BONTANG–Pelan-pelan, dinasti politik di Kaltim mulai muncul dan mengakar. Dari hasil Pemilu 2019, tiga daerah di provinsi ini melahirkan ketua DPRD yang memiliki hubungan keluarga dengan kepala daerah.
Di Bontang, kursi ketua DPRD dijabat Andi Faizal Sofyan Hasdam. Sementara jabatan wali kota diemban oleh sang ibu, Neni Moerniaeni. Bahkan, sebelum Neni menjabat wali kota Bontang, dia terlebih dulu menjabat ketua DPRD periode 2009–2014. Pada saat itu, Kota Taman–julukan Bontang–dipimpin Andi Sofyan Hasdam. Suami Neni sekaligus ayah Andi Faizal.
Catatan ini membuat aroma politik kekeluargaan semakin kental di Kota Taman. Namun, Neni membantah jika situasi ini disebut dengan dinasti. Pasalnya, kata dinasti lebih cocok dipakai dalam lingkup kerajaan. Sementara hasil pemilihan legislatif yang mengantarkan putranya menjadi anggota dewan merupakan pilihan rakyat secara langsung.
”Itulah hasil proses demokrasi. Artinya kekuasaan rakyat. Menurut saya adalah hasil dari peta suara yang memilih Andi Faizal Sofyan Hasdam untuk menjadi dewan,” kata Neni kepada Kaltim Post (induk Bontangpost.id). Ia menuturkan, kesuksesan putranya duduk di legislatif merupakan buah kerja keras sendiri. Selama masa kampanye pun, Neni tidak tahu-menahu agenda yang dijalani pria yang akrab disapa Andi Faiz tersebut.
“Dia punya sistem dan cara sendiri. Itu yang saya salut kepadanya. Saya sebagai ketua partai tidak bisa mendampinginya. Tetapi saya percaya kalau dia mampu,” ucap perempuan yang juga menjabat ketua DPD II Golkar Bontang ini. Penunjukan ketua dewan pun bukan ranahnya. Pasalnya, keputusan ini turun dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Tentunya dengan dasar kriteria yang telah ditentukan.
“Bukan diputuskan oleh saya tapi diputuskan oleh DPP,” sebut perempuan yang berpasangan dengan Basri Rase saat Pilkada 2015. Sebelumnya tiga nama disodorkan oleh DPD II Golkar Bontang untuk posisi tersebut. Selain Andi Faiz, dua nama lain yakni Nursalam dan Rustam HS. Keduanya dipastikan tersisih dari perebutan kursi ketua dewan setelah SK DPP turun.
Potensi politik kekeluargaan ini bakal terus berlanjut. Mengingat, Neni diproyeksikan bakal maju lagi pada Pilwali 2020. Neni mengimbau kepada masyarakat Bontang untuk tidak perlu khawatir. Sebab, transparansi anggaran telah dijalankan di Pemkot Bontang. “Masyarakat sekarang bisa melihat APBD secara langsung melalui command center. Eranya sekarang keterbukaan,” tuturnya.
Sementara itu, Andi Faiz menggaransi akan bekerja profesional. Kendati kepala daerah merupakan ibunya sendiri. Menurutnya, fungsi DPRD ialah bisa bersinergi dengan pemerintah. Lagi pula, keputusan di legislatif bersifat kolektif kolegial bukan hanya dari unsur pimpinan dewan. “Ini memang pengalaman pertama saya (ketua DPRD). Fungsi DPRD ialah menjalin hubungan harmonis dengan pemerintah,” kata Andi Faiz.
Disinggung mengenai persepsi publik terkait adanya potensi main mata dalam proses penyusunan anggaran, Andi Faiz menyebut kata kuncinya ialah bermitra harus baik. Antara eksekutif dan legislatif. Dia menilai, jika fungsi DPRD dijalankan dengan baik, tanda keberhasilan kepemimpinan tersebut.
“Jika saya mempunyai hubungan baik dengan pemerintah dalam konteks kerja, artinya saya berhasil dalam kepemimpinan DPRD,” ujar pria 34 tahun itu. Sebelumnya, dia pun tidak menyangka mendapatkan amanah tersebut. “Saya tetap minta masukan dari Haji Salam (Nursalam). Soal bagaimana merangkul anggota dewan yang lebih senior itu biarkan waktu yang berjalan. On the track saja pasti akan ketemu nanti,” sebut alumni Fakultas Hukum Universitas Tridarma Balikpapan tersebut.
Diketahui, Andi Faiz maju melalui daerah pemilihan Bontang Utara pada Pileg 2019. Dia meraup suara tertinggi. Yakni 4.640 suara. Lumbung suara terbanyak diperoleh dari tempat dia berdomisili. Yakni Kelurahan Bontang Baru. Totalnya 1.110 suara. Disusul Kelurahan Lhoktuan 969 suara, Gunung Elai 909 suara, Bontang Kuala 692 suara, Apiapi 590 suara, dan Guntung 380 suara.
