bontangpost.id – Komisi III DPRD Bontang melakukan tinjauan lapangan di areal pabrik PLTU Teluk Kadere, yang dioperasikan PT Graha Power Kaltim (GPK), Selasa (4/5/2021) pagi. Peninjauan ini bertujuan meminta konfirmasi perusahaan terkait dugaan pembuangan limbah air panas ke laut. Namun sayangnya tidak menghasilkan apa-apa.
Tinjauan lapangan dipimpin Ketua Komisi III DPRD Bontang Amir Tosina. Diikuti tiga anggotanya; Faisal, Abdul Samad, dan Agus Suhadi. Dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang dihadiri Kabid Pengendalian, Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bontang Syapriansyah dan Kabid Peningkatan Kapasitas dan Penegakan Hukum Lingkungan Anwar Sadat. Sementara PT GPK tak dihadiri pihak yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan. Hanya diwakili Humas GPK Agus.
Amir Tosina mengatakan mendapat laporan dari warga yang bermukim di dekat perusahaan, utamanya RT 15 Lok Tunggul. Dipaparkan Amir, warga sekitar PT GPK mengadukan limbah air panas yang dibuang perusahaan langsung ke laut. Akibat aktivitas ini, disinyalir menjadi penyebab warga kesulitan dalam menjaring ikan. Mereka mesti berlayar semakin jauh untuk memperoleh tangkapan. Sebelumnya ini tak pernah terjadi.
Selain itu, rumput laut yang menjadi komoditas laut andalan warga Lok Tunggul menjadi susah dibudidaya. Dengan dugaan ekosistem laut rusak seperti ini, praktis mempengaruhi kesejahteraan warga. Sebab sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai nelayan.
”Ini berasal dari aduan warga. Sebagai anggota dewan, kami wajib menindaklajuti aduan ini. Jangan sampai ada kesan kami membiarkan atau tidak mendengar aduan warga kami sendiri,” ujar Amir.
Baca juga; PLTU dan Warga Lok Tunggul; Buang Limbah ke Laut, Rumput Laut Semaput
Pertanyaan itu justru dijawab Kabid Peningkatan Kapasitas dan Penegakan Hukum Lingkungan DLH Bontang Anwar Sadat. Dia bilang jika perusahaan masih beroperasi selaras dengan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal). Ini didapat dari hasil laporan berkala tiap semester yang disetorkan perusahaan ke DLH Provinsi, namun dokumen salinannya diterima DLH Bontang.
Kendati menyebut PLTU beroperasi masih selaras dengan dokumen amdal, tapi dalam kesempatan itu Anwar tak memaparkan apa saja poin-poin yang dipatuhi itu. Serta indikator penilaian dari setiap indikator. Pernyataan masih selaras amdal hanya disampaikan secara lisan. Tanpa ada basis data yang jelas dan transparan.
”PLTU juga jadi kewenangan DLH Provinsi, bukan kami. Tiap 6 bulan laporannya disampaikan ke sana (Provinsi), tapi kami menerima salinan dokumennya,” ujar Anwar.
Menanggapi itu, Amir mengatakan mestinya DLH harus lebih proaktif melakukan pemantauan di lapangan. Melihat langsung kondisi ril. Bukan sekadar menunggu salinan laporan yang disampaikan perusahaan. Pun, meski PLTU kewenangan DLH provinsi, tapi kota tidak bisa lepas tangan. Mereka harus tahu kondisi lingkungan, karena bagaimana pun PLTU berdomisili di wilayah administratif DLH Bontang.
”Harus proaktif dan sering lakukan peninjauan lapangan. Kondisi 6 bulan lalu ketika laporan diberikan dibanding kondisi sebulan lalu tentu berbeda. Contohnya seperti laporan yang kami terima ini,” urai Amir.
Sementara Humas GPK Agus tak banyak berkomentar. Dia hanya mengatakan bahwa pihaknya selalu mengupayakan agar perusahaan beroperasi sesuai dengan dokumen amdal. Hasil kajian baku mutu lingkungan pun dibuat tiap bulan, dan dilaporkan rutin tiap semester. Sesuai aturan yang berlaku.
Mengenai aduan warga soal dugaan limbah air panas yang dibuang perusahaan, lagi-lagi Agus menyebut bahwa perusahaan beroperasi sesuai regulasi. Dan itu diamini DLH Bontang yang hadir dalam rapat. Untuk hal lain, Agus tak berani menjawab lantaran itu bukan kapasitasnya.
”Kami rutin laporkan ke DLH. Dan semua masih sesuai dengan dokumen amdal,” ucapnya singkat. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post