BONTANGPOST.ID, Jakarta – Kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 menjadi perbincangan hangat.
Pemerintah memastikan rencana ini tetap berjalan sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021. Tapi, apa arti dari kenaikan ini bagi masyarakat?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat pendapatan negara sekaligus mendukung pemulihan ekonomi.
“Kenaikan PPN menjadi 12 persen adalah bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan meningkatkan keadilan dan kemandirian fiskal,” kata Sri Mulyani dalam pernyataannya.
Barang yang Akan Terkena PPN 12 Persen
Menurut pasal 4 ayat 1 UU PPN, barang yang dikenakan pajak terbagi menjadi dua kategori besar, yakni Barang Kena Pajak (BKP) berwujud dan BKP tidak berwujud.
Contoh BKP berwujud yang dikenakan PPN:
- Elektronik: Seperti televisi, kulkas, dan smartphone.
- Pakaian: Barang fashion seperti baju, sepatu, dan aksesoris.
- Kendaraan Bermotor: Mobil, motor, hingga truk.
- Makanan Olahan Kemasan: Termasuk snack dan makanan ringan.
BKP Tidak Berwujud: Barang sepertihak paten, merek dagang, atau informasi teknis juga dikenakan PPN.
Namun, tidak semua barang dikenakan PPN. Barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, gula, dan garam termasuk dalam negative list yang bebas dari pajak ini.
Kenaikan tarif ini dapat memengaruhi harga barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Produk elektronik, pakaian, dan kendaraan bermotor kemungkinan akan mengalami kenaikan harga.
Di sisi lain, barang kebutuhan pokok tetap bebas pajak untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah.
Pengamat ekonomi, Indra Setiawan, menyebutkan bahwa kenaikan PPN bisa menjadi cobaan bagi pelaku usaha.
“Konsumen mungkin akan mengurangi pembelian barang sekunder atau tersier. Ini bisa memengaruhi penjualan di sektor tertentu,” ujarnya.
Pemerintah memiliki alasan kuat untuk menaikkan tarif PPN. Salah satunya adalah memperbaiki kondisi fiskal setelah pandemi Covid-19.
Menurut Sri Mulyani, kebijakan ini juga mengadopsi standar internasional, di mana rata-rata PPN di negara-negara lain berada pada angka 12 hingga 15 persen.
“Indonesia masih memiliki ruang untuk menyesuaikan tarif ini tanpa membebani masyarakat secara berlebihan,” tambahnya.
Persiapkan diri menghadapi kenaikan PPN 12% mulai 2025 dengan langkah bijak: prioritaskan kebutuhan penting, manfaatkan diskon sebelum tarif naik, dan atur anggaran untuk pengeluaran lebih efisien.
Meski memberikan dampak bagi konsumen dan pelaku usaha, kebijakan ini diharapkan membawa dampak positif bagi pembangunan negara. Persiapkan diri Anda dari sekarang untuk menghadapi perubahan ini.(*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post