakang PLTU merasa terusik dengan debu batu bara yang merangsek masuk ke kediaman mereka. Tak berhenti di situ, limbah air panas yang dimuntahkan PLTU langsung ke laut pun ikut dikeluhkan. Warga mensinyalir, buangan limbah itu membuat mereka mesti berlayar kian jauh, hingga berkilometer jaraknya untuk mendapat hasil tangkapan laut dan rumput laut berkualitas. Lantas, bagaimana respon Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim?
Kadis Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim, Ence Ahmad Rafiddin Rizal mengatakan pihaknya pernah melakukan peninjauan akhir 2019 lalu. Hasilnya PT Graha Power Kaltim (GPU) selaku perusahaan pengelola PLTU mendapat teguran. Kendati begitu, Ence mengaku tak ingat persis apa kesalahan perusahaan hingga mendapat teguran dari DLH
“Sudah pernah lakukan pengukuran kualitas udara di sekitar wilayah itu. Mereka dapat teguran seingat saya,” kata Ence ketika dihubungi redaksi bontangpost.id, Jumat (26/3/2021) siang.
Lebih jauh, dia katakan pengukuran udara itu dilakukan lantaran DLH mendapat aduan masyarakat. Usai dilakukan pengukuran selama 24 jam, DLH nyatakan kualitas udara sekitar PLTU masih dalam keadaan normal. Tidak melampaui standar baku mutu yang telah ditetapkan.
“Waktu itu masih di bawah baku mutu. Kami kira persoalan ini sudah selesai. Ternyata di belakang berkembang lagi,” katanya.
Dalam dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal), kata Ence, ada disebutkan bahwa perusahaan wajib melakukan pemantauan kualitas udara secara berkala. Yang mana, hasil pemantauan itu mesti dilaporkan ke DLH provinsi dan kota. Tidak mesti DLH Kaltim yang selalu turun.
Dia menyebut, dengan cakupan area kerja yang luas serta minimnya personel, DLH tak bisa kerap lakukan pemantauan lapangan. Itu dilakukan hanya ketika DLH mendapat aduan dari masyarakat.
“Kaalau ada aduan, kami pastikan mereka lakukan pantuan tambahan. Dalam rangka mengcounter aduan itu. Itu juga menjadi acuan kami, apakah perusahaan akan diberi teguran, atau kalau meresahkan bisa diberi pembekuan izin lingkungan,” urainya.
Dia menekankan, PLTU memang menjadi otoritas DLH Kaltim. Lantaran PLTU beroperasi berbatasan laut. Meski begitu, DLH Bontang mestinya juga lakukan pemantauan. Ketika ada aduan masyarakat, mestinya mereka yang tahu duluan. DLH kota melakukan pemantauan. Laporan pantauan diteruskan dan hasilnya bakal ditetapkan DLH provinsi.
Sementara untuk limbah air panas, Ence mengaku dirinya belum mendapat aduan soal itu. Sebabnya dia menyarakankan redaksi menghubungi Kasi Pengaduan DLH Kaltim, Ahmad Fais.
“Untuk jelasnya mungkin bisa hubungi Pak Fais. Dia yang pernah tinjau langsung di lapangan,” Ence menyarankan.
Redaksi menghubungi Fais melalui sambungan telepon. Dia merespons namun enggan berkomentar lebih jauh. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post