MUI Sesalkan BPOM Tidak Intens Lakukan Razia
TARAKAN – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi menarik produk mi instan asal Korea yang positif mengandung babi. Hal ini disayangkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tarakan. Sebab, sudah seharusnya BPOM melakukan sidak secara berkala, tidak hanya saat momen mendekati hari raya saja.TARAKAN – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi menarik produk mi instan asal Korea yang positif mengandung babi. Hal ini disayangkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tarakan. Sebab, sudah seharusnya BPOM melakukan sidak secara berkala, tidak hanya saat momen mendekati hari raya saja.
Wakil Ketua MUI Tarakan, Syamsi Sarman mengatakan MUI dalam hal ini hanya mengeluarkan fatwa dan sertifikasi saja. Karena MUI bukanlah lembaga teknis di lapangan dan tidak mengeksekusi jika terdapat produk-produk makanan atau obat yang di luar syariat Islam.
“Semuakan punya tupoksinya masing-masing. Mestinya BPOM harus mempunyai jadwal razia secara berkala. Jangan hanya musim-musiman, mau lebaran baru dirazia. Memangnya kalau tidak lebaran tidak ada barang haram?,” kata Syamsi.
Menurut Syamsi, razia itu sangat penting dilakukan secara berkala untuk mengurangi kecurangan. BPOM sebagai lembaga teknis harus melakukan razia secara intens dan berkala untuk dikontrol, apalagi makanan impor yang tidak ada label halalnya. Ini lah yang menjadi dilemanya sebab, MUI tidak memiliki kewenagan untuk melakukan razia.
“Kami hanya datang jika dimintai untuk sertifikasi, sehingga kami baru bisa cek kandungan dari makanan itu. Kalaupun ada laporan, MUI hanya bisa mengeluarkan fatwa dan yang menindak bukanlah majelis ulama,” tuturnya.
Mi instan asal Korea yang positif mengandung babi namun sudah dikonsumsi oleh umat muslim, maka itu hukumnya selama tidak mengetahui tentu tidak berdosa. Hanya saja, seseorang bisa berdoa sebab tidak karena ketidak hati-hatiannya.
Masyarakat harusnya sudah tahu, produk yang tidak ada label halalnya dan juga barang impor dari negara yang non Muslim. Harusnya bisa diwaspadai, sebagai seorang muslim perlu untuk berhati-hari apalagi makanan ini bukanlah makanan pokok. Jika termasuk makanan pokok sekalipun dan tidak ada makanan selain itu, maka harumpun boleh menjadi halal.
“Produk itukan hanya makanan tambahan atau selingan, kenapa harus memakan makanan yang beresiko. Kalaupun berdosa, itu karena ketidakhati-hatiannya,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, Tajuddin mengatakan, memang mi asal Korea yakni mi merk Samyang itu terdapat dibeberapa supermarket di Tarakan, tetapi itu bukan produk yang dilarang oleh BPOM.
“Tidak ada kategori produk yang dilarang itu, kami sudah pantau. Walaupun namanya sama, tetapi produknya berbeda,” Katanya.
Yang dijual di Tarakan telah terdaftar di BPOM dan juga berbeda produk dari yang dilarang sehingga pihaknya tidak melakukan penarikan terhadap mi instan produksi Korea yang dijual di Tarakan. “Berbeda, jadi kami tidak tarik,” pungkasnya.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengambil langkah tegas terkait keberadaan mi instan mengandung DNA babi. Selain mencabut izin edar PT Koin Bumi, BPOM juga menarik produk dari pasar. ”Sebelumnya sudah pernah bermasalah dengan importer yang berbeda Januari lalu. Karena itu, produk ini ditarik dan dibekukan dulu impornya,” tegas dia kemarin.
Dia menyebutkan, masyarakat juga harus lebih waspada. Meskipun sudah ada izin edar dari BPOM, ternyata komitmen tersebut ada yang dilanggar. Di samping itu, lanjut dia, bakal ada pengetatan dalam registrasi. ”Ada aspek penindakan yang bisa memberikan efek lebih jera,” ungkap dia. Pelibatan polisi sangat dimungkinkan bila terindikasi unsur pidana.
Import Manager PT Koin Bumi Kamsul Idris mengaku agak kesal dengan penarikan empat jenis mi instan yang diduga mengandung DNA babi. Dia mengungkapkan, perusahaannya sudah menindaklanjuti temuan BPOM dengan menglarifikasi empat produk itu. Yakni Samyang Mi Instan U-Dong, Samyang Mi Instan Rasa Kimchi, Nongshim Mi Instan/Shim Ramyun Black, dan Ottogi Mi Instan (Yeul Ramen).
“Khusus Samyang, itu Januari 2017 kami sudah selesai kontrak impornya. Jadi tidak ada kontrak impor lagi. Kalau ada penemuan produk di luar berarti sisa pengedaran,” ujar Kamsul kemarin (19/6). Mereka juga sudah memberi tahu para pelanggan bahwa produk tersebut ditarik.
Sedangkan untuk Nongshim, Kamsul menuturkan memang telah menerima pemberitahuan dari BPOM bahwa hasil uji lab produk tersebut positif mengandung DNA babi. Namun, mereka pun mengadakan uji tandingan di laboratorium PT Saraswanti Indo Genetech, Bogor, dan hasilnya negatif mengandung DNA babi. Pengujian dengan nomor SIG.LHP.VI.2017.32633 itu dilakukan pada 26 Mei hingga 6 Juni lalu.
”Laboratorium Saraswati itu sudah diakui BPOM dan produk (Nongshim Shim Ramyun Black ) tersebut negatif. Sedangkan Samyang kami tidak lakukan tes karena sudah berhenti kontrak,” ujar dia. Itulah yang membuat dia kaget karena BPOM dianggap tiba-tiba saja merilis data tersebut.
Kamsul menuturkan, mereka siap beradu data dengan BPOM. Mereka juga meminta BPOM menunjukan batch number atau tanggal dan kode produksi, sehingga PT Koin Bumi bisa menguji sample yang sama. Sedangkan untuk produk Ottogi, dia mengakui belum ada pemberitahuan sama sekali dari BPOM. Dia berencana ke BPOM untuk menglarifikasi lebih jelas terkait keberadaan produk tersebut.
Kamsul berharap ada perbaikan dalam proses pengajuan izin edar untuk makanan luar negeri. Salah satunya dengan mengajukan hasil tes DNA sