BONTANG – Keputusan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Bontang, Dasuki, mendaftar ke penjaringan bakal calon wakil wali kota Bontang di Partai Golkar menuai beragam komentar. Beberapa menyebut bahwa Dasuki harus mundur sebagi PNS karena sudah terhitung masuk dalam politik praktis. Di sisi lain, timnya menyebut bahwa tidak harus mundur sebelum ada penetapan dari KPU.
Sementara pengamat politik dan hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah membenarkan secara norma hukum ASN yang mendaftar penjaringan pilkada di partai politik tidak masuk pelanggaran. Hanya secara etik dilanggarnya.
“Dia (ASN) itu tidak boleh melakukan pendekatan dengan partai politik terkait dengan pencalonan. Kalau dia menawarkan diri sebagai salah satu bakal calon di partai politk itu sudah melanggar etik,” kata pria yang karib disapa Castro ini.
Termasuk jika melakukan sosialisasi terkait pencalonan dirinya. Bentuknya bisa melakukan pemasangan baliho maupun mengadakan sosialisasi penyampaian visi dan misi yang dikemas oleh partai. Kalau msudah melanggar etika berarti dia sudah melanggar prinsip-prinsip netralitas sebagai ASN.
Meskipun dia belum wajib mundur karena belum ditetapkan sebagai bakal calon tetapi itu melanggar secara etik,” terangnya.
Bahkan, Castro menyebut partai politik tersebut berarti tidak tahu terkait dengan etik. Seharusnya parpol paling duluan yang memaparkan peraturan terkait pemilihan umum. “Justru mereka (parpol) yang melanggar prinsip itu,” sindirnya.
Ketentuan terkait etika ASN itu tertera dalam Surat Edaran Menpan-RB bernomor B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018, Pileg 2019, dan Pilpres 2019. Menurutnya, Bawaslu memiiki kewajiban dalam mengawasi netralitas ASN.
“Kalau Bawaslunya progresif pasti sudah diingatkan ASN siapapun itu terkait bertentangan dengan kode etik,” bebernya. (*/ak/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post