101 daerah di Indonesia menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, 15 Februari lalu. Rinciannya, tujuh provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten.
Namun, di antara seluruh kenduri demokrasi itu, Pilkada DKI Jakarta begitu disorot. Bahkan, ada pemilih di daerah lain yang menanyakan gambar pasangan yang bertarung di Jakarta bukan hanya lantaran kawasan itu ibu kota, melainkan juga soal siapa peserta dan tokoh-tokoh di belakangnya.
Terlepas dari hasil, ada sosok yang menuai pujian. Dia adalah Agus Harimurti Yudhoyono. Pria 38 tahun itu menjadi satu-satunya peserta termuda. Mantan perwira TNI AD yang “pensiun” dini dengan pangkat mayor itu jadi buah bibir. Bukan hanya soal ketampanannya, melainkan kecerdasan dan keberaniannya.
Sayang, sempat merajai berbagai survei, pria yang karib disapa AHY itu justru tumbang di pencoblosan. Berpasangan dengan Sylviana Murni, bapak satu anak itu berada di posisi buncit dari seluruh lembaga survei. Kabarnya, serangan bertubi-tubi kepada ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi penyebabnya.
Namun terlepas dari hasil, banyak pelajaran yang bisa kita petik dari sosok AHY. Bagi saya, AHY merupakan pria sejati. Dia bisa menerima kekalahan. Bahkan, menjadi orang pertama yang menelepon para pesaingnya, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Syaiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Jiwa ksatria yang ditunjukkan AHY merupakan sebuah pembelajaran politik di negeri ini. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ada calon kepala daerah yang legowo dengan mengakui kekalahan di hadapan publik.
Menariknya, yang “mengajari” politik santun justru anak muda. Sangat wajar jika suatu saat, AHY digadang-gadang menjadi salah seorang pemimpin besar bangsa ini. Tentunya, pengalamannya terjun di pilkada ibu kota memberikan pelajaran dan pengalaman berharga.
Kekalahan tersebut tentu diharapkan membuat AHY menjadi lebih matang dalam berpolitik. Bahkan, banyak yang beranggapan, kiprah AHY di Pilkada DKI Jakarta hanyalah awal dari karier perpolitikannya di Tanah Air. Karier di dunia politik masih panjang.
Jika itu semua dikemas dengan baik, AHY bisa meneruskan kiprah SBY sebagai pemimpin negeri. Apalagi, Partai Demokrat dikabarkan siap memberikan tempat untuk AHY. Bersama adiknya, Edi Baskoro Yudhoyono alias Ibas, AHY benar-benar dibentuk oleh orang tuanya untuk menjadi pemimpin masa depan bangsa.
Kisah perjuangan AHY yang “nekat” terjun di pilkada ibu kota patut dijadikan panutan. Di usianya yang masih muda, AHY harus bertarung dengan tokoh-tokoh negeri ini. Jangankan gentar, AHY justru menunjukkan bahwa seorang anak muda juga punya hak untuk berkarya, mengabdi, dan berbakti demi bangsa serta negara.
Semoga, politisi negeri ini mampu mencontoh AHY. Tidak perlu mencari kambing hitam atas kekalahan. Apalagi sampai menggugat dan membawanya ke jalur hukum. Contohlah AHY, seorang ksatria yang dengan lapang dada mampu mengakui kekalahan. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post