bontangpost.id – Deru mesin perahu terdengar samar. Mata seorang pria paruh baya dari Suku Pattae menatap jauh ke lahan bakau di perairan Berbas Pantai, Bontang Selatan. Air laut mulai surut, sementara ratusan pasang mata mendamba puluhan perahu berlomba-lomba membelah laut.
Ada tradisi yang lahir di tengah masyarakat Suku Pattae sejak dahulu. Salah satu etnis yang berasal dari wilayah sebelah barat Pulau Sulawesi, yakni Kabupaten Polewali Mandar. Tradisi yang terus hidup turun temurun, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Masyarakat menyebutnya Massorong.
Tradisi itu dibawa masyarakat Suku Pattae ke manapun dan di manapun mereka berada. Sama halnya dengan sekitar 400 masyarakat Suku Pattae yang menggantungkan hidupnya di pesisir Bontang. Mayoritas penduduknya melaut dan mencari ikan.
Massorong menjadi tradisi perwujudan rasa syukur atas hasil alam dari bumi yang selama ini dipijak. Mereka hidup dari hasil laut. Berteman dengan gelombang, membawa gerombolan ikan yang berenang di bawah perahu. Hamparan laut menjadi ladang penghidupan. Segala rasa syukur dan keyakinan itu membulat, dan Massorong menjadi bentuk pengingat atas kebaikan alam.
“Puluhan tahun saya hidup di Bontang dan tradisi ini masih dilestarikan hingga sekarang,” tutur Abdul Gani, salah satu tokoh adat Suku Pattae.
Pria paruh baya itu mengisahkan Massorong, bukan sekadar warisan nenek moyang, namun juga pelajaran hidup. Dalam tradisi Massorong, masyarakat mengarungkan sejumlah makanan di laut. Menyajikan sokko’, yaitu ketan berwarna putih, hitam, dan kuning lalu diberi telur di atasnya. Hal itu memiliki makna yang dibawa dari keyakinan.
Ia menjelaskan, ketiga ketan itu melambangkan hati, jantung, dan paru-paru serta lebih menyiratkan makna secara lahiriah. Bila ketiga organ tersebut rusak, maka tidak ada hidup. Mengingatkan untuk hidup apa adanya, bertanggung jawab atas hidup yang dijalani, dan menerima nasib yang telah ditetapkan.
Jika dikaitkan dengan spiritual, sebelum lahir ke dunia, manusia telah diperlihatkan bagaimana hidupnya. Telah diciptakan sesuai nasibnya, sehingga menjalani hidup sepenuhnya didasarkan pada apa yang telah diberikan Tuhan.
Adapun Massorong dilakukan dua kali dalam satu tahun. Pada awal tahun, Massorong ditujukan untuk harapan agar menjadi lebih baik. Sementara di akhir tahun, Massorong mengingatkan apa saja yang telah terjadi satu tahun terakhir, sebagai bentuk evaluasi diri dalam situasi yang telah dihadapi.
Kendati begitu, makanan yang telah dilarung ke laut masih dapat dicicipi oleh masyarakat. Hal itu sekaligus menjawab pertanyaan soal mubazir. Namun tidak boleh dibawa pulang ke rumah, hanya boleh disantap di tengah atau di pinggir laut.
“Itulah mengapa disebut berpesta dengan alam semesta,” lanjut dia sambil tersenyum.
Lebih jauh, ia mempercayai bahwa segalanya lahir dari alam. Adanya air, tanah, udara, dan matahari menjadi pendamping manusia. Apa yang tersedia di alam, dinikmati pula oleh manusia. Ia mengibaratkan rerumputan yang hidup dan terus tumbuh meski telah dipangkas menandakan bahwa seperti itu juga manusia hidup, harus bertumbuh.
Binatang yang hidup di dalam hutan tak pernah takut kekurangan makanan. Mereka tetap hidup selayaknya. Minum dari air yang mengalir, makan dari sumber alam yang tersedia.
“Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari alam. Tidak ada yang dapat melihat sosok Tuhan. Tetapi melalui alam, manusia dapat merasakan kehadiran Tuhan,” imbuh dia.
Tradisi Massorong dilakukan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Bagi masyarakat Suku Pattae yang hidup sebagai petani, Massorong dilakukan di sawah atau ladang tempat mereka bekerja. Biasanya dilakukan sebagai bentuk rasa syukur karena hasil panen yang telah didapatkan.
“Caranya kurang lebih sama, hanya tempatnya yang berbeda. Kami melakukannya di laut, karena kami hidup dari hasil laut. Tapi ya harus saat pasang, kalau surut mana mungkin sampai ke tengah laut,” ujarnya sambil melempar canda. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post