SAMARINDA – Pengangguran di Kalimantan Timur (Kaltim) hingga akhir 2017 masih tergolong tinggi. Upaya memecahkan masalah sosial ekonomi ini sudah dilakukan pemerintah provinsi (pemprov) dan kabupaten atau kota di Kaltim. Namun hal itu belum maksimal, mengingat lapangan kerja yang tersedia belum sepenuhnya mampu menyerap tenaga kerja di Benua Etam.
“Pengangguran terbuka Kaltim pada tahun 2009 sampai 2018 turun secara drastis. Tahun 2015 mencapai 7,5 persen, kemudian turun 6,08 persen pada akhir tahun 2017,” ungkap Gubernur Kaltim, Awang Faroek Ishak, Kamis (15/2) lalu.
Pada 2016, pengangguran terbuka Kaltim mencapai 136.653 orang. Pembagiannya antara lain pengangguran yang tidak memiliki ijazah SD sebanyak 17.630 orang; pengangguran yang memiliki ijazah SD sebanyak 17.630 orang, serta SMP sebanyak 17.188 orang.
Kemudian pengangguran yang mengantongi ijazah SMA atau SMK jauh lebih tinggi. Jumlahnya mencapai 78.079 orang. Disusul pengangguran berijazah diploma sebanyak 1.315 orang. Serta pengangguran lulusan universitas atau perguruan tinggi sebanyak 14.326 orang.
Jika dilihat dari ketersediaan angkatan kerja, jumlah tenaga kerja di Kaltim yang tidak memiliki ijazah SD sebanyak 7,80 persen; lulusan SD sebanyak 21,96 persen; lulusan SMP 17,63 persen, dan lulusan SMA atau SMK sebanyak 37,97 persen. Sedangkan tenaga kerja lulusan diploma mencapai 4,45 persen. Jauh lebih kecil ketimbang jumlah tenaga kerja lulusan universitas yang mencapai 10,18 persen.
“Tenaga kerja di Kaltim menurut tingkat pendidikan masih didominasi tingkat pendidikan SMA atau SMK dan SD. Hal ini menandakan kebutuhan tenaga kerja terampil yang dapat mengisi kebutuhan perusahaan masih rendah,” terang Awang.
Dia mengingatkan, tugas menyiapkan lapangan kerja tidak hanya tanggung jawab pemprov, tetapi juga tugas semua pemerintah daerah di 10 kabupaten atau kota di Benua Etam.
“Ini tugas kita bersama, karena Kaltim perlu membuka lapangan kerja yang sesuai dengan kualitas sumber daya manusia yang tersedia. Selain itu, Kaltim juga perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang ada untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja,” ujarnya.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia, lanjut Awang, bisa dilakukan melalui sekolah formal, dari jenjang SD sampai perguruan tinggi. Tetapi yang tidak kalah penting yakni menggandeng lembaga-lembaga nonformal seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Berdasarkan data yang dirilis Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kaltim, pada 2016 terdapat LPM aktif sebanyak 533 buah. Terdiri dari LPM berkembang sebanyak 416 buah. Kemudian LPM belum berkembang sebanyak 198 buah. Sedangkan PKK pada 2013 sebanyak 924 buah. Pada tahun 2016 menyusut jadi 133 buah.
“Pada intinya memecahkan masalah pengangguran jadi tugas seluruh pemangku kepentingan. Masyarakat, pengusaha, organisasi sosial atau profesional, dan pemerintah harus terus bergandengan tangan membuka lapangan kerja baru dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada,” katanya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: