Tri Ismawati dan Keterwakilan Perempuan dalam Politik

Tri Ismawati dilantik jadi anggota DPRD Bontang (ist)

bontangpost.id – Keterwakilan perempuan untuk mengisi kursi legislatif mengisyaratkan pemenuhan hak yang sama antara perempuan dan laki-laki dalam bidang politik.

Tri Ismawati mencatatkan namanya dalam daftar anggota DPRD Kota Bontang untuk sisa masa jabatan 2019-2024. Mengambil bagian dalam dunia politik yang mengharuskannya mengabdi, meski hanya hitungan sasi.

Perempuan kelahiran Bontang, 16 Mei 1991 itu tumbuh di keluarga yang familiar dengan politik. Ayahnya dulu seorang politikus dari partai berlambang beringin. Dari sana ia menyadari bila kehidupan politik mengalir dalam darahnya.

Meski begitu menurutnya, bergabungnya ia dalam partai politik menjadi momentum awal perjalanan karirnya. Maju sebagai pemula, setelah memutuskan cukup lama. Berbekal pengalamannya di organisasi perguruan tinggi, ia lantas meneguhkan keyakinannya untuk terjun sepenuhnya. Supaya lebih banyak aspirasi tersampaikan. Lebih banyak hal terwujudkan.

“Awal masa perkuliahan, saya pernah ikut andil dalam organisasi kampus seperti BEM. Saya bawa pelajaran yang pernah saya dapat. Saya jadikan dasar untuk berpartisipasi dalam politik yang sesungguhnya,” ujarnya dalam wawancara bersama redaksi bontangpost.id.

Tri, sapaan akrabnya, berhasil keluar sebagai alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta, dalam waktu tiga setengah tahun. Tempat dilahirkannya banyak politikus, salah satunya Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Hal itu membuatnya terbiasa dengan aksi dan orasi, serta belajar politik dan berorganisasi.

Ia kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya. Mengambil kuliah di malam hari sebab ia juga harus bekerja. Tak ada alasan khusus untuk dirinya kembali bersekolah. Hanya ‘iseng’, tetapi berhasil menjadi magister ekonomi hanya dalam waktu 14 bulan.

Dapat dikatakan waktu yang singkat, hingga cukup membuat dosennya bertanya, “Ngapain sih buru-buru lulus,” ujarnya sambil menirukan gaya bahasa pengajarnya itu.

Walaupun memiliki latar belakang pendidikan ekonomi, hal itu tidak membuatnya mundur. Keikutsertaannya dalam pemilu periode 2014-2019 lalu pun membawa namanya menduduki posisi kedua dengan perolehan suara terbanyak dari partai pengusungnya, yakni Partai Berkarya.

Padahal, itu merupakan kali pertama ia melangkah sebagai calon legislatif. Tak pernah terpikir di benaknya bahwa ia akhirnya dapat bergabung, meneruskan jejak ayahnya dalam garis politik. Meski bukan dari bendera yang sama.

Baginya, berat untuk maju sebagai calon legislatif. Apalagi hanya berbekal pengalaman organisasi. Namun keluarganya mendukung penuh. Apalagi setelah mengetahui aturan keterlibatan perempuan pada pemilu sebesar 30 persen. Membuat api semangat berkobar dalam dadanya. Membuat suara hatinya turut tergerak.

Adapun menurut dia, keterlibatan perempuan memberi dampak cukup besar. Secara sadar atau tidak, peran perempuan dibutuhkan dalam seluruh aspek kehidupan. Tidak hanya ekonomi, tetapi juga politik.

Bahkan menurutnya, perempuanlah yang lebih banyak terjun langsung melihat kondisi masyarakat. Persoalan yang terjadi di pasar, khususnya harga bahan pangan, memberi perhatian soal kesehatan, bahkan pendidikan.

Pemuda bisa, wanita bisa. Terjunnya ia dalam bidang politik membawa harapan akan kesetaraan. Mematahkan stigma bila peran perempuan hanya berputar soal dapur. Perempuan punya ruang untuk berdaya.

“Saya bangga banyak perempuan terjun (ke politik), dan saya bangga menjadi bagian dari itu,” sebutnya.

Sejatinya, banyak parpol yang menawarinya bergabung untuk maju dalam kontestasi pemilu periode ini. Namun ia melihat persaingan politik musim ini cukup sulit. Jika demikian, ia memilih untuk tetap bersama dengan Partai Berkarya.

“Jadi saya memutuskan untuk tidak bergabung dulu periode ini,” tandasnya. (*)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version