Kiprah Nurmi Mengajar Siswa SLB
Awalnya hanya iseng mengisi kekosongan pekerjaan. Hingga akhirnya cinta membuat Nurmi bertahan sepenuh hati mendidik anak-anak “istimewa”.
Asrah Arsyad, Sangatta
Menjadi guru di Sekolah Luar Biasa (SLB) Daarussalaam bukanlah sebuah pekerjaan yang Nurmi idamkan. Boleh dikata, dia terjerumus menjadi guru karena dalam kondisi ‘terdesak’. Hampir dua tahun silam, dia memutuskan Hijrah ke Sangatta. Praktis dia harus terpisah dari orang tua dan hidup mandiri. Apalagi dia juga harus mencari biaya kuliah. Perempuan berkerudung ini adalah mahasiswi Sekolah Tinggi Agama Islam Sangatta (STAIS).
“Karena saai itu saya menganggur dan saya lihat ada lowongan, akhirnya buat lamaran dan mencoba. Ternyata saya diterima,” tutur Nurmi.
Yayasan Pembina Muslim Daarussalaam Sangatta sekolah SLB
adalah nama sekolah tempat Nurmi mengajar. SLB itu merupakan salah satu unit sekolah di bawah naungan Yayasan Pembina Muslim Daarussalaam Sangatta (YPMDS) di Jalan Jendral Sudirman, Swarga Bara.
Di awal karirnya, Nurmi sempat kewalahan. Sebab
mengajar siswa SLB jelas berbeda dengan murid pada umumnya. Apalagi Nurmi merasa sulit karena tidak memiliki dasar keilmuan pekerjaan yang ia lakoni. Namun saat mental dan semangatnya sedang jatuh, rekan sesama pengajar selalu hadir memberinya motivasi. Apalagi para guru yang lebih dulu berkecimpung tak pelit berbagi ilmu. Berkat itu jualah Nurmi tetap bertahan dan mengajar sepenuh hati. Meskipun profesinya kini tidak sesuai dengan jurusan keilmuannya, namun dengan kemauan yang besar untuk belajar ia pun semakin memahami dunia anak-anak isitimewa itu.
“Saya sempat frustasi. Apalagi kalau melihat siswa saya yang
tak juga menunjukkan perkembangan. Tapi saat-saat seperti itu, guru-guru yang lain selalu memberi motivasi dan pemahaman bahwa murid saya berbeda,” kata mahasiswi semester V ini.
Nurmi telah melakoni pekerjaannya sekira 1 tahun. Dia menjadi guru bagi 15 orang siswanya. Yakni 4 siswi dan 11 siswa dengan variasi usia 6 tahun-12 tahun. Banyak hal yang dilalui di sana, baik suka maupun duka. Bayangkan saja, hampir setiap siswanya harus ditangani dengan perlakuan berbeda. Tantangan terberat adalah membangun komunikasi dengan siswa. Bahkan acap kali muridnya tak merespon dengan baik arahan darinya. Kondisi itulah yang menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru SLB.
“Banyak pengalaman yang saya dapat,” ujarnya.
Sulitnya membangun komunikasi itu memang kadang membuat Nurmi frustasi dan kesal. Tapi sikap itu tak bisa bertahan lama-lama. Sebab biasanya ada saja tingkah lucu yang diperbuat siswanya. Misalnya, saat suasana kelas sedang hening tiba-tiba saja ada siswa yang memecah kesunyian dengan bernyanyi. Lirik lagu yang dibawakan pun kocak. Sebab, yang disenandungkan adalah lagu daerah yang ditambah dengan lirik karangan siswa sendiri.
“Yang tadinya sedikit kesal, jadi tertawa lagi. Sering seperti itu,” kata Nurmi tersenyum.
Rasa sedih juga kerap menghinggapi hati wanita kelahiran Bone, 22 tahun silam ini. Apabila dia melihat siswa yang tidak tertangani sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu penyebabnya karena guru siswa tersebut tidak memiliki dasar Pendidikan Luar Biasa (PLB). “Ditambah lagi belum semua orang tua memahami karakter dan kemampuan anaknya, sehingga terkadang menuntut anak terlalu besar di luar kemampuan mereka,” tuturnya dengan raut wajah sedih.
Oleh karena itu Ibu Nurmi berharap ada perhatian lebih dari pemerintah terhadap SLB, bukan hanya terhadap siswa namun juga terhadap guru. Dia memandang pemerintah perlu menggelar pelatihan yang berkesinambungan untuk mengembangkan wawasan dan pemahaman guru SLB.
Pada saat wawancara berlangsung di ruang kelas tempat Nurmi mengajar Senin (2/10) lalu, para siswa nampak sibuk dengan aktivitas masing-masing. Silvy, salah seorang siswa Nurmi dengan ramah dan senyum merekah, meraih uluran tangan penulis kemudian menyebutkan namanya. Rupanya dua hari lalu, Silvy baru saja pulang dari Surabaya mewakili Provinsi Kalimantan Timur dalam ajang lomba menggambar yang diikuti SD-LB perwakilan provinsi Se-Indonesia. Walaupun tidak meraih juara namun ini merupakan sebuah prestasi yang membanggakan, untuk ketiga kalinya Silvy mewakili Kaltim ke ajang nasional.
Kepolosan sikap anak-anak “istimewa” itu tergambar nyata pada tatap mata mereka. Kepolosan itu pula yang kian menumbuhkan rasa cinta dalam hati Ibu Nurmi.
“Ada rasa bahagia saat melihat perkembangan anak-anak. Ada kepuasan tersendiri ketika mereka mampu melakukan sesuatu yang sebelumnya mereka tidak bisa lakukan. Saya akan tetap mengajar di SLB. Saya yakin keberadaan saya di sini bukan kebetulan semata, tapi memang Allah menakdirkan saya berada di sini untuk sebuah hikmah yang besar”. Ucap ibu Nurmi dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca sembari menutup perbincangan pagi itu. (hd/pj)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: