Oleh: Dahlan Iskan
Hati saya bergetar. Berita itu sangat mengejutkan: pabrik baterai lithium segera dibangun besar-besaran di Indonesia.
Kebesaran proyek itu bisa dilihat dari besarnya modal. Setinggi gunung Galunggung: 140 triliun rupiah.
Begitulah. Pemerintah sudah mengumumkannya. Tiga hari lalu.
Luar biasa. Modal segitu besar akan masuk Indonesia. Bisa ikut mengatrol pertumbuhan ekonomi. Setidaknya bisa ikut menyelamatkan dari ancaman kemerosotan.
Luar biasa: sudah akan dimulai. Akhir bulan Agustus ini. Bukan baru rencana. Bukan wacana. Bukan baru tahap omong-omong.
Jadwal dimulainya pembangunan pun sudah begitu di depan mata.
Lokasi pabriknya juga sudah ditentukan. Amat heroik. Di Indonesia timur. Di pulau Halmahera pula. Di Maluku.
Melihat begitu besar investasinya saya pun berkesimpulan: itulah angpao yang sangat tebal untuk HUT kemerdekaan kita. Angpao dari Tiongkok. Investor pabrik itu memang Tiongkok.
Menko Maritim mengatakan: sudah menerima investor dari Tiongkok itu. Tiga hari lalu. Yang menegaskan komitmen itu.
Menko pun menilai pembangunan pabrik tersebut sangat penting. Katanya: kita akan membangun mobil listrik.
Alhamdulillah.
Meski begitu saya tidak akan membatalkan kunjungan saya ke LIPI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dalam waktu dekat. Sebelum saya berangkat ke Amerika.
Saya sudah menjanjikan itu: melihat prototype baterai lithium made in Indonesia. Yang patennya sedang diperjuangkan. Oleh Dr Ir Bambang Prigandoko. Peneliti senior LIPI.
Bulan lalu saya sudah ke LIPI. Melihat persiapan kelahiran baterai lithium made in Indonesia.
Saya sangat bangga saat itu. Saya berharap banyak dari penemuan itu. Tidak mengira kalau sebulan kemudian akan membaca berita besar di atas.
Sudah dua tahun lebih saya selalu diskusi dengan Dr Bambang. Membicarakan bagaimana memproduksi baterai lithium made in Indonesia. Orang-orang LIPI ternyata sudah lebih dulu melangkah. Hanya saja kita semua tahu: lembaga penelitian bukanlah perusahaan. Biayanya, prosedurnya, birokrasinya ikut pemerintah.
Dulu saya mengira Indonesia tidak mungkin bisa memproduksi baterai lithium. Kalau pun bisa, bahan bakunya harus impor dari Tiongkok.
Ternyata saya salah. LIPI sudah lama melakukan penelitian. Menemukan semua bahan baku itu. Dari Indonesia sendiri. Seratus persen.
Itulah penuturan Dr Bambang pada saya.
Sumber lithiumnya pun sudah ditemukan. Air dari laut Jawa. Yang kandungan lithiumnya tertinggi dibanding dari air laut lainnya.
Katoda-anodanya pun bikinan LIPI sendiri. Dengan bahan-bahan yang ditemukan Dr Bambang. Saat saya ke LIPI bulan lalu katoda-anoda itu sudah jadi. Dr Bambang menyebutkan pertengahan Agustus ini finalnya: baterai lithium made in LIPI itu lahir.
Produk pertama itu akan dicobakan di sepeda motor. Yang dibuat oleh para santri SMK Pesantren Sabilil Muttaqin desa Takeran, Magetan. Pesantren keluarga saya. Sepeda motor itu diberi merk Take-Run.
Itulah sepeda motor yang bisa jalan berkat jasa UNS Solo. Yang juga sudah mampu membuat baterai lithium. Hanya semua bahannya masih impor. Saya senang bisa mencoba produk UNS itu untuk Take-Run.
Saya juga berterima kasih pada Dr Agus Purwanto. Dosen UNS yang mendalami ilmunya di Jepang. Yang mendapat bantuan mesin pembuat lithium dari Dikti. Yang membuat Take-Run bisa jalan.
Saya berterima kasih juga pada kandidat doktor dari UNS: Fengky. Pengantin baru (saat itu) yang mondar-mandir Solo-Magetan. Kadang harus sambil tengok ibunya di Wonogiri. Berhari-hari beliau ikut menyiapkan lahirnya Take-Run.
Ketika teman-teman LIPI minta Take-Run dicoba juga dengan baterai hasil penelitiannya saya cepat kirim WA ke Takeran: kirimkan Take-Run ke LIPI.
Sudah sebulan Take-Run menanti di LIPI. Untuk dicoba minggu ini. Atau minggu depan.
Saya akhirnya tahu hasil penelitian ini mungkin akan senasib dengan hasil penelitian lainnya. Mungkin akan dianggap lambat. Tidak ekonomis. Atau kalah mutu.
Tapi begitulah roda kehidupan. Ada yang kalah. Ada yang menang.
Saya juga ingat alumni ITS itu: Kristian. Yang baru bikin pabrik baterai lithium di Jogja. Itulah pabrik lithium pertama di Indonesia. Yang skalanya masih kecil itu.
Mungkin juga alumni ITS tadi akan menjadi orang kalah. Tapi harus tetap move on. Harus ingat ideologi film kartun.
Wahai ikan-ikan kecil. Yang sekarang masih belajar berenang di kolam kecil. Berenanglah sampai bisa. Di situlah tempatmu. Mimpilah suatu saat bisa berenang di kolam besar.(dahlan iskan)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: