Mahkamah Konstitusi memutus menolak seluruh permohonan sidang sengketa Pilpres 2019 yang diajukan tim hukum pasangan calon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Majelis hakim konstitusi yang diketuai Anwar Usman menyatakan berdasar Rapat Permusyawaratan Hakim menyimpulkan pokok permohonan Prabowo-Sandi tidak beralasan menurut hukum.
“Amar putusan mengadili, menyatakan dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” demikian putusan MK yang dibacakan Anwar dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6).
Sidang pembacaan putusan ini sendiri dimulai sejak pukul 12.30 WIB hingga sekitar pukul 21.16 WIB.
Dalam perkara ini, tim hukum Prabowo-Sandi mengajukan sejumlah permohonan, di antaranya kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM); penyalahgunaan kewenangan capres 01 Joko Widodo yang juga menjabat sebagai presiden petahana; cacat formil persyaratan Ma’ruf Amin sebagai cawapres 01; cacat materiil sumber dana kampanye paslon 01.
Kemudian manipulasi input data suara Pilpres ke dalam Sistem Informasi Penghitungan (Situng) KPU; ketidaknetralan aparatur negara, dalam hal ini polisi dan intelijen; hingga Daftar Pemilih Tetap yang tidak wajar sebanyak 17,5 juta.
KPU selaku termohon menyanggah tudingan kecurangan dalam Pilpres 2019 yang dituduhkan pemohon. KPU berkata pemohon tidak menjelaskan hubungan kausalitas antara pelanggaran yang dituduhkan pada termohon.
Misalnya, terkait dalil Prabowo-Sandi terdapat 17,5 juta pemilih tidak wajar karena memiliki tanggal lahir yang sama, KPU menilai tidak berdasar. Karena penanggalan tersebut sudah ada sejak tahun 1970. Selain itu, KPU menilai tudingan pemohon terkait DPT hingga TPS siluman tidak signifikan, tidak masuk akal, dan hanya asumsi.
Adapun terkait dengan status Ma’ruf sebagai cawapres, KPU menyebut PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah tidak dapat digolongkan sebagai BUMN karena modal kedua perusahaan tersebut tidak diperoleh melalui penyertaan modal secara langsung dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Sementara Jokowi-Ma’ruf selaku pihak terkait menegaskan MK tidak berwenang memeriksa dan memutus sengketa di luar hasil penghitungan suara. Sebab, Jokowi-Ma’ruf menilai mohon dalam permohonannya tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan suara sebagai objek perkara yang seharusnya menjadi syarat formil permohonan.
Selain itu, Jokowi-Ma’ruf menilai dalil-dalil Pemohon adalah merupakan asumsi, tidak disertai bukti-bukti yang sah, dan tidak pula dapat terukur secara pasti,
Di sisi lain, Bawaslu yang juga menjadi pihak terkait dalam sengketa menyampaikan secara formil bakal pasangan calon telah memenuhi persyaratan calon wakil presiden, selain itu juga tidak terdapat temuan dan/atau laporan mengenai dugaan pelanggaran pemilu yang ditangani dan/atau ditindaklanjuti Bawaslu berkenaan dengan tahapan pencalonan.
Berkaitan dengan dana kampanye, Bawaslu mengklaim telah melaksanakan pengawasan langsung terhadap penyerahan hingga penyampaian Laporan Dana Kampanye. Sementara mengenai penyalahgunaan kewenangan hingga netralitas aparat, Bawaslu mengklaim menemukan sejumlah pelanggaran.
Sebelumnya, MK telah melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim usai mendengar permohonan dan keterangan saksi yang diajukan oleh pihak pemohon, termohon, dan terkait.
Hakim MK yang menyidangkan sengketa PHPU Pilpres 2019, yakni Anwar Usman, Aswanto, Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, dan Manahan MP Sitompul. (cnn)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post