Demam berdarah dengue (DBD) semakin mewabah di Ponorogo. Berganti tahun tak membuat nyamuk Aedes aegypti berhenti menebar ancaman. Tetap menjadi pembunuh nomor satu di Bumi Reyog. Tahun baru berjalan setengah bulan, tiga nyawa sudah terenggut. Pun, angka penderitanya hingga pertengahan bulan ini meningkat 75 persen dibandingkan bulan pemungkas tahun lalu. Haruskah pasrah dan menanti korban berikutnya berjatuhan?
NUR WACHID, Ponorogo
MENINGGALNYA seorang hafizah di Nglewan, Sambit, Ponorogo, pukul 23.30 Kamis (10/1) menyisakan duka mendalam. Apalagi, Atina Ayyatal Chusna, 8, sedang dirawat di rumah sakit juga karena DBD saat ibunya berpulang untuk selama-lamanya. Duka itu tentu membuat warga Ponorogo resah. Apalagi, dua nyawa warga lain juga terenggut DBD awal tahun ini.
Seperti yang dirasakan Darsono. Dia tak bisa tidur nyenyak lantaran harus menunggui Ardin Purba, anaknya yang sedang dirawat di RSUD Dr Harjono Ponorogo. Awalnya, Ardin demam sejak Minggu malam (6/1). ‘’Setelah itu saya periksakan ke dokter dekat rumah,’’ kata Darsono.
Setelah mendapatkan perawatan, kondisi Ardin tidak berangsur membaik. Bahkan, suhu badannya mencapai 30 derajat. Semakin khawatir, Darsono mengantarkan anaknya ke rumah sakit, tepatnya Selasa malam (8/1). Hingga kini Ardin masih tergeletak lemas. ‘’Semoga cepat sembuh,’’ harapnya.
Kondisi serupa juga dirasakan hampir seluruh pasien yang saat ini tengah dirawat di rumah sakit berpelat merah itu. Jumlah pasien yang terjangkit DBD dari waktu ke waktu terus meningkat. Oktober 2018, DBD mencapai 24 kasus. Sebulan berikutnya meningkat menjadi 30 kasus dan genap 53 kasus pada Desember. Berganti tahun, jumlahnya semakin meningkat hingga tembus 85 kasus. Meningkat 75 persen dari bulan sebelumnya. Penambahan jumah pasien DBD diperkirakan masih terus berlangsung hingga akhir bulan. ‘’Pasien terus berdatangan hingga membeludak,’’ kata dr Siti Nurfaidah, kabid Pelayanan Medik RSUD dr Hardjono Ponorogo.
Dari 387 ruang, lanjut Siti, empat ruang khusus merawat pasien DBD tidak cukup. Mulai Ruang Mawar, Dahlia, Tulip, dan Delima untuk pasien anak. Ini membuat beberapa pasien harus antre di UGD sembari menunggu ruang kosong. ‘’Pasien didominasi dari Sambit. Puskesmas Wringinanom dan Siman juga overload,’’ terangnya. (mg7/c1/fin/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: