Ketukan palu terdengar dari sebuah ruangan dengan panjang sekira 4 meter dan lebar 2 meter. Tampak 3 perempuan tengah mematri daun yang telah dilapisi plastik bening ke sebuah kain putih polos.
Sesekali juga terdengar deru mesin jahit listrik yang digerakkan 4 orang wanita, tengah merajut kain dengan corak warna warni dan motif daun. Beberapa perempuan lainnya juga ada yang sedang menyetrika.
Salah satunya Syahida, perempuan berhijab ini tengah memverifikasi satu persatu hasil karya kelompoknya, Kelompok Perempuan Matahari. Produk berupa taplak meja, tas dan kain merupakan pesanan orang dari Jakarta.
“Ini namanya batik daun jajar mas,” ungkap Syahida yang juga Ketua Kelompok Perempuan Matahari, sambil tangan kanan memperlihatkan sebuah kain sutra bermotif daun, saat ditemui di workshopnya di RT 1 Kelurahan Guntung.
Dia menceritakan, sebelumnya usaha ini terbentuk sejak juni lalu. Berawal dari sebanyak 20 orang perempuan warga RT 1 yang sedang duduk santai di teras rumah batu berwarna hijau. Di tengah mengobrol, muncul ide untuk membuat sebuah karya yang dapat menambah pundi-pundi rupiahnya. Dari pada hanya mengoceh yang tak penting.
Terbesitlah mengubah bahan dari alam menjadi barang berharga. Sekumpulan ibu rumah tangga ini dengan penuh semangat langsung menyebar di sekitaran lingkungan tempat tinggalnya, dengan mengemban tugasnya masing masing. Ada yang mengambil daun dan mengumpulkan batang kayu bekas. Daun yang terkumpul seperti daun jarak dan daun katuk, langsung diproses dimasukkan ke dalam panci yang berisi air, dimasak beberapa menit hingga air mendidih. Begitu pula batang kayu, seperti batang pohon mangga dan mengkudu.
Daun yang direbus berguna sebagai motif di kain, sedangkan batang pohon berguna sebagai pewarna. Berbekal ilmu otodidak dan menonton Youtube. Salah satu kain yang dibawa dari rumah masing-masing ini dimasukkan ke dalam air rebusan kayu, beberapa menit kemudian diangkat, selanjutnya menempelkan daun.
Namun sayangnya, usaha itu gagal. Daun tidak dapat menempel ke kain. Beberapa bulan mencoba, lagi-lagi gagal. Hal ini menyurutkan semangat 8 anggota, yang memutuskan mundur dari usaha tersebut. “Kami awalnya 20, karena gagal, yang lain keluar,” paparnya.
Enam bulan berjalan, jari tangan ke-12 orang yang tersisa semakin mahir, setelah ditambah pelatihan yang diberikan sebuah perusahaan ternama di Kalimantan. Berhasil membuat kain polos dengan warna rebusan kayu dan motifnya dari daun. Yang dibentuk menjadi barang jadi seperti selendang, tempat tisu, baju, tas tangan, sarung bantal, jilbab dan lainnya.
“Cuman Allah saja yang tahu dan mungkin karena semangat kami mas. Kalau dibandingkan dengan awal kami membuat itu tidak ada bedanya sama sekali, tapi sekarang malah jadi,” ucapnya.
Kini usahanya yang baru berusia setahun telah menghasilkan omzet puluhan juta rupiah. Dan hasil karya ciptanya ini telah diminati warga luar daerah seperti Sangatta, Samarinda. Lebih jauh lagi, luar Kalimantan seperti Yogyakarta dan Jakarta. “Sudah ribuan pesanan yang kami buat, sekarang kami bisa menggaji orang,” ucapnya.
Hasil produksi dipatok dengan harga bervariasi, dari Rp 16 ribu sampai Rp 600 ribu. Produknya mempunyai keunggulan dari barang yang lain. Yakni warna yang dihasilkan tidak bisa sama. Hal ini lah yang membuat minat orang tinggi terhadap batik daun jajar ini. “limited edition, walaupun kain dimasukkan ke air yang warnanya sama, pasti hasil warnanya tidak bisa sama,” ujarnya.
Mereka pun kini bangga. Sebelumnya RT tempat dia tinggal terkenal vakum dengan kegiatan apa pun. Kini telah dapat membuahkan karya yang dapat meningkatkan perekonomian warga sekitar. “Kalau mau pesan bisa menghubungi WA saya 081350464370 atau melihatnya kerajinannya di Instagram dengan akun @batik_daonjajar,” katanya. (Zaenul)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post