Selain di Bontang, aroma dinasti politik juga tersaji di Kabupaten Paser. Hendra Wahyudi didaulat sebagai ketua DPRD Paser periode 2019–2024 dari PKB. Hendra merupakan anak ketiga Yusriansyah Syarkawi, bupati Paser saat ini. Yusriansyah adalah ketua Dewan Syuro DPC PKB Paser.
Sama seperti Neni, Yusriansyah pun membantah ada dinasti politik di Paser. Menurutnya, pemilihan bupati maupun DPRD murni suara rakyat. Lulusan APDN itu mengatakan, sang anak menjabat pimpinan legislatif murni dipilih rakyat dan mandat dari pimpinan PKB provinsi dan pusat. Bahkan sebelumnya, anaknya mengikuti tes seleksi pimpinan bersama tiga anggota DPRD Paser lainnya.
“Tidak ada namanya dinasti politik. Elektabilitas partai maupun kadernya bergantung sumber daya manusia di partai itu sendiri. Masyarakat yang menentukan partai mana yang layak memimpin. Tidak ada peran seorang bupati,” ujar Yusriansyah kemarin (6/10).
Bupati yang akrab dipanggil “Pak Yus” itu mengatakan, hubungannya dengan sang anak yang menduduki pimpinan legislatif tidak akan berpengaruh. Mengingat DPRD tidak hanya satu orang, melainkan 30 kepala dan dari berbagai partai. Termasuk para unsur pimpinan tidak hanya dari PKB.
Terpisah, Hendra Wahyudi menuturkan, kendati akan mengawasi sang ayah di eksekutif hingga 2 tahun ke depan, dia memastikan akan menjalankan fungsinya sebagai legislator. Mengutamakan kepentingan kelembagaan tanpa ada unsur kekeluargaan. “Kami profesional saja selama menjabat di kelembagaan. Di luar tugas saya sebagai wakil rakyat, pastinya hubungan ayah dan anak harus akur dan itu kewajiban saya mengabdi dan menghormati orangtua saya sendiri,” ujar pria kelahiran Balikpapan 1979 ini.
Pada pemilihan legislatif 2019 lalu, Yudi—sapaan Hendra Wahyudi terpilih dari daerah pemilihan (Dapil) III. Yakni Kecamatan Long Ikis dan Long Kali. Lulusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu meraih suara tertinggi di dapilnya dan PKB Paser. Yakni 4.248 suara. Dia bersama lima anggota DPRD Paser lainnya dari Fraksi PKB termasuk sang kakak, dr Fahmi Fadli, mendongkrak suara PKB di Paser yang pada pemilu 2014 hanya meraih dua kursi. Namun, kini menjadi enam kursi dan menduduki unsur pimpinan.
Sebelum duduk di legislatif, Yudi bersama sang istri dikenal sukses sebagai pengusaha travel dan jasa konsultan di Paser. Pada pilkada 2020, dipastikan PKB Paser bisa mengusung calon bupati tanpa harus berkoalisi. Kendati Yusriansyah Syarkawi tidak mungkin lagi maju karena sudah menjabat dua periode bupati pada 1999–2004 dan 2016–2021. Aroma klan Yusriansyah digadang bakal maju kembali melalui sang anak bungsu. Yakni Indra Pardian.
Dari Sangatta, hubungan keluarga juga muncul. Bupati Kutai Timur periode 2016–2021, Ismunandar akan beradu gagasan dengan sang istri yang menjabat ketua DPRD Kutai Timur periode 2019–2024, Encek Unguria Riarinda Firgasih. Sebelumnya, Encek menjabat wakil ketua II DPRD Kutim periode 2014–2019. Pada Pemilu 2019, dia diusung kembali oleh PPP. Dia meraup 2017 suara, bunda PAUD Kutim ini menang di Dapil 4.
Lewat perahu Partai NasDem, Ismunandar bertekad kembali mencalonkan diri sebagai bupati Kutim periode 2020–2025. Meski belum diketahui akan tetap berpasangan dengan wakilnya saat ini, Kasmidi Bulang akan mencari pengganti.
Sementara Encek, memulai kiprah di berbagai organisasi sosial ekonomi. Dia meraih gelar S-2 di Universitas Merdeka Malang, dengan gelar Magister Administrasi Publik.
Saat ditetapkan menjadi ketua DPRD Kutim, Encek mengatakan, sebagai lembaga pengawas dan wakil rakyat, dirinya akan mengontrol setiap kebijakan pemerintah daerah yang tidak prorakyat. “Semoga bisa mengemban amanah yang diberikan masyarakat dengan baik. Membantu pemerintah untuk mewujudkan Kutim Sejahtera,” katanya.
Putri Ismunandar dan Encek, Siti Rizky Amalia Ismunandar juga mengikuti jejak orangtuanya. Perempuan berhijab ini terpilih sebagai anggota DPRD Kaltim dari PPP periode 2019–2024. (*/la/jib/*/ak/riz/k16/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: