SAMARINDA – Pertarungan memperebutkan kursi dewan telah memasuki tahap kampanye. Banyak calon legislatif (caleg) menggunakan media sosial (medsos) untuk menarik simpati pemilih. Namun demikian, masifnya kampanye di dunia maya tidak berarti membuat seluruh calon telah dikenal publik.
Kamis (4/10) kemarin, Metro Samarinda menguji pengetahuan pemilih terkait beragam nama caleg yang bertarung di DPRD Kaltim. Hasilnya, tidak semua masyarakat mengenal caleg.
Asma (35), warga Samarinda yang ditemui media ini, mengungkapkan hanya mengenal dua politisi yang akan menjadi caleg. “Saya kenal Fatimah Asyari dari Partai Golkar (Golongan Karya, Red.) dan Dahri Yasin yang akan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD,” sebutnya.
Jika ditelusuri dari daftar pencalegan, benar bahwa Fatimah Asyari mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kaltim. Namun politisi perempuan yang pernah disebut akan mencalonkan diri sebagai Wakil Wali Kota Samarinda itu bukan dari Partai Golkar. Melainkan ikut dalam daftar caleg Partai Nasional Demokrat (NasDem) di daerah pemilihan (dapil) Samarinda.
Selain itu, Dahri Yasin tercatat sebagai calon anggota DPR RI. Pada pemilu 2014, benar bahwa politisi Golkar itu ikut meramaikan kontestasi memperebutkan kursi di Gedung Karang Paci.
Di pemilu 2019, Dahri naik kelas dalam tangga politik lokal. Dia masuk dalam delapan daftar caleg dari Partai Golkar dapil Kaltim. Anggota Komisi III DPRD Kaltim itu meraih nomor urut enam dalam pencalegan DPR RI.
Berbeda dengan Asma, pemilih lainnya yang disambangi media ini di Samarinda, Zainuddin (37) mengaku tidak mengenal satu pun caleg yang akan berjuang mendapatkan kursi di DPRD Kaltim.
“Wah itu belum ada yang saya kenal. Nanti sebelum pemilihan, kalau sudah ada yang datang ke rumah, baru dikenali calegnya. Kalau sekarang belum ada pertemuan,” tuturnya.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim, Muhammad Syamsul Hadi menyebut, proses sosialisasi dan kampanye sudah dapat dilakukan caleg untuk memperkenalkan diri pada pemilih.
Masa kampanye diawali pada 23 September 2018. Setiap caleg diberikan kebebasan mendekati dan memperkenalkan diri pada masyarakat. Namun dengan syaratnya tidak melanggar aturan kampanye.
Selain diperbolehkan melakukan kampanye di medsos, caleg juga dapat memasang alat peraga kampanye (APK). Bahan sosialisasi tersebut dapat berupa banner, baliho, dan spanduk.
Kata dia, KPU akan memberikan bantuan APK pada seluruh partai politik peserta pemilu 2019. Partai diminta membuat desain yang dapat mengakomodasi seluruh caleg di setiap dapil.
“Silakan nanti partai politik yang mengaturnya. Kami tidak membuat APK untuk setiap caleg, tetapi untuk seluruh partai peserta pemilu,” sebutnya.
Bantuan tersebut sebagai bagian dari sosialisasi untuk seluruh caleg di DPRD Kaltim, DPD, serta calon presiden dan wakil presiden. APK akan didistribusikan di desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi.
“Selain itu, kami akan memaksimalkan media massa untuk menyosialisasikan caleg. Tetapi itu nanti akan dilakukan tahun depan. Sekarang kami upayakan sosialisasi langsung di masyarakat,” bebernya.
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Budiman menjelaskan, upaya memperkenalkan diri pada pemilih akan berlangsung alot. Terlebih banyak caleg pendatang baru yang akan berlaga melawan petahana.
Pertarungan semakin memanas dengan hadirnya para birokrat yang akan meramaikan kontestasi lima tahunan tersebut. Hal itu akan berefek pada masifnya sosialisasi di masyarakat.
“Petahana dan birokrat itu akan saling bersaing ketat. Mereka akan dilihat masyarakat dari segi kinerjanya ketika menjabat di pemerintahan. Ketika mereka memperlihatkan kinerja yang tidak bagus, kemudian sosialisasinya lemah, bisa saja mereka tidak terpilih,” ucapnya.
Kunjungan yang intens ke dapil juga akan berpengaruh pada tingkat pengenalan dan elektabilitas caleg. Terlebih daya pikat publik akan mengerucut pada caleg apabila terbukti dapat meyakinkan pemilih.
Budiman menekankan, para caleg pendatang baru juga dituntut bekerja keras memperkenalkan diri kepada publik. Pasalnya salah satu syarat keterpilihan akan ditentukan oleh pengetahuan pemilih.
“Itupun ada syaratnya, harus pengetahuan yang positif. Kalau pemilih mengetahui hal-hal yang negatif, bisa saja tidak akan dipilih. Intinya harus mampu membentuk ketokohan. Karena kebanyakan yang dipilih itu para tokoh,” imbuhnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post