BALIKPAPAN-Alih fungsi lahan di Kaltim belakangan berlangsung cukup sporadis. Dari kawasan hutan yang masuk areal penggunaan lain (APL) seluas 4,3 juta hektare, sekitar 1,1 juta hektare di antaranya telah habis digarap menjadi kawasan perkebunan.
Berdasarkan data dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kaltim, dari lahan seluas 1.113.146 hektare yang difungsikan sebagai area perkebunan itu, hak guna usaha (HGU) telah dimiliki oleh 879 pengusaha.
Kepala Kanwil Kementerian ATR/BPN Kaltim Mazwar mengatakan, semua HGU tersebut tersebar di delapan kabupaten/kota di provinsi ini. Dari semua HGU itu diketahui belum ada satu pun yang berakhir masa kontrak kerja atau melakukan perpanjangan.
“Untuk Kaltim dan Kaltara, total sertifikat HGU yang telah diterbitkan ada 982. Luas arealnya sebesar 1.299.802 hektare,” ungkap dia yang disambangi di kantornya di Jalan M Yamin, Samarinda, Selasa (18/2).
Jumlah HGU yang paling sedikit berada di Balikpapan. Sementara HGU terbanyak dan terluas berada di Kutai Timur (Kutim). Yakni terdapat 292 HGU dengan luas 351.991 hektare (lihat grafis). “Kalau di Balikpapan ada dua HGU dan luas lahannya hanya 34 hektare,” paparnya.
Jika dibandingkan dengan awal tahun 1990-an hingga awal 2000-an, sambung Mazwar, pemberian penguasaan HGU di Kaltim saat ini sudah cukup terbatas. Jika dulu dapat berkisar hingga ratusan ribu hektare untuk satu HGU, maka sekarang izin kepemilikan HGU paling besar di angka 10 ribuan hektare.
“Sekarang rata-rata HGU hanya sekitar lima atau enam ribu hektare saja,” sebutnya. “Kalau ada HGU yang memiliki di atas puluhan ribu hektare. Itu biasanya memang dikuasai oleh korporasi (badan usaha). Kalau untuk individu, sejauh ini belum ada,” katanya.
Pengajuan dan penguasaan lahan untuk individu atau perseorangan, sesuai Peraturan Menteri ATR Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha, dibatasi hanya 25 hektare. Kebanyakan dari pengajuan individu itu dimanfaatkan untuk kegiatan tambak. “Kebanyakan yang memiliki itu ada di Bulungan (Kaltara). Di situ, banyak tambak milik perseorangan dan dimanfaatkan untuk tambak udang atau ikan,” sebutnya.
Untuk dapat memperoleh HGU saat ini terbilang tidak mudah. Persyaratan untuk memperolehnya cukup ketat. Selain karena harus memiliki izin lokasi, pemohon HGU juga harus menyiapkan beberapa berkas pelengkap seperti analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), feasibility study (FS), dan beberapa persyaratan lain. “HGU berlaku paling lama 35 tahun. Baik perpanjangan atau pembaruan HGU belum ada di Kaltim,” katanya.
Sementara untuk izin usaha pertambangan (IUP), dari hasil penelusuran yang dilakukan Kaltim Post mendapatkan beberapa fakta menarik. Selain Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto yang disebut-sebut memiliki lahan perkebunan dan pertambangan di Benua Etam, nama lain yang juga disebut-sebut memiliki penguasaan atas IUP yakni Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan.
Dari data diperoleh media ini, Luhut diketahui memiliki empat perusahaan pertambangan yang bergerak di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar) dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan yang dimaksud yakni PT Indomining. Perusahaan ini diketahui berlokasi di Kecamatan Sangasanga dan memiliki lahan seluas 683 hektare.
Perusahaan lain yang dikait-kaitkan dengan nama Luhut yakni PT Adimitra Baratama Nusantara (ABN). Perusahaan ini juga berlokasi di Sangasanga dan memiliki luas lahan konsesi sebesar 2.990 hektare. Selain itu, ada juga perusahaan PT Trisensa Mineral Utama (TMU). PT TMU diketahui berlokasi di Kecamatan Muara Jawa dan mengelola lahan seluas 4.414 hektare.
Dua perusahaan lainnya yakni PT Kutai Energi I dan PT Kutai Energi II yang berlokasi di Kecamatan Loa Janan dan Muara Jawa. PT Kutai Energi I disebut memiliki konsesi seluas 4.461 hektare dan PT Kutai Energi II mengelola lahan seluas 2.471 hektare.
Kepala Bidang Penguasaan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Akfar mengaku tidak berani memastikan apakah keempat perusahaan yang dimaksud adalah milik Luhut.
Namun demikian, ia mengaku, jika dirinya memang pernah mendapatkan informasi jika keempat perusahaan itu merupakan milik Luhut. “Saya memang pernah mendengar informasinya seperti itu. Cuma untuk memastikannya, saya juga belum dapat mengatakannya,” tutur dia kepada Kaltim Post.
Berdasarkan data yang dimiliki Dinas ESDM Kaltim, diketahui keempat perusahaan itu mengajukan perizinan pertambangan di bawah tahun 2000-an. Operasi produksi keempat perusahaan itu baru mulai berjalan sekitar 2009 lalu.
“Saya enggak tahu seperti apa persisnya. Apakah di aktanya itu ada nama Pak Luhut Binsar Panjaitan atau tidak. Tetapi memang nama (Pak Luhut) itu cukup populer (sebagai pemilik atau pemegang saham keempat perusahaan itu). Mulai Bukit Soeharto sampai Sangasanga, ada beberapa IUP, itu masuk grupnya ABN dan Indomining. Itu overlapping sama perkebunan,” ungkapnya.
Menurutnya, sejauh ini belum ada proses pengajuan perpanjangan izin yang dilakukan IUP di Kaltim. Termasuk keempat perusahaan yang dikaitkan dengan nama Luhut. Sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, IUP diberikan selama 20 tahun.
“Kalau IUP-nya sudah berakhir, maka diberikan masa perpanjangan selama dua kali. Masing-masing 10 tahun. Untuk IUP yang sudah ada, belum ada lagi yang mengajukan proses perpanjangan,” jelasnya.
OLIGARKI LAHAN
Serangan Capres Joko Widodo ke lawannya dalam debat kandidat Minggu (17/2) lalu membuka tabir baru. Bukan soal pernyataan pukulan akan kepemilikan hak guna usaha (HGU) Prabowo Subianto di Kutai Timur dan Berau. Tapi, ada keterikatan akan oligarki mengakar yang sudah menahun terjadi tanpa terbendung.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim Yohana Tiko menyebutkan permasalahan lingkungan di Kaltim terbilang kompleks. Alasannya, industri perusak lingkungan marak tumpang tindih, dari IUP hingga HGU perusahaan sawit. “Ini menjadi lumrah dalam penerbitan izin di Kaltim,” sebutnya.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim saja misalnya, kondisi riil berbanding terbalik dengan yang tertulis. IUP justru menyasar nyaris 724 desa se-Kaltim dengan luasan beragam. “Ada 41 desa yang luas IUP yang terbit menyentuh 100 persen luasannya,” lanjutnya.
Pola ketimpangan timbul jika menilik SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2014 lalu. Pemilihan peruntukan hutan untuk fungsi produksi hutan. “Tapi pemanfaatan ruang justru menyentuh angka 11,6 juta hektare. Ini jelas bisa dibilang menyentuh nyaris keseluruhan luas daratan Kaltim,” sebutnya.
Dari luasan IUP se-Kaltim ada 1,6 juta hektare lahan yang juga memiliki izin perkebunan sawit yang terdiri dari 1 juta hektare HGU dan 637 ribu hektare kadastral atau luas lahan yang tengah berproses izin untuk terbit izin perkebunan sawit.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim bahkan mencatat hampir 43 persen luasan Kaltim dicaplok IUP. Ada 4 juta hektare lebih luas Benua Etam sudah dikaveling industri ekstraktif itu. Kondisi tersebut bisa ditakar lewat capaian emas hitam yang berhasil dikeruk.
“Menukil RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional), jumlah 150 juta metrik ton batu bara yang masuk untuk menghasilkan devisa. Kaltim pada 2017 menyumbang 82,87 juta metrik ton,” ucap Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, kemarin (19/2).
Jumlah itu terbilang kecil jika berkaca pada 2012, tahun di mana pertambangan begitu perkasa di Kaltim. Saat itu, kata Darma, Kaltim bahkan sukses mengeruk isi perut Kaltim hingga 250 juta metrik ton. Kecenderungan memahami prestasi dalam kesuksesan akan gemuknya anggaran yang mampu dikelola, bukan pada kontinuitas kebutuhan kaltim.
Konteks yang tertuang dalam RTRW Kaltim pun memiliki kecenderungan menyesuaikan IUP yang disebar. “Justru menyesuaikan keperluan pasar. Bukan membatasi dan memilah kebutuhan dasar akan keberlangsungan daerah. Mestinya bersandar pada daya dukung dan daya tampung kawasan,” sambungnya.
Hadirnya kebijakan akan IUP clean and clear (CnC) tak ayal menjadikan alat legal memutihkan dosa-dosa pertambangan akan kerusakan alam di Kaltim. Wujud oligarki yang ada jelas terlihat pada skala figur nasional yang memiliki pengaruh pada kebijakan. Dia menilai ada 250 perusahaan di Kaltim yang tumpang tindih kawasan dengan luas 772.289 hektare.
