GELIAT musik jazz di Samarinda kembali terdengar lewat Jazz Library. Event garapan Mahakam Jazz River (MJR) itu dilangsungkan di Yen’s Delight Cafe, Minggu (19/2) malam.
Sebelum masuk ke venue, pengunjung disambut jazz corner. Di sana terdapat informasi terkait musisi, sejarah, perkembangan, hingga jadwal event jazz Tanah Air. Acara yang dilaksanakan mulai pukul 20.00 Wita tersebut diisi jam session dan diskusi ringan. Kendati begitu, Jazz Library malah dibuka penampilan band beraliran blues, Erwin and The Hamertone. Diikuti Juanda, band yang beranggotakan siswa SMA. Mereka mengaransemen lagu-lagu pop dengan cita rasa jazz.
Acara dilanjutkan diskusi dengan Rusli Edy, salah seorang pendiri MJR. Pria yang akrab disapa Om Uli itu menerangkan perkembangan musik jazz secara global dan lokal di Samarinda. Secara global, jazz terdiri dari beberapa elemen aliran musik. “Ada klasik, marching band, african folk, dan blues,” tuturnya.
Sebelum jazz menjadi aliran musik, blues duluan tenar pada abad ke-18. Blues didendangkan budak kulit hitam saat sedang berladang. Saat itu, blues bukan aliran musik. “Melainkan tatanan tangga nada dan cengkok,” ucap Om Uli. Pakem itulah yang menjadi dasar musik jazz.
Kerangka musik jazz dipengaruhi aliran musik lain, namun intinya tetap pada blues. “Dalam kemasannya, kemudian dikenal New Orleans music, kemudian disebut jazz,” jelasnya. Hal itu tadi menjawab pertanyaan salah seorang pengunjung yang menyebut kenapa band blues bisa main di event jazz. “Jawabannya, karena blues adalah inti dari jazz,” sebut dia.
Beralih ke perkembangan jazz di Kota Tepian, Om Uli menceritakan, jazz masuk ke Samarinda sekitar tahun 80-an. Saat itu, jazz yang dikenal hanya beraliran fusion. “Saat itu yang dikenal hanya musik dari band fusion, Casiopea,” kenangnya. Apalagi, media masih terbatas saat itu. Yang membuat perkembangan jazz mandek karena kalah dengan musik pop dan rock yang lebih terkenal saat itu.
Lompat ke era sekarang, jazz di Samarinda mulai terdengar geliatnya pada 2008. Saat itu, anak-anak muda mulai tertarik mendalami musik jazz. Ya, karena dedengkot jazz di Samarinda saat itu hanya tahu fusion, mau tidak mau mereka belajar dari fusion jazz.
Namun, lima tahun berikutnya, mereka mulai mengulik ke jazz yang murni atau yang sering disebut mainstream. “Lebih condong ke musik era 50-an,” ungkap Om Uli. Terpisah, panitia Jazz Library, Ayuningtyas Wardani mengatakan, konsep event ini berawal dari pembicaraan lima orang. Salah seorang dari mereka mencetuskan ide tersebut guna kepentingan edukasi. “Ingin menunjukkan musik jazz dari sumbernya,” ucap dia.
Pasalnya, banyak anak muda yang mau mendalami soal jazz tapi salah sumber. “Makanya sumbernya mesti kompeten,” tuturnya. Sebenarnya, kata dia, sudah ada beberapa buku yang membahas soal jazz. Namun, bagi sebagian orang cukup berat.
Selanjutnya, mereka berencana membuat isi buku-buku tadi lebih mudah diserap. “Rencanyanya dengan selebaran,” terangnya. Ditanya perihal rencana selanjutnya, mereka akan menghelat acara serupa tiap bulan. “Tentu dengan tema-tema berbeda, tapi tujuan tetap soal edukasi,” ujar perempuan berkaca mata itu. Jazz Library ditutup penampilan Denis Berhan Trio, dan penampilan dari dedengkot MJR dalam jam session. (er/kpg/gun)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post