bontangpost.id – Penajam Paser Utara (PPU) mesti mampu menjadi surga bagi masyarakatnya sendiri. Terlebih dengan wacana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kaltim, mitigasi konflik sosial budaya sangat penting agar tidak merugikan warga lokal.
Dikatakan Daryono, konflik sosial yang terjadi di daerah yang kini menjadi calon IKN baru tidak hanya persoalan tanah, tapi juga kemiskinan dan kriminalitas pun harus diperhatikan. Serta mengingatkan pemerintah akan tanah yang merupakan aset daerah mesti diselamatkan agar ke depan bisa digunakan demi kepentingan publik.
Tanpa perlu membangun atau membentuk lembaga baru, menurut dia, keberadaan dinas terkait kini harus lebih meningkatkan quality control-nya. Supaya kaum marginal tidak menjadi korban seperti kasus-kasus yang sudah ada sebelumnya. Tanah mereka direbut paksa, sekalipun memiliki sertifikat.
Agar tidak terjadi kecemburuan dan kesenjangan sosial lainnya, Daryono juga menuturkan, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di daerah harus diberi bekal serta pengalaman. Sebab, UKM memiliki potensi besar dalam nilai perekonomian. Pembekalan mulai dari ide, marketing, hingga budgeting bila memang diperlukan. Serta melibatkan mereka dalam berbagai pameran ataupun mengikutsertakan di berbagai perlombaan.
“Bekal dan pengalaman penting, ibarat keran harus dibuka lebar supaya (pelaku UMKM) mereka mendapatkan akses, siap bila ada pendatang dari luar dan siap bersaing. Karena UMKM punya kontribusi dalam penguatan ekonomi nasional sehingga harus diperhatikan,” ungkapnya.
Lanjut dia, pengembangan sumber daya manusia (SDM) tidak hanya bagi pelaku UMKM, tetapi para pejabat publik atau masyarakat mulai dari RT hingga kepala daerah, harus capable, memiliki integritas, dan visioner.
“Jangan sampai kaya rencana, tapi tidak ada aksi. Supaya tidak ada ketimpangan, SDM lokal harus dikembangkan. Agar kota penyangga maupun IKN sama-sama memiliki SDM yang berkualitas,” tegasnya.
Sejauh ini, dia melihat regulasi atau pendekatan bantuan bagi UMKM tidak jelas. Wajar bila terjadi kekhawatiran dari masyarakat marginal. Begitupun regulasi pertanahan sampai sekarang dirasa masih sangat rumit. Membuat konflik dan gejolak sosial tidak bisa dihindari, baik dengan pemerintah maupun korporasi.
“Konflik kepentingan tidak hanya dengan pemerintah tapi juga korporasi, yang melakukan eksploitasi dan tindakan represif terhadap masyarakat lokal. Maka, bila tidak segera disikapi dengan regulasi yang tepat konflik itu terus terjadi. Membuat ongkos sosial dan target pembangunan sulit tercapai,” tuturnya.
Reformasi di bidang agraria masih dipertanyakan. Draf rancangan reformasi regulasi pertanahan belum ada. Sentralisasi terkait pertanahan, kata Rendy, merugikan masyarakat. Banyak kasus ditemukan, masyarakat lokal terusir dan kehilangan tanah leluhur yang telah mereka jaga dari generasi ke generasi.
Kalah dengan penguasa atau korporasi maupun pemilik kepentingan hanya dalam waktu relatif singkat. Sehingga membuat keberadaan sertifikat kini bukan lagi jaminan.
Di samping itu, dia mengimbau seluruh instansi dan stakeholder bisa duduk bersama demi wujudkan pembangunan IKN di Kaltim. Mencerna masalah atau konflik dan membuat solusi bersama. Dia mengingatkan pula kepada pemerintah untuk bisa melibatkan para akademisi maupun para ahli atau spesialis lokal, bukan hanya mengandalkan orang dari luar daerah atau luar negeri. (lil/dwi/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post