Diwartakan sebelumnya, debat calon presiden (capres), Minggu (17/2) malam, masih menyisakan banyak pertanyaan. Khususnya bagi publik Kaltim. Soal pernyataan calon incumbent Joko Widodo (Jokowi). Menyebut Capres Prabowo Subianto menguasai tanah di Bumi Etam. Luasnya 220 ribu hektare.
Mendalami informasi tersebut, Kaltim Post mengonfirmasi ke Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim dan Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim, Senin (18/2). Ditemui di kantornya, Jalan MT Haryono, Samarinda, Kepala Dinas ESDM Kaltim Wahyu Widhi mengaku tidak begitu mengetahui lahan yang dikuasai Prabowo di Kaltim. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan.
Menurut dia, karena lahan yang disebutkan masuk hak guna usaha (HGU) dan HTI, maka pengelolaan dan perizinannya ada di Dishut Kaltim. Selain itu, pihaknya perlu melakukan pengecekan terlebih dahulu, apakah di lahan HTI yang dimaksud terdapat aktivitas pertambangan atau tidak. “Apakah di situ (lahan HTI) ada tambang punya Pak Prabowo atau tidak, saya juga belum tahu. Tapi kalau lahan (220 ribu hektare) itu masuk HTI, ya saya tahu,” kata dia.
Kaltim Post menelusuri sejumlah perusahaan yang beroperasi di Kaltim yang diduga terkait dengan Prabowo. Di antaranya, PT Tanjung Redeb Hutani yang bergerak di bidang kehutanan dan perkebunan di Berau.
Selain itu, PT Kiani Lestari. Perusahaan itu bergerak di bidang pengolahan kertas dan bubur kertas di Berau. Lalu PT Belantara Pusaka yang bergerak di bidang perkebunan di Berau. Ada pula PT Kiani Hutani Lestari yang juga di Berau bergerak di bidang kehutanan dan perkebunan.
Kemudian, PT Kaltim Nusantara Coal (KNC) di Kutai Timur (Kutim) yang bergerak di bidang penambangan batu bara. Kasus PT KNC dulu sempat bikin heboh. Lantaran memenangi gugatan perebutan konsesi tambang batu bara seluas 10.000 hektare di Kutim dengan pihak asing Churchill Mining Plc asal Inggris, 2013 lalu.
Diwawancarai terpisah, Gubernur Kaltim Isran Noor ditemui di Kegubernuran Kaltim, juga tidak banyak memberikan komentar terkait lahan yang dikuasai Prabowo di Kaltim. Pria yang pernah menjabat bupati Kutim itu justru terkesan tidak ingin ambil pusing.
“Kenapa masalahnya? Masalahnya apa (sampai) jadi disoal? Kenapa memang dengan masalah kepemilikan (lahan Prabowo). Apa ilegal? Kalau enggak, kenapa diurusi,” imbuhnya sambil berjalan ke luar menuju mobil dinasnya.
Isran enggan mengomentari masalah yang bernuansa politik. Menurut dia, ketika Prabowo memang memiliki konsesi di Kaltim, baik itu perkebunan maupun pertambangan, sepanjang itu legal, maka seharusnya tidak perlu dipermasalahkan.
“Kan enggak ada masalah. Saya enggak mau komentar hal-hal yang menyangkut politik. (Terus) yang 220 ribu hektare itu, benar enggak itu? Ngapain mengurusi itu. Bernuansa politik. Enggak usah,” katanya.
Jika pun nantinya Prabowo melepaskan lahan seluas 220 ribu hektare yang dia kuasai sebagaimana pengakuannya di debat kedua pilpres, menurut Isran, itu menjadi urusan yang bersangkutan. Sebagai pengusaha, menurut dia, Prabowo tentu pasti memiliki pertimbangan dan perhitungan sebelum melepas itu.
“Kalau dilepas, itu bagus kalau begitu. Tapi itu urusan yang menguasai (lahan), mau enggak dia melepas. Kalau Pak Probowo, orangnya kan sudah siap. Kalaupun diserahkan, ya gimana manfaatnya untuk rakyat,” tuturnya.
Adapun sebelumnya, Prabowo mengakui menguasai lahan 220 hektare di Kaltim tersebut. Namun, dia mengaku hanya memiliki HGU. Sementara tanah tersebut milik negara. “Itu benar. Tapi itu HGU. Setiap saat negara bisa ambil kembali. Kalau untuk negara, saya rela kembalikan itu semua,” ucap Prabowo. “Tapi daripada jatuh ke orang asing, lebih baik saya yang kelola karena saya nasionalis dan patriot,” pungkas Prabowo. (*/drh/*/ryu/rom/k18/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post