Suatu hari umar mendatangi rumah Nabi SAW. Dan beliau sedang tidur di atas dipan yang terbuat dari serat, sehingga terbentuklah bekas dipan tersebut di kulit beliau. Tatkala Umar melihat itu, maka iapun menangis. Nabi yang melihat Umar menangis kemudian bertanya, “Apa yang engkau tangisi wahai Umar?”
Umar menjawab, “Sesungguhnya bangsa Persia dan Roma di berikan nikmat dunia yang sangat banyak, sedangkan engkau dalam keadaan seperti ini?”
Nabi pun berkata, “Wahai Umar, sesungguhnya mereka adalah kaum yang Alloh segerakan kenikmatan kehidupan.” (HR.Bukhari)
Allah SWT. Berfirman:
“Dan janganlah sekali-kali orang kafir itu mengira bahwa pemberian tangguh kami kepada mereka itu ada lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya kami memberi tangguh kapada mereka, hanyalah supaya mereka bertambah berbuat dosa. Dan bagi mereka di sediakan siksaan yang menghinakan.”(QS: Ali-Imran: 178)
Kisah dan kutipan ayat di atas menunjukan, bahwa orang-orang kafir ada yang di segerakan nikmatnya oleh Allah di dunia, hingga kelak mereka mati, mereka tak akan bisa mengelak dari adzab yang tak terperi. Sebagian lagi di siksa sekonyong-konyong di dunia setelah tadinya di bukakan kesenangan atasnya.
Hal ini menjawab kebingungan sebagian orang yang menyaksikan pemandangan yang seakan bertolak belakang dengan nalar, kenapa ada orang yang taat yang hidupnya susah, dan kenapa ada ahli maksiat yang bergelimang dengan nikmat.
Lebih detail lagi mari kita salami keadaan manusia dari sudut pandang taat dan nikmat. Maka kita akan dapati ada empat kelompok; ada insan yang taat dan hidupnya sejahtera, ada yang hobi maksiat dan hidupnya menderita, ada yang taat namun hidupnya tak sepi dari cobaan berat, dan ada yang hobi maksiat namun hidup berkecukupan dan tampak sejahtera.
Sebagian pemandangan itu mungkin membingungkan, namun sebenarnya Allah telah menyingkap detail dari semua keadaan.
Adapun orang yang taat dan hidupnya sejahtera, ini merupakan panduan yang sinkron. Keadaannya seperti yang Alloh firmankan,
“Barangsiapa mengerjakan amal sholih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik…” (QS: An-Nahl: 97)
Contoh riilnya adalah Nabi Sulaiman As, beliau amat taat kepada Allah, dan Allah melimpahkan kepadanya kekayaan, keperkasan, kesehatan, dan kekuasaan yang luar biasa. Begitupun dengan keadaan secara umum di kalangan orang taat dan hidupnya sebagai penyandang nikmat.
Tipe kedua adalah orang yang ahli maksiat dan hidupnya menderita dan melarat. Ini juga sudah logis secara syar’I dan akal sehat. Menentang aturan dari yang memberi rezki dan nikmat, wajar jika kemudian menderita dan ‘kualat’. Keadaan mereka disebutkan oleh Allah,
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-ku, maka baginya kehidupan yang sempit.” (QS: Thaha: 124)
Tipe yang ketiga mungkin mengundang tanda Tanya, yakni orang yang ahli taat, tapi hidupnya kenyang dengan bencana. Bagaimana bisa orang yang hidupnya dipergunakan untuk mengabdi kepada pencipta, tapi hidup serba kekurangan ekonomi, sakit-sakitan dan musibah silih berganti. Ada dua kemungkinan dalam kasus ini. Bisa jadi Allah hendak mengangkat derajat mereka dengan kesabaran atas segala ujian yang terjadi. Karena Allah memberi pahala orang yang bersabar tanpa hitungan. Allah Ta’ala berfirman’
“Sesungguhnya balasan pahala bagi orang-orang yang sabar adalah tidak terbatas.” (QS: Az-Zumar: 10)
Atau bisa jadi ada kemungkinan lain, musibah yang terjadi adalah teguran dari Allah supaya dia ingat dan kembali kepada Allah.
Adapun tipe yang keempat, inilah yang dianggap aneh bagi sebagian orang. Yakni ahli maksiat bahkan kafir yang bergelimang nikmat. Panjang umurnya, sehat badannya, banyak hartanya, diidolakan banyak manusia dan berbagai pintu kenikmatan yang dirasakannya. Namun Allah menyingkap keadaan mereka sesungguhnya. Allah Ta’ala berfirman’
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah di berikan kepada mereka, kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah di berikan kepada mereka , kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka berputus asa.” (QS: Al-An’am: 44)
Karena itulah, dahulu para salaf ketika mereka mendapatkan kucuran nikmat, mereka bergegas melihat diri dan intropeksi, jangan-jangan hadirnya nikmat itu di karenakan maksiat sehingga jatuhnya sebagai istidraj. Sebagaimana sabda Rasulullah,
“Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan yang berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah.” (HR. Ahmad)
Kita memohon kepada Allah karunia dan keselamatan, aamiin. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post