Pandemi Covid-19 yang setahun terakhir melanda, tampaknya tidak terlalu berpengaruh terhadap keuangan kepala daerah di Kaltim. Justru ada yang semakin kaya.
bontangpost.id – Sepanjang 2020, jumlah kekayaan bupati, wali kota, bahkan gubernur Kaltim justru meningkat. Bahkan, ada yang nilai kekayaan kepala daerah yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melonjak drastis. Hingga mencapai ratusan persen selama pandemi Covid-19 yang mulai terjadi sejak Maret 2020.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diterima Kaltim Post (induk bontangpost.id), peningkatan jumlah kekayaan yang sangat signifikan dimiliki Bupati Paser Fahmi Fadli. Pria yang sebelumnya menjabat anggota DPRD Paser ini, melaporkan jumlah harta kekayaan ke KPK pada 30 Maret 2021. Dengan penambahan yang cukup fantastis selama setahun. Terhitung sejak Desember 2019 hingga Desember 2020, jumlah harta putra dari Bupati Paser sebelumnya; Yusriansyah Syarkawi, melonjak sebesar 675,23 persen.
Sedangkan komponen harta bergerak lainnya, Rp 200 juta serta kas dan setara kas sebesar Rp 45 juta, baru dilaporkan pada LHKPN 2020. Sehingga secara kumulatif, kenaikan harta Fahmi yang juga seorang dokter ini, mencapai 675,23 persen. Kepala daerah lainnya yang mencatatkan kenaikan jumlah kekayaan selama pandemi Covid-19, adalah mantan Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi periode 2011–2021.
Kekayaan Rizal yang mengakhiri kiprahnya sebagai kepala daerah Balikpapan pada 30 Juni 2021, naik sebesar 20,25 persen. Dari Rp 5,067 miliar menjadi Rp 6,093 miliar di akhir 2020. Selanjutnya, Bupati Kukar petahana Edi Damansyah, hartanya naik sebesar 12,24 persen. Dari semula Rp 4,621 miliar menjadi Rp 5,186 miliar. Juga, Gubernur Kaltim Isran Noor yang hartanya bertambah 5,2 persen. Dari sebelumnya Rp 17,991 miliar menjadi Rp 18,926 miliar.
Namun, ada pula kepala daerah yang hartanya berkurang sepanjang pandemi Covid-19. Yakni, Bupati petahana Mahakam Ulu (Mahulu) Bonifasius Belawan Geh yang mengalami penurunan harta kekayaan 0,17 persen. Dari Rp 26,464 miliar menjadi Rp 26,419 miliar. Lalu Wali Kota Bontang Basri Rase yang hartanya berkurang 0,19 persen. Dari semula Rp 2,388 miliar menjadi Rp 2,384 miliar. Sementara yang terbanyak adalah Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud.
Rahmad yang melaporkan harta kekayaan ke KPK pada 30 Maret 2021. Saat masih menjabat wakil wali kota Balikpapan dan baru dilantik menjadi Wali Kota Balikpapan pada 31 Mei 2021. Ketua DPD II Partai Golkar Balikpapan itu mengalami penurunan harta kekayaan 16,61 persen. Jumlah kekayaan yang dilaporkan pada akhir Desember 2019 sebesar Rp 12,46 miliar. Lalu berkurang menjadi Rp 10,389 miliar di akhir Desember 2020. Rahmad melaporkan, tidak terjadi penambahan pada tanah dan bangunan miliknya yang berada di lima lokasi.
Pun demikian dengan alat transportasi dan mesin yang dimilikinya. Yakni, empat mobil, juga harta bergerak lainnya. Sementara penurunan 88,31 persen yang terjadi pada komponen kas dan setara kas. Saat dikonfirmasi Kaltim Post (induk bontangpost.id) mengenai penurunan harta kekayaannya yang dilaporkan ke KPK, Rahmad mengungkapkan, karena dirinya banyak berbagi selama pandemi. Dia menegaskan, bukan dipengaruhi biaya politik yang dikeluarkannya selama Pilkada Serentak 2020.
“Tidak ada pengaruhnya soal (pilkada) itu. Yang jelas murni karena pandemi. Penurunan (harta kekayaannya) itu turun, karena ada penghasilan yang saya serahkan ke masyarakat. Artinya masyarakat lebih banyak memerlukan di tengah pandemi ini,” kata dia saat ditemui Kaltim Post di Kantor Pemkot Balikpapan, Selasa (14/9). Dia berharap, dengan banyak berbagi kepada masyarakat, hartanya akan semakin bertambah pada tahun yang akan datang.
“Karena memang, kita harus peduli. Ingin jadi pemimpin, kita memberikan contoh dulu. Mudah-mudahan tahun depan, 10 kali lipat bisa naik. Mana kita tahu, rezeki Allah berikan,” kelakarnya.
Pengamat politik dan hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mengungkapkan, mengutip data KPK, ada sekitar 70,3 persen harta kekayaan pejabat memang mengalami peningkatan kekayaan pada masa pandemi ini. Hal ini, menurut dia, semacam ironi di tengah ekonomi yang terpuruk. Sebab, bukan rakyat yang mengalami perbaikan nasib, akan tetapi para pejabat yang justru harta kekayaan semakin bertambah.
“Ini aneh menurut saya. Masyarakat sepertinya perlu belajar dari para pejabat ini. Bagaimana kiat sukses menumpuk kekayaan pada masa pandemi yang sulit seperti sekarang ini,” sindirnya. Pria yang akrab disapa Castro ini menambahkan, para pejabat yang harta kekayaannya mengalami peningkatan secara signifikan, harus diteliti KPK. Untuk memastikan, kekayaan tersebut diperoleh dengan cara yang legal atau tidak. Sebab, peningkatan kekayaan para pejabat tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan, terutama sumber dan cara memperolehnya.
“Sebab, peningkatan kekayaan yang signifikan di masa pandemi, tentu saja tidak wajar dan mengundang kecurigaan publik,” ucapnya. Selain itu, penyelenggaraan pilkada serentak yang dilaksanakan saat pandemi juga bisa mempengaruhi jumlah harta kekayaan pejabat negara. Karena menurut dia, biaya politik pasti sulit dihindari. Besarnya biaya politik yang dihabiskan, terutama kepala daerah petahana membuat mereka berlomba-lomba mengembalikan biaya politik.
“Dan ini menjadi gejala umum di semua daerah. Makanya KPK harus menelusuri hal tersebut,” sebutnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam webinar LHKPN “Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu dan Akurat” yang dilaksanakan pada Selasa (7/9) lalu mengakui, selama pandemi Covid-19, KPK mencatatkan secara umum harta penyelenggara negara bertambah sebesar 70,3 persen. Namun, 6,8 persen lainnya harta kekayaannya tetap, dan 22,8 persen melaporkan penurunan harta kekayaan. Berdasarkan hasil analisis korelasi kenaikan harta tersebut, tidak dipengaruhi oleh penerimaan bersih.
“Kita pikir pertambahannya masih wajar, tapi ada 22,9 persen yang justru menurun. Kita pikir, ini adalah pengusaha yang bisnisnya surut. Tapi kita cuma ingin melihat, apakah ada hal yang aneh dari masa pandemi ini. Ternyata kita lihat kenaikan terjadi, tapi penurunan juga terjadi dengan statistik,” kata dia. Pahala melanjutkan, untuk kenaikan harta kekayaan bisa dipengaruhi oleh apresiasi nilai aset karena kenaikan nilai pasar. Lalu penambahan aset, seperti jual beli, hibah, waris, atau hadiah. Selain itu, penjualan aset dengan harga di atas harga perolehan atau profit.
Ada pula pelunasan pinjaman, dan adanya harta yang tidak dilaporkan pada pelaporan sebelumnya. “LHKPN besar bukan dosa. Ada kenaikan juga, belum tentu korupsi. Memang ada juga kenaikan karena jual beli, dan yang paling sering dilaporkan adalah hibah. Yang selalu kita soroti secara khusus. Karena kalau hibah secara rutin dalam posisi sebagai pejabat, kita harus pertanyakan. Ini kenapa banyak orang baik hati memberikan hibah kepada yang bersangkutan,” terang Pahala. Sementara itu, sambung dia, penurunan laporan harta kekayaan bisa terjadi karena depresiasi nilai aset.
Di mana nilai pasar yang turun atau ada penyusutan aset. Lalu penjualan aset dengan harga di bawah harga perolehan atau jual rugi. Pelepasan aset karena rusak atau dihibahkan, juga bisa menjadi penyebabnya. Kemudian penambahan nilai utang, dan adanya harta yang telah dilaporkan sebelumnya, tetapi tidak dilaporkan kembali pada pelaporan terbaru. “Jadi (harta kekayaan) pejabat malah turun, bisa jadi ada depresiasi nilai aset. Dijual tapi rugi, dan utangnya bertambah untuk investasi. Karena itu, kalau hartanya tinggi bukan berarti dia korupsi. Kalau rendah bukan berarti dia, bersih,” pungkasnya. (kip/riz/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post