SAMARINDA – Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golongan Karya (Golkar) Kaltim belum juga melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap Andi Harun di DPRD Kaltim. Karenanya, partai berlambang beringin tersebut diminta untuk proaktif mengumpulkan sejumlah bukti untuk mengganti Andi Harun.
Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Herdiansyah Hamzah menuturkan, proses pergantian Andi Harun di DPRD Kaltim dapat dilakukan dengan beragam cara. Antara lain Golkar dapat mempertanyakan keabsahan pengangkatan Andi Harun sebagai Ketua DPD Gerindra Kaltim.
“Proses ini seharusnya mudah kalau semua pihak tahu diri dan taat hukum. Kalau Andi Harun memperlambat, Golkar bisa bersurat resmi ke Gerindra untuk minta klarifikasi status Andi Harun, sekaligus meminta dokumen SK (surat keputusan),” imbuhnya, Kamis (17/5) kemarin.
Kata dia, Golkar sebagai partai yang membawa Andi Harun melenggang di DPRD Kaltim harus mengambil inisiatif. Pasalnya sesuai perintah pasal 139 ayat 2 huruf i Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, secara otomatis Andi Harun harus diganti dari DPRD karena pindah partai.
“Pemberitaan dari media itu sudah bisa jadi bukti. Tinggal bagaimana memverifikasi kebenarannya. Misalnya audiensi langsung ke Andi Harun atau ke Partai Gerindra. Saya khawatir partai Golkar pasif,” sebutnya.
Langkah lain yang dapat diambil Golkar yakni melaporkan Andi Harun pada Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim. Sebab kepindahan Andi Harun dapat dikategorikan domain etika.
“Yang melapor Andi Harun ke BK bisa siapa saja. Karena peristiwa bersifat umum. Tidak bersifat aduan. Kalau SK tidak punya, tinggal bawa bukti berita di media. Tapi lebih bagus lagi kalau yang melapor orang Partai Golkar. Atau bisa juga pemilik suara terbanyak kedua calon pengganti Andi Harun,” ujarnya.
Idealnya, lanjut Herdiansyah, proses PAW bisa dengan mudah dilakukan. Dengan catatan, Andi Harun menaati hukum yang berlaku. Prosesnya bisa dilakukan dengan menyatakan mundur dari Golkar.
“Mestinya Andi Harun menyatakan mengundurkan diri baik dari Golkar dan DPRD. Itu baru beretika. Dia orang hukum. Harusnya dia tahu konsekuensi hukum anggota DPRD yang pindah partai,” tegasnya.
Lambannya PAW terhadap Andi Harun, kata pria yang biasa disapa Castro itu, dapat memberikan contoh yang buruk bagi masyarakat. Sebab anggota DPRD adalah pejabat publik yang seharusnya mempertontonkan keteladanan di publik.
“Di samping itu, ini juga berimplikasi pada keuangan negara. Dia akan terhitung keluar dari Partai Golkar sejak SK di Gerindra keluar. Kalau masih menerima gaji dan tunjangan, bisa jadi temuan,” ucapnya.
“Dia menerima gaji itu sah saja. Tetap sah sepanjang belum ada surat pemberhentian. Tetapi jika mau dianalogikan, kalau tidak diganti juga sampai 2019, gaji yang diterima itu patut dipertanyakan. Ada niat yang buruk di dalamnya,” lanjutnya.
Hingga kini, baik pimpinan Partai Golkar maupun Andi Harun sendiri, belum memberikan komentar terkait hal itu. Muchtaruddin selaku Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Golkar Kaltim, tidak menjawab ketika media ini menghubunginya. Hal yang sama pula dengan Andi Harun.
Diketahui, Andi Harun dilantik Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto, pada Rabu (11/4) lalu, di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Sebelum pindah partai, di DPRD Kaltim, Andi tercatat sebagai anggota Fraksi Golkar. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: