SAMARINDA – Aksi Kamisan Kaltim yang digelar di depan kantor Gubernur Kaltim setiap Kamis, selalu konsisten menyuarakan permasalahan masyarakat. Pada aksinya, Kamis (2/11) kemarin, para aktivis dari berbagai elemen tersebut menyoroti maraknya aksi kekerasan, intimidasi, dan pelecehan terhadap jurnalis di tanah Borneo.
Sebagai aksi protes menolak lupa, para aktivis yang turun dengan berseragam serba hitam pada aksi itu, kompak mempertanyakan nasib hukum kasus pembunuhan terhadap jurnalis surat kabar Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin yang dibunuh 19 tahun silam. Pria yang karib disapa Udin itu diduga dibunuh hanya karena keberaniannya dalam memuat sejumlah berita tentang penyimpangan di Kabupaten Bantul.
Melalui aksi musikalitas, orasi politik, dan puisi, para aktivis memprotes sikap pemerintah dan lembaga penegak hukum yang terlalu kaku, serta lamban menyelesaikan kasus hukum di negeri ini. Terutama yang mendera kaum kecil hingga profesi jurnalis.
Romiansyah, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Kamisan mengaku, aksi tersebut memang sengaja mengusung tema hapus impunitas terhadap kejahatan jurnalis. Lewat cara itu dia dan kawan-kawannya ingin menyampaikan solidaritas pentingnya menegakan Undang-undang (UU) Pers di Indonesia, maupun di tanah Kaltim.
“Melalui aksi ini kami bersuara. Kami menyampaikan kritikan kepada pemerintah, karena kita tahu sendiri kejahatan terhadap jurnalis bisa dilihat dari sejarah 1965, di mana kebebasan berekspresi, menulis, dan kebebasan jurnalis dibungkam oleh pemeritah,” katanya.
Dia menilai, intimidasi terhadap profesi jurnalis masih dapat dilihat di era reformasi, atau era milenial saat ini. Sebab itu, dia mengajak jurnalis Kaltim untuk sama-sama menyuaran perlawanan terhadap berbagai intimidasi dan upaya pembungkaman terhadap profesi jurnalis.
“Hari ini (kemarin, Red.) masih terjadi (intimidasi pada jurnalis). Maka dari itu, kami melalui Aksi Kamisan ini mengangkat tema jurnalis dan mengajak kawan jurnalis bersolidaritas menyuarakan aspirasinya,” serunya.
Seperti halnya kasus pembunuhan terhadap Udin, hanya segelintir kasus yang menimpa jurnalis. Belum lagi kasus pelecahan dan intimidasi terhadap jurnalis lain di berbagai daerah masih banyak terjadi. “Tapi sampai hari ini belum ada yang diungkap negara dan belum ada yang diselesaikan,” sebutnya.
Sekretaris Ikatan Jurnalis Telvisi Indonesia (IJTI) Kaltim, M Jasmin Jafar merespon baik Aksi Kamisan tersebut. Menurutnya, lewat momen itu, para jurnalis bisa menyuarakan pentingnya mendukung kebebasan terhadap profesi jurnalis. Terutama peran para jurnalis di Kaltim.
“Bagaimana pun, saya salah satu saksi kasus dan peristiwa kekerasan serta intimidasi terhadap jurnalis, seperti yang terjadi di Kaltim. Dulu ada Sito Halomoang, jurnalis Antara yang ditemukan tewas setelah menulis berita-berita korupsi di Kaltim. Tapi sampai sekarang juga belum ada kabar terbaru apakah mereka (kepolisian) bisa menyelesaikan kasus itu,” tuturnya, usai menyampaikan orasi pada acara itu.
Kendati demikian, dia mengaku, baik dari IJTI, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan organisasi profesi jurnalis lain tetap berkomitmen menyuarakan keadilan bagi jurnalis. Termasuk mendorong upaya penegakan UU Pers. Sehingga jurnalis mendapatkan ruang tersendiri di masyarakat.
“Beberapa di antara kasus pelecahan jurnalis atau tindakan intimidasi, telah kami laporkan ke ranah hukum. Bagaimana jurnalis Kaltim tetap saja memaafkan para pelaku. Tapi UU tidak boleh diabaikan. Harus jalan sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Menurut dia, jika jajaran penegak hukum dan pemerintah mengabaikan UU Pers, maka kasus kekerasan, intimidasi penghinaan, dan pelecahan terhadap para jurnalis lain di Kaltim akan terus terjadi. “UU Pers harus benar-benar ditegakkan. Profesi jurnalis harus dilindungi benar-benar secara hukum, tidak boleh diabaikan,” pintanya. (drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: