BONTANG – Alat sosialisasi pilwali mulai bertebaran di sejumlah titik di tepi jalan Bontang. Termasuk bagi bakal calon yang masih menjabat aparatur sipil negara (ASN). Pengamat politik dan hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan, pemasangan baliho untuk kepentingan sosialisasi masuk bagian pelanggaran etik netralitas.
“Itu jelas bertentangan dengan Pasal 11 huruf c PP 42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS juncto Surat Edaran MenPAN-RB Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 tentang Pelaksanaan Netralitas ASN dalam Pilkada,” kata pria yang akrab disapa Castro ini.
Menurut dia, masyarakat pun telah memahami tujuan pemasangan baliho kendati bakal calon tersebut tidak mencantumkan tujuannya secara eksplisit untuk maju dalam pertarungan pilwali. “Analoginya seekor buaya tidak perlu memasang tulisan buaya di jidatnya untuk dikenal sebagai buaya. Masyarakat sudah memahami tujuan pemasangan baliho untuk sosialisasi pilkada,” ucapnya.
Langkah tegas di pundak Bawaslu. Castro berujar, seharusnya segera melaporkan ASN yang melanggar ke Komisi ASN agar ada penindakan. Selain itu, Bawaslu harus gencar menyosialisasikan kegiatan yang melanggar prinsip netralitas ASN. Termasuk menyebarkan surat edaran ke pimpinan parpol di tingkat daerah. Fungsinya sebagai bentuk pencegahan.
“Banyak surat edaran yang mesti dikeluarkan Bawaslu ke parpol, tapi tidak dilakukan. Misalnya, parpol yang memungut biaya pendaftaran atau melibatkan calon dari ASN untuk sosialisasi,” tutur dia.
Diketahui, ada dua ASN yang muncul di permukaan publik Kota Taman. Yakni, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bontang Dasuki dan dosen salah satu perguruan tinggi di Kaltim, Muliadi. Baliho Dasuki dipasang di simpang tiga Bontang Plaza, simpang tiga jalan tembus, dan simpang empat Loktuan. Sementara alat sosialisasi Muliadi justru lebih banyak. Titik pemasangannya antara lain simpang tiga Berebas, jalan Selat Malaka, simpang empat Loktuan, dan simpang empat HM Ardans.
Dikonfirmasi terpisah, Dasuki menyebut, langkahnya sebagai bentuk memperkenalkan diri. Apalagi itu diperbolehkan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa ASN diperkenankan menggunakan hak politiknya. “Saya akan memperkenalkan diri, tidak boleh kah?” kata Dasuki.
Sehubungan pelanggaran etik ASN, ia tetap bersikukuh dengan hasil keputusan MK. Saat disinggung surat edaran MenPAN-RB, dirinya tetap pada pendirian. “Jika melewati jalan harus ditabrakkan kode etik, netralitas, dan keberpihakan, MK akan mengatakan tidak fair. Ini asas keadilan,” ucapnya.
Awak media Kaltim Post (induk Bontangpost.id) sempat hendak menanyakan lebih lanjut mengenai netralitas. Namun, tim relawannya sudah meminta Dasuki untuk segera meninggalkan ruang penyerahan formulir penjaringan bakal calon wakil wali kota di Sekretariat DPD II Golkar Bontang. Gestur kedipan mata pun ditujukan kepada ketua PGRI Bontang ini oleh tim relawan saat sesi konperensi pers. (*/ak/kri/k16/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: