SAMARINDA – Kebijakan Pemprov Kaltim menutup ratusan izin pertambangan memberikan ruang bagi ketersediaan lahan. Luasnya pun tidaklah sedikit yakni mencapai 2,5 juta hektare. Luas inipun disebut masih bisa bertambah seiring proses pendataan yang dilakukan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim.
Kepala DPMPTS Kaltim Diddy Rusdiansyah menyebut, upaya penataan dan pendataan lahan pertambangan di setiap daerah sedang dilakukan pihaknya. Sebagaimana dianjurkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kaltim, serta Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 17 Tahun 2015 tentang Penataan Perizinan.
Hasilnya, dari penutupan 406 izin pertambangan oleh Pemprov Kaltim di akhir tahun ini, akan ada sekitar 2,5 juta hektare lahan bisa di amankan untuk kepentingan masyarakat. Jumlah itu masih bisa bertambah seiring dengan hasil pendataan nantinya.
“Ada penciutan-penciutan (lahan). Itu istilah kami. Misalnya, ada lahan pertambangan masuk di kawasan pemukiman, atau di lahan pertanian dan hortikultura, atau wilayah hutan lindung, kami lakukan pencuitan,” kata Diddy kepada Metro Samarinda belum lama ini.
Menurut dia, ke depan akan ada banyak lahan eks pertambangan yang yang dapat dikelola kembali oleh pemerintah. Baik untuk kawasan permukiman, hutan lindung, ataupun lahan pertanian masyarakat. “Kami akan berusaha mendata kembali. Misalnya, yang dulu ada izin pertambangan dengan lahan mencapai dua ribu hektare, kini tinggal 800 hektare. Ada yang kami ciutkan. Itukan bagian dari pada penertiban yang kami lakukan,” tuturnya.
Selain itu, ada juga penutupan perusahaan pertambangan karena melanggar hukum. Diddy mencontohkan, terdapat dua perusahaan yang bersengketa, salah satu di antaranya menang. Sehingga lahan yang kalah akan dilakukan penutupan. “Tetapi semua itu tidak masuk dalam kategori lahan tambang yang dicabut. Nah, ini yang masih kami data,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, sesuai data DPMPTSP Kaltim, sudah ada dua perusahaan yang ditutup terkait sengketa lahan tersebut. Perusahaan itu yakni PT Bumi Pertami dan PT Kaltim Jaya Mineral yang sedang dalam proses. “Kenapa kami lakukan, karena sedang proses hukum. Sehingga harus ditutup,” ucapnya.
Namun demikian, upaya penciutan terhadap lahan pertambangan tidak dapat dilakukan sporadis atau otomatis. Karena dapat berdampak pada beberapa aspek. Seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan berkurang dan terjadi perubahan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
“Jadi istilah yang kami gunakan dengan wilayah kerja. Misalnya, wilayah IUP-nya 100 hektare, setelah dilihat dari sisi lingkungan, pemukiman masyarakat, dan beberapa aspek lain. Bisa saja yang kami setujui dari 100 hektare, efektif hanya 50 hektare. Nah, 50 hektare ini yang kami sebut dengan wilayah kerja, 50 hektare sisanya tetap dipertahankan, kewajiban dan iurannya,” jelasnya.
Selain itu, menurut pria yang sehari-hari lekat dengan kaca mata ini, mematikan sesuatu bukan berarti mematikan total. Tetapi harus ada tahapan-tahapan yang memberikan kesempatan kepada pihak terkait melaksanakan kewajibannya. “Misalnya, perusahaan harus melakukan dulu penutupan mulut tambang, atau revegetasi dilakukan lagi. Itu yang sedang kami lakukan,” sebutnya.
Pertimbangan lain sehingga DPMPTSP tidak sporadis menciutkan izin pertambangan, karena pemerintah saat ini sedang menjaga tren ekonomi dan investasi di Kaltim. Pasalnya, sektor pertambangan batu bara masih menjadi sektor unggulan dan utama yang menopang ekonomi masyarakat. Disusul dari sektor perkebunan seperti kelapa sawit dan karet.
“Pertambangan batu bara harus kita jaga dengan baik. Kalau ini kolaps, maka sektor industri turunannya akan ikut kolaps juga. Ini yang harus kita jaga dengan baik. Kita tidak bisa serta merta menutup tambang. Tetapi harus ada strategis dan kebijakan yang bisa mempertahankan itu,” tandasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim Rusmadi memaparkan, terdapat 1.404 usaha pertambangan di tanah borneo. Terdiri dari 665 IUP eksplorasi, 560 IUP operasi produksi, 168 izin kuasa pertambangan, dan 11 izin usaha pertambangan dengan penanaman modal asing.
Sesuai hasil evaluasi yang dilakukan tim pemerintah, didapati 809 IUP pertambangan berpotensi dicabut. Telah diusulkan untuk dicabut 406 IUP, terdiri atas 394 non Clean and Clear (CnC) dan 12 telah CnC. Dari data itu, 333 di antaranya telah mendapatkan penetapan Surat Keputusan (SK). Izin pertambangan itu tersebar di tujuh kabupaten/kota di Kaltim.
“Total izin yang sudah dicabut oleh Pemprov Kaltim sampai dengan akhir Oktober 2017, realisasinya sudah mencapai 61,93 persen. Proses ini masih terus kami lakukan. Karena kami ingin menertibkan semua aktifitas pertambangan yang melanggar, ataupun berdampak pada kerusakan lingkungan, wilayah hutan lindung, atau bergesekan dengan kawasan pemukiman,” pungkasnya. (drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: