bontangpost.id – Perkara piutang pengelolaan eks bangunan Wisma Atlet memasuki babak baru. Humas Pengadilan Negeri Bontang I Ngurah Manik Sidharta mengatakan kedua belah pihak yakni penggugat dan tergugat hadir dalam sidang yang digelar pekan lalu. Hasilnya proses persidangan lanjut ke tahapan mediasi. Mediator diambil dari Pengadilan Negeri Bontang.
“Karena hadir semua maka lanjut mediasi. Nantinya wewenang mediator terkait hasil dari proses itu,” kata Manik.
Proses mediasi itu sendiri diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung 1/2016. Durasinya ialah 30 hari dengan dapat diperpanjang selama 30 hari berikutnya. Jika mediasi gagal maka lanjut ke tahapan persidangan dengan agenda pembacaan gugatan. Namun jika berhasil tergantung kesepakatan kedua belah pihak.
“Bisa saja berkas perkara dicabut atau penandatanganan akta perdamaian,” ucapnya.
Diketahui, pengelola wisma atlet sebelumnya yakni PT Grawita Berkat Abadi (GBA) menggugat dua pejabat Bontang. Meliputi Wali Kota Bontang dan Sekretaris Kota (Sekkot). Ketua Pengadilan Negeri Bontang Sofian Parerungan mengatakan berkas gugatan itu masuk kategori wanprestasi.
Tedapat enam petiltum yang diajukan. Pertama meminta majelis hakim untuk mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Selain itu, menyatakan sebagai hukum bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi. Ketiga, menghukum para tergugat untuk membayar uang ganti rugi kepada penggugat. Sebesar Rp 4.879.000.000 secara materiil dan secara immaterial sebesar Rp 1.360.640.000. Artinya total keseluruhan kerugian sebesar Rp. 6.239.640.000.
Berikutnya, menghukum para tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 1.000.000 per hari. Setiap keterlambatan melaksanakan putusan perkara ini. Menyatakan sebagai hukum bahwa putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada verzet, banding dan Kasasi. Serta menghukum para tergugat untuk membayar biaya perkara.
Dijelaskan dia perkara ini lantaran ada pemutusan kerja sama sepihak. Masalah ini sudah terjadi sejak 2015 silam. Kemudian pengelola memiliki hutang sebesar Rp 6 miliar kepada Pemkot. Namun sudah dilakukan perhitungan appraisal dan kedua belah pihak tidak mempermasalahkan. Akan tetapi ada piutang yang harus dibayar oleh penggugat. Masalahnya besaran perhitungan antara tergugat dan penggugat berbeda. Ia belum bisa memastikan nominalnya dari piutang ini.
“Intinya ada selisih. Memang sudah ada pembicaraan sebelumnya tapi tidak ada titik temu. Itu permasalahannya,” ucapnya. Karena ini masuk hukum perdata, nantinya akan dilakukan pembuktian. Mulai dari surat hingga saksi. Sebelum disimpulkan dan diputuskan oleh majelis hakim.
Diketahui kontrak kerja sama itu habis pada September 2017 silam. Konon nilai kontrak itu sebesar Rp 125 juta perbulan. Nilai kontrak ini hampir 200 persen dari kontrak sebelumnya yang hanya sebesar Rp 45 juta per bulan. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post