bontangpost.id – Posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto sejauh ini masih aman. Pasalnya, putusan etik terhadap kasus pelanggaran hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara uji materi syarat usia calon presiden dan wakil presiden tidak menyentuh substansi putusan uji materi.
Dalam putusan dibacakan Selasa (7/11) petang, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) hanya menjatuhkan sanksi kepada para hakim. Sanksi terberat dijatuhkan kepada Anwar Usman berupa pemberhentian dari jabatan ketua MK. Dia dinyatakan melakukan akumulasi pelanggaran etik dalam banyak laporan. Salah satunya, membuka ruang untuk MK diintervensi.
Delapan hakim lainnya dinyatakan melanggar etik ringan dan hanya dijatuhi sanksi teguran lisan. Mereka dinilai terbukti membiarkan praktik benturan kepentingan dan tidak saling mengingatkan akibat terjebak budaya ewuh pakewuh.
MKMK juga menilai semua hakim telah lalai menjaga kerahasiaan rapat permusyawaratan hakim (RPH) sehingga bocor ke Majalah Tempo. Khusus Arief Hidayat, dia juga disentil MKMK terkait pernyataannya yang merendahkan mahkamah.
Ketua MKMK Jimly Ashiddiqie mengatakan, sesuai ketentuan, pihaknya hanya memiliki wewenang terhadap aspek etik para hakim. Sementara, substansi putusan bukan ranah peradilan etik untuk melakukan penilaian apakah sudah benar atau tidak. Sehingga, ketentuan Pasal 17 Ayat (6) dan Ayat (7) UU 48/2009 tentang Kehakiman tidak berlaku.
Perihal dalil pemohon yang menjadikan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) saat mengoreksi putusan KPU sebagai yurisprudensi, majelis menilai hal itu tidak dapat disamakan. Sebab, keputusan KPU bersifat peristiwa teknis dan konkret. Sementara, MK mengadili norma yang abstrak. ”Tidak tepat memadankan putusan DKPP dengan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya saat membacakan putusan.
Selain memberhentikan dari jabatan ketua, MKMK mencabut sejumlah hak lainnya yang melekat pada Anwar Usman sebagai hakim konstitusi. Pertama, Anwar dilarang dicalonkan kembali sebagai ketua atau wakil ketua dalam pemilihan. Kedua, adik ipar Presiden Jokowi itu dilarang terlibat dalam memutus berbagai perselisihan hasil pemilu (PHP). Baik sengketa pemilihan presiden, pemilihan legislatif, hingga pemilihan kepada daerah. Hal itu untuk menjaga kepercayaan publik terhadap MK.
Dalam kesimpulannya, MKMK juga memintanya tidak terlibat dalam pengujian perkara syarat usia capres dan cawapres yang kini diuji materi kembali. ”Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan hakim terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141/PUU-XXI/2023 dapat dibenarkan,” kata Jimly.
Untuk diketahui, perkara 141/2023 diuji kembali mahasiswa Universitas NU Indonesia Brahma Aryana. Kemudian, ada juga gugatan Denny Indrayana dan Zaenal Arifin Mochtar. Mereka mempersoalkan putusan 90/2023 yang dinilai melanggar. Sidang perdana perkara 141/2023 digelar hari ini (8/11).
Terhadap kekosongan posisi ketua MK, majelis kehormatan memerintahkan wakil ketua MK Saldi Isra untuk memimpin penyelenggara pemilihan pimpinan. ”Dalam waktu 2×24 jam sejak putusan ini selesai dibacakan,” terangnya.
Sementara itu, putusan MKMK yang dibacakan kemarin tidak bulat. Anggota MKMK Bintan Saragih berpendapat, semestinya Anwar Usman diberhentikan dari hakim. Sebab, Anwar telah melakukan pelanggaran berat sesuai Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK.
Meski berbeda pendapat, Bintan menegaskan, dalam membuat putusan, ketiga anggota MKMK memiliki aura yang baik dan saling senyum dengan pendapat masing-masing. ”Saya gembira bahwa dalam membuat putusan ini, kami bertiga bersikap saling memahami dan dalam suasana batin penuh senyum,” tegasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post