bontangpost.id – Seluruh tahapan penerimaan peserta didik baru (PPDB) telah rampung di Bontang. Baik itu dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Beberapa kuota memang ada yang belum terpenuhi. Jika SD di dua sekolah Bontang Barat. Meliputi SD 001 dan 002. Sementara untuk jenjang kejuaran menyasar SMK 2.
Sekelumit masalah pun terjadi. Mulai dari perubahan nilai akumulasi rata-rata rapor kurun lima semester untuk 10 mata pelajaran yang menjadi acuan seleksi orangtua. Hingga belum adanya kerjasama dengan penyedia aplikasi di hari pertama pelaksanaan PPDB.
Namun budaya titipan di PPDB belum luntur. Awak Kaltim Post (Induk Bontang Post) pun mendapatkan sejumlah bukti terkait ini. Salah satu kepala sekolah menyebut sempat ditelepon oleh kepala daerah sebelum pelaksanaan PPDB. Kepala daerah tersebut meminta jatah kursi PPDB sebanyak empat.
“Itu rutin tiap mau PPDB,” kata kepala sekolah yang enggan disebutkan namanya.
“Saya bilang tidak ada untuk jalur demikian,” ucapnya.
Tak hanya eksekutif, permintaan kuota ini juga disuarakan oleh legislator. Saat pelaksanaan PPDB, ada pertemuan DPRD dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud). Hasilnya wakil rakyat itu meminta jatah satu kursi untuk tiap rombel yang dibuka.
“Benar ini ada arahan melalui pesan. Tetapi kami juga tidak tahu apakah artinya jatah ini untuk seluruh dewan atau masing-masing,” tutur kepala sekolah yang berbeda.
Kondisi ini membuat kepala sekolah bingung. Mengingat tidak ada jalur yang dibuka spesial bagi kategori tersebut. Bahkan jika mau, ia menyebut jalur khusus ini dimasukkan saja dalam juknis. Dengan kuota yang telah ditetapkan. Sehingga nantinya mereka bersaing.
Sebab jika seperti ini sekolah yang dipusingkan. Dampak dari resiko antara menolak dan menerima sangat besar. Kalau jalur khusus tersebut menurutnya masuk juknis maka pihak sekolah bukan menjadi sasaran tembak masyarakat.
“Ada juga dari unsur forkopimda. Mereka bahkan buat list. List itu sesuai nama dan dibubuhi mengetahui pimpinannya,” terangnya.
Awak Kaltim Post (Induk Bontang Post) pun mengamati indikasi titipan itu berada di jalur perpindahan tugas orangtua. Pasalnya ditemukan ada pendaftar yang sebelumnya bersekolah di Bontang. Tetapi masuk dalam jalur tersebut.
Wali Kota Bontang Basri Rase mengaku tidak mengetahui terkait dengan kondisi ini. Tetapi dipandangnya kondisi itu wajar. “Namanya pejabat seperti itulah,” singkatnya.
Sebelumnya, Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Orin Gusta Andini mengatakan adanya kejanggalan ini diduga ada ketidakpatuhan terhadap aturan PPDB. “Jika masyarakat menemukan kecurangan dalam tahapan PPDB bisa melaporkannya ke ombudsman,” kata Orin.
Jika mengacu penelusuran lebih lanjut memang ada oknum yang terlibat. Tetapi oknum harus dilihat perbuatannya. Apakah konteksnya memalsukan data, menerima suap, atau gratifikasi untuk hal yang menguntungkan orang lain sesuai permintaan.
Menurutnya bila melmalsukan data maka bersangkutan bisa kena Pasal 263 KUHP. Ancaman pidananya yakni penjara paling lama enam tahun. Sementara bila ada unsur penyuapan atau gratifikasi maka menabrak regulasi UU Tipikor. Utamanya pasal 5 dan 12b.
“Di surat edaran dari KPK terkait pelaksanaan PPDB di sekolah,” ucapnya.
Isinya menegaskan bahwa suap dan gratifikasi selama PPDB akan diberikan sanksi sesuai UU yang berlaku. Terkait kondisi yang diduga bukal kali pertama kejadian seperti ini maka pemerintah wajib melaksanakan evaluasi terkait PPDB. “Itu tugas pemerintah untuk tinjau ulang apakah metode PPDB yang awalnya tujuannya baik, tercapai atau tidak, tutur dia.
Evaluasi juga mencakup apakah sudah merata tiap sekolah sekolah sehubungan sarana dan pra sarana yang memadai. Pun demikian dengan kualitas pendidikan yang diberikan.
“Mengapa masih ada label sekolah tertentu yang “favorit” akhirnya membuat masyarakat terpusat berlomba-lomba masuk ke sekolah. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post