BONTANGPOST.ID, Bontang – Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, menyampaikan pandangannya terkait dinamika pembangunan yang sedang berlangsung di Kota Bontang.
Khususnya menyangkut perusahaan asing seperti di proyek pabrik soda ash dan keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Diketahui proyek milik Pupuk Kaltim senilai Rp5 triliun itu dikerjakan oleh kontraktor PT Rekayasa Industri dan konsorsium PT TCC Indonesia Branch – PT Enviromate Technology International.
Menurut AH, sapaannya, keterlibatan pihak asing menjadi mitra pembangunan perlu dikelola dengan bijaksana.
“Kita memahami bahwa pemegang mayoritas investasi memiliki kepentingan untuk memastikan proyek berjalan tepat waktu, berkualitas, dan memenuhi standar teknologi yang mereka terapkan,” ujar AH.
Dia menambahkan, dalam fase tertentu, terutama konstruksi dan instalasi teknologi baru, memang ada kebutuhan menggunakan tenaga ahli dari negara asal teknologi. “Itu wajar dan dapat diterima dalam konteks global industri modern,” katanya.
Namun, kehadiran TKA, termasuk dari Cina di proyek soda ash, harus ditempatkan dalam kerangka transfer teknologi, pengisian kekosongan keahlian, dan percepatan penyelesaian proyek. Bukan sebagai bentuk dominasi atau pengambilalihan pasar kerja lokal.
“Posisi helper untuk tim yang ada di perusahaan asing tidak sama dengan helper yang umum kita kenal. Helper yang dimaksud tetap memiliki keahlian khusus,” terangnya.
Lima Prinsip Keseimbangan
Sebagai pemerintah daerah, AH menegaskan bahwa tugas mereka adalah menjaga keseimbangan dalam lima hal.
Pertama, menjamin investasi dapat berjalan baik, karena itu adalah sumber penting pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, dan penerimaan daerah.
Kedua, melindungi dan memprioritaskan tenaga kerja lokal, terutama dalam posisi yang sebenarnya mampu diisi oleh putra-putri daerah.
Ketiga, memastikan setiap TKA membawa manfaat nyata bagi daerah, bukan hanya bekerja lalu pergi tanpa meninggalkan peningkatan kapasitas SDM lokal.
Keempat, mengawasi agar alih teknologi dan alih keahlian benar-benar terjadi, sehingga ke depan, pekerja lokal bisa mengambil alih penuh pekerjaan-pekerjaan yang saat ini masih membutuhkan TKA.
Kelima, menegakkan regulasi secara adil, tanpa menghambat investasi, tetapi juga tidak membiarkan pelanggaran merugikan tenaga kerja lokal.
“Narasi kita sederhana, investasi asing kita terima sebagai mitra. Namun, tenaga kerja lokal tetap ditempatkan sebagai tulang punggung pembangunan daerah,” tegasnya.
Pemkot Bontang, ucap AH, berkewajiban memastikan beberapa hal penting. Pertama, setiap perusahaan wajib mematuhi aturan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing(RPTKA), izin kerja, dan ketentuan pendampingan pekerja lokal.
Kedua, setiap posisi yang bisa diisi tenaga kerja Indonesia harus diisi oleh tenaga kerja Indonesia. TKA hanya ditempatkan pada posisi yang benar-benar membutuhkan kompetensi khusus atau teknologi yang belum sepenuhnya dikuasai SDM lokal.
Ketiga, program pelatihan, magang teknologi, dan skema peningkatan kompetensi bagi pekerja lokal harus berjalan nyata, terukur, dan rutin diawasi pemerintah. “Ekonomi daerah tumbuh, namun martabat tenaga kerja lokal tetap dijaga,” ungkapnya.
Persyaratan TKA
AH juga menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan TKA. Perusahaan wajib membuat Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan mendapat persetujuan. Pemberi kerja TKA wajib berbadan hukum, bukan perorangan.
TKA juga harus didampingi pekerja Indonesia sebagai penerima alih teknologi. Selain itu, disyaratkan pelatihan berbahasa Indonesia bagi TKA, dan mereka harus memiliki izin tinggal terbatas sesuai dengan RPTKA yang telah disetujui.
Dengan keseimbangan ini, AH menyampaikan bahwa Bontang tidak menolak investasi, tetapi juga tidak menyerahkan ruang kerja tanpa kendali.
“Kita membuka pintu bagi modal asing, namun tetap menjaga jendela bagi anak-anak daerah agar mampu naik kelas dan menjadi SDM unggul yang kompetitif,” katanya. (*)



