Merintih, kesakitan, seperti itulah yang dirasakan anak orang utan berjenis kelamin jantan saat ditemukan pertama kali di wilayah RT 07 Desa Teluk Pandan Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Kutai Timur pada Sabtu (3/1) lalu. Ajal pun menjemputnya setelah orang utan yang diberi nama Kaluhara 2 bertahan hidup selama 14 jam usai dievakuasi.
Mega Asri, Bontang
Rekor terbaru yang ditemui pusat perlindungan orang utan Centre for Orangutan Protection (COP) terdapat pada orang utan yang diberi nama Kaluhara 2. Pasalnya, sebanyak 130 butir peluru senapan angin yang bersarang di tubuh primata yang dilindungi itu menyebar dari kepala hingga kaki.
Mirisnya, jumlah peluru lebih banyak terdapat di kepala orang utan yang baru berumur sekira 5-7 tahun yakni sebanyak 74 peluru. Disusul bagian dada sebanyak 17 peluru, tangan kiri 14 peluru, kaki kanan 10 peluru, tangan kanan 9 peluru, serta kaki kiri 6 peluru. Jumlah tersebut diketahui dari hasil rontgen orang utan sebelum akhirnya diautopsi di Kamar Jenazah RS PKT Bontang.
Empat jam berjalan, autopsi pun dihentikan, mengingat banyaknya peluru yang bersarang di tubuh orang utan hingga menetap di tulang belulangnya. Hanya 48 peluru yang berhasil dikeluarkan oleh dokter hewan yang melakukan autopsi tersebut. “Banyak yang tersangkut di tulang, dan cukup sulit mengeluarkannya juga membutuhkan waktu yang lama,” jelas Manager Perlindungan Habitat COP, Ramadhani saat ditemui di RS PKT, Rabu (7/1) kemarin.
Sakit dan penyiksaan yang diderita oleh orang utan Kalimantan atau Pongo Pygmaeus itu tidak hanya karena banyaknya beluru yang bersarang. Namun, hasil autopsi juga menunjukkan kenyataan pahit yakni hilangnya penglihatan akibat peluru di sekitar mata. Lubang sebesar 5 mm di pipi kiri pun juga sangat menyakitkan bagi kera besar dengan tangan panjang itu, gigi taring bagian bawahnya pun ada yang patah.
Luka lain yang membuatnya harus meregang nyawa ialah luka terbuka yang masih baru sebanyak 19 titik. Luka tersebut, diperkirakan akibat benda tajam. Ironisnya, telapak kaki kiri orang utan seberat 30 kilogram itu juga tidak ada, namun merupakan luka lama. Testis kanan Kaluhara 2, terdapat luka sayatan dan bernanah. Luka lebam juga ditemukan di daerah paha kiri, dada kanan, dan tangan kiri yang diperkirakan akibat benda tumpul. “Yang paling membuat kami tak habis pikir, dalam usus besarnya ditemukan 3 biji buah kelapa sawit, serta lambung yang berisi buah nanas. Karena orang utan itu tak pernah makan buah kelapa sawit, kalau memang dia makan, berarti dia kelaparan sekali dan sudah tidak ada makanan baginya di habitatnya,” terang dia.
Ramadhani mengatakan, orang utan itu ditemukan pada Sabtu lalu, namun pihak Taman Nasional Kutai (TNK) baru mengevakuasi pada Senin (5/1) sekira pukul 12.00 Wita. Orang utan tersebut sempat diberi pertolongan pertama oleh COP, tetapi karena kondisinya kritis sehingga ajal pun menjemputnya. “Saat kami beri pertolongan pertama kondisinya sudah kritis dan lemah sekali, dan sudah sangat sekarat, maka kematiannya terjadi diperkirakan akibat adanya infeksi luka yang sudah lama maupun yang baru terjadi,” ungkapnya.
Dikatakan Ramadhani, pihaknya meyakini ada 3 kasus yang menimpa orang utan tersebut. Pasalnya, telapak kaki kiri yang hilang itu merupakan luka lama, sementara untuk peluru juga ada beberapa yang sudah bersarang lama dan ada yang masih baru. Kemudian yang paling segar itu adalah luka yang terbuka.
Tahun lalu, pihaknya coba menghimpun dengan BKSDA, baik itu yang di Sumatera maupun di Kalimantan yakni orang utan dengan kasus senapan angin, dengan kasus ini menjadi kasus yang ke-25. Yang terbanyak tahun 2012 teman-teman di Pangkalan Bun, Kalteng itu mendapati 104 butir peluru. Baru-baru ini terdapat kejadian serupa di Kalteng dengan jumlah peluru 17 butir peluru.
Menurutnya, 130 peluru merupakan sejarah terbanyak dalam konflik orang utan dengan manusia yang pernah terjadi di Indonesia. “Hal ini menunjukkan lemahnya penyelesaian kasus dan kurangnya kesadaran masyarakat, sehingga kasus seperti ini terus terulang,” ujarnya sedikit kecewa.
Kata dia, pada Mei 2016 juga terjadi motif kasus yang sama dengan lokasi yang tidak terlalu jauh. Namun pelakunya hingga saat ini belum terungkap. Oleh sebab itu, Ramadhani menyatakan semestinya kasus ini menjadi hal yang memalukan bagi semua. Mengingat pemerintah sedang berupaya melakukan strategi rencana aksi konservasi orang utan secara nasional.
“Kami akan berkoordinasi dengan kepolisian dan KLHK untuk bekerjasama agar kasus ini bisa terungkap. Pengalaman dua pekan lalu pembunuhan orangutan di Kalahien, Kalimantan Tengah bisa terungkap oleh Polda Kalteng. Sehingga kami meyakini ini hanya persoalan keseriusan dari pihak penegak hukum dalam menyelesaikan kasus” kata Ramadhani.
Jadi, lanjut dia, karena tidak ada barang bukti lain dan hanya 17 peluru itu, di Kalteng kasusnya jalan dan bisa terungkap. Padahal kasusnya sangat rumit sekali. Tetapi, kepolisiannya sangat konsen dengan kasus seperti ini. “Yang pasti kami akan kawal terus agar pelakunya tertangkap. Kalau rencana penguburan untuk barang bukti berupa satwa dilindungi ini kami serahkan ke BKSDA, jadi keputusan mereka mau dikubur atau mau diolah lagi itu merupakan kewenangan BKSDA, kami selalu support,” pungkasnya.(***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: