Entah apa yang merasuki MD. Perempuan di Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda, Kalimantan Timur itu tega menganiaya darah dagingnya sendiri yang masih berusia 3 tahun, hingga mengalami patah tulang.
Penganiayaan itu rupanya dipicu perasaan benci, lantaran si balita memiliki wajah dan perilaku yang mirip dengan mantan suami pelaku. Peristiwa ini terungkap dari ibu angkat MD berinisial IA.
Awalnya IA seperti mendapat firasat bahwa ada hal buruk yang menimpa anak asuhnya tersebut. Apalagi IA sudah sebulan terakhir tidak pernah bertemu anak asuhnya itu.
Atas dorongan firasat itu, IA dan suami memutuskan berkunjung kerumah MD. IA mengatakan, setiap menggendong bocah malang itu, selalu saja ada bekas luka di tubuh si bocah.
Bahkan kondisi berat badannya kerap menurun, seperti tak diberi makan. IA pun menaruh curiga pada MD. Tetapi karena belum memiliki bukti, IA tidak bisa melakukan apa-apa.
“Kami tidak melihat langsung. Jadi, kami cuma bisa diam. Cuma rasa curiga saya sangat besar sekali. Masa luka besar karena cakaran kucing. Kan, tidak masuk akal,” ungkap IA dikutip dari Samarinda Pos (Jawa Pos Group), Minggu (24/11).
Dirinya pun kaget ketika melihat kondisi anak angkatnya tersebut di rumah. MD menolak ajakan IA si balita dibawa ke rumah sakit. Tetapi IA tak habis akal.
IA lalu mengancam jika MD tidak dibawa ke rumah sakit, maka dia akan melaporkan kejadian ini kepada polisi. MD pun luluh. Dia memperbolehkan IA membawa anaknya.
“Korban kami bawa atas pengetahuan Pak RT setempat. Ditandatangai pula kalau kami boleh membawa korban untuk dirawat,” terang IA.
“Nah, setelah dirawat tiga hari barulah ketahuan kalau kaki MD patah di bagian paha. Karena itu dia tidak bisa berdiri,” ungkapnya.
Sambil MD dirawat, rupanya hal ini sudah dilaporkan kepada Tindak Pidana Kekerasan (Tipiker), Sebuah lembaga swadaya masyarakat yang menangani anak-anak dan perempuan korban kekerasan. Dari situlah persoalan ini masuk ke jajaran Reskrim Polsekta Samarinda Ulu. Polisi juga telah mendatangi MD 13 November lalu.
Pemilik Yayasan Rumah Aman, Sri Utari mengatakan bahwa yang bersangkutan atau pelaku sudah bertemu. Bahkan mengakui perbuatannya. Saat ditanya, MD memang menyiksa anaknya, sampa kaki anaknya patah.
“Dia juga mengalami stres berat sejak kehamilan anak ini. Sebelumnya dia (MD, Red) dicerai suaminya. Ditinggal saat hamil. Jadi, dia bawa pikiran itu sampai melahirkan. Dia bilang anaknya itu mirip bapaknya. Makanya dia sering benci dan menyiksa anaknya,” tuturnya.
Sri pun menerangkan bahwa psikolog sudah memeriksa pelaku dan menyatakan bahwa MD stres berat. Bahkan jika hal ini tidak ditangani akan berakibat pada gangguan kejiwaan.
Malahan bisa jadi pelaku juga membunuh Namun pelaku juga mengaku bahwa ada itikad baiknya untuk sembuh dan berobat. “Jadi, saya juga sudah berkonsultasi dengan psikologi dan kepolisian bagaimana menangani kasus ini. Apalagi dia punya anak bayi. Hanya saja dengan anak bayi itu dia tidak bermasalah . Hanya sama MD ini saja dia sering aniaya,” terangnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kaltim, Aji Suwignyo mengatakan bahwa pihaknya akan betul-betul menangani kasus ini sampai tuntas. Bahkan dirinya juga sudah meminta ahli tulang dan ahli anak, serta psikolog untuk turun menangani kasus ini.
“Kami dampingi terus sampai di mana nanti perkembangannya. Bahkan akan kami dampingi sampai nanti anak ini kembali kepada keluarganya. Selanjutnya juga akan dipantau setiap tiga bulan sekali, bagaimana perkembangan si anak dan siapa nanti yang akan merawatnya,” katanya.
Kanit Reskrim Polsekta Samarinda Ulu, Ipda Muhammad Ridwan membenarkan adanya kasus ini. Namun pihaknya juga masih menyimpulkan beberapa keterangan yang didapat di lokasi maupun dari para saksi.
“Kalau orang depresi begitu tidak bisa melalui penyelidikan. Kalau ada yang mau melaporkan hal ini kepada kami, kami persilakan. Karena tidak mungkin siapa yang mau melaporkan, karena ibu itu sedang depresi. Dan hal itu asalnya berasal dari psikolog,” ujarnya.
Pihaknya pun masih belum mengakui keterangan dari pelaku, karena masih berubah-ubah. “Suaminya (mantan, Red) kami mintai keterangan sama pengasuh anaknya. Tindakan KDRT itu tidak ada yang melihat. Dari empat orang yang kami interogasi belum kami lakukan pemeriksaan. Keempatnya tidak ada yang mengetahui kejadian aslinya,” terangnya.
“Jadi, kami menunggu laporan dari pihak rumah sakit. Kemudian kami mempersilahkan melapor dan bisa menghadirkan saksi-saksi yang ada,” pungkasnya. (jpc)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: