bontangpost.id – Komisi III DPRD Bontang melakukan kunjungan lapangan di sekitar areal pabrik PT Graha Power Kaltim (GPK), Selasa (5/10/2021) pagi. Hasilnya masih sama dengan kunjungan lalu, legislator kembali mengisap jempol. Sebab tak bisa menemui manajemen inti perusahaan itu guna memperjuangkan tuntunan warga.
Ketua Komisi III Amir Tosina mengatakan, kunjungan ini dilakukan sebab pihaknya ingin meminta pertanggungjawaban perusahaan terhadap dampak lingkungan yang dialami warga. Utamanya mereka yang bermukim di RT 15 Lok Tunggul.
Berdasar aduan diterima dewan, PT GPK diduga melakukan pencemaran udara. Debu batu bara perusahaan terbang hingga ke rumah warga. Selain berpotensi merusak kesehatan, ini juga menggangu mobilitas warga.
“Warga mengadu ke kami (DPRD). Kami diminta tegas terhadap perusahaan ini,” ujar Amir Tosina usai sidak, Selasa (5/10/2021) siang.
Dari hasil amatan pihaknya, debu batu bara meransek ke rumah-rumah warga. Bahkan yang berjarak sekitar 300 meter dari perusahaan. Dewan juga mendapat aduan, makanan warga yang di taruh di lantai barang beberapa menit, langsung dipenuhi debu kehitaman. Ini diduga berasal dari tempat penyimpanan batu bara perusahaan, yang posisinya ‘bersanding’ dengan rumah warga RT 15.
“Ini tidak bisa dipungkiri. Ini nyata,” tegasnya.
Komisi III rencananya meminta pertanggungjawaban perusahaan terkait aduan warga. Namun dalam kunjungan pagi tadi, dewan hanya menemui Manajer Humas PT GPK Agus.
Amir Bilang, warga bisa menoleransi debu batu bara yang diberikan perusahaan. Dengan catatan, ada kompensasi diberikan. Misalnya, menjamin sembako warga di RT 15 yang jumlahnya mencapai 70 KK. Atau memberikan mereka kesempatan bekerja di pabrik.
“Mau kerja di darat susah, banyak debu. Mau jadi nelayan juga susah. Mereka kalau mau cari ikan jauh, harus ke tengah laut,” bebernya.
Politikus Gerindra itu sangat menyayangkan sikap perusahaan yang seolah menganggap enteng keluhan dan kunjungan dewan. Sudah 3 kali disambangi, namun manajemen inti perusahaan tak pernah turun. Selalu Manajer Humas, yang tak bisa memberikan keputusan.
“Selalu Manajer Humas. Minimal top manajemen lah yang turun. Ini tidak pernah,” kesalnya.
Amir lantas mengancam, legislator dapat mengadukan persoalan ini ke pusat. Izin operasional perusahaan bisa dicabut. Bagi Amir, pencabutan izin bukan jadi soal sebab perusahaan tak berkontribusi bagi daerah, tapi justru mengabaikan aturan di daerah.
“Jangan kami sidak tapi tidak ada hasil. Apabila perusahaan tidak bertanggungjawab terhadap persoalan ini, maka kami atas usulan konstituen tidak segan-segan menutup perusahaan ini,” tandasnya.
Dalam sidak itu turut hadir perwakilan Dinas Lingkungan Hidup Bontang. Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas dan Penegakan Hukum Lingkungan, Anwar Sadat, mengatakan jika dirinya beberapa kali menerima laporan warga Lok Tunggul yang mengeluhkan polusi dan kebisingan perusahaan.
Pada Januari 2021 lalu misalnya, tim DLH melakukan pengambilan sampling menggunakan alat tangkap kebisingan dan debu. Pengambilan sampling itu dilakukan 24 jam yang jaraknya tidak jauh dari pengoperasian PT GPK.
“Jika ada laporan maka kami turun ke lapangan, bahkan untuk kebisingan dan debu pun tidak melampaui baku mutu,” kata Anwar Sadat.
Tidak hanya itu, DLH pun menyarankan agar PT GPK menambah tanaman yang bisa menyerap debu. Serta menyiapkan beberapa sarana penunjang seperti penyemprot air di sekitar areal batu bara.
“Harus menambah tanaman pohon, untuk menggantikan beberapa pohon bambu yang telah ditanam dan mati,” terangnya.
Sementara Manajer Humas PT GPK Agus mengatakan dirinya tak bisa langsung ambil sikap terkait tuntunan Komisi III. Pasalnya ia tak punya kewenangan. Ia mesti melaporkannya ke atasan.
“Yang pasti seluruh aktivitas kami selalu diawasi DLH. Laporan rutin juga selalu diberikan. Dan hasilnya selalu di bawah ambang batas,” katanya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post