BONTANG – Warga yang memelihara orang utan di RT 05 Kelurahan Guntung sering mendengar suara orang utan di malam hari. Sehingga kemungkinan keberadaan orang utan di sekitar rumahnya masih bisa di temui di wilayah hutan-hutan. Taman Nasional Kutai (TNK) pun meminta warga aktif berkoordinasi jika melihat orangutan atau satwa liar di permukiman.
Intan Nirmasari mengaku sering mendengar suara orang utan setiap malam. Dia juga menyatakan bahwa suaminya pernah melihat orang utan dewasa di sekitar kebun. Hanya saja pihaknya tidak berani mendekati mengingat orang utan dewasa sudah kuat untuk melawan manusia. “Setiap malam itu ada suaranya, mungkin juga ibunya Gina (nama anak orang utan, Red.) masih ada atau sudah punya anak lagi, karena suami saya pernah lihat ada yang besar tetapi tidak berani mendekat,” jelas Intan di kediamannya, Minggu (11/2) kemarin.
Saat dirinya merawat orang utan yang diberi nama Regina lima tahun lalu, setiap dua tahun orang utan tersebut dia vaksin rabies. Sehingga sifat liarnya hilang dan Gina bisa bersahabat dengan manusia. “Saya selalu vaksin Gina itu, awalnya di paha, lalu kemudian di tangannya juga disuntik,” ujarnya.
Tetapi, kalau bertemu dengan orang utan dewasa, Intan dan suaminya masih takut. Karena jika diketahui membawa kayu saja sudah dianggap mau memburu. “Ada yang besarnya mungkin kaya king kong, tetapi suami saya takut juga mendekat,” kata dia.
Menanggapi hal itu, Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) TNK Dede Kurniawan mengatakan, wilayah Guntung memang termasuk salah satu lokasi patroli pihaknya. Pasalnya, satwa liar itu tidak mengenal kawasan dan batas. Sehingga di mana ada makanan bagi mereka, maka tempat itulah yang akan ditujunya. Hanya saja, menghindari konflik antara manusia dengan satwa liar salah satunya orang utan, maka pihaknya akan menyesuaikan bagaimana cara agar orang utan bisa diselamatkan. “Kalau bisa dihalau, ya kita halau saja agar mereka masuk ke dalam hutan yang lebih dalam,” jelas Dede.
Kata Dede, pihaknya senantiasa melakukan edukasi ke masyarakat agar sadar dan sukarela melaporkan ke petugas jika menemukan orang utan. Salah satunya melakukan koordinasi ke petugas agar tidak menimbulkan korban. Baik itu korban orang utan maupun manusia. “Karena dari konflik manusia dan orang utan bisa timbul korban, jadi harus diantisipasi. Menurut saya, Pak Parman ini punya kesadaran yang cukup tinggi, sehingga dengan sadar dan sukarela menyerahkan orang utan itu untuk direhabilitasi agar orang utan bisa hidup normal di habitatnya sesuai sifat liarnya,” ungkapnya.
Kasi Konservasi Wilayah II Tenggarong, BKSDA Kaltim, Tarsisius Krisdianto mengatakan pihaknya sangat membutuhkan kerjasama dengan masyarakat. Mengingat petugasnya tidak bisa bergerak sendiri sehingga peran masyarakat sangatlah penting. Saat ini, kata dia, banyak konflik orang utan dengan manusia karena rumah atau habitat orang utan makin sedikit. Sehingga mereka mencari makanan di wilayah permukiman dan menimbulkan konflik dengan manusia. “Habitatnya makin kecil, makanannya jadi tidak ada, maka mereka mencari makan, mencarinya ya di kebun-kebun warga atau permukiman,” pungkasnya.(mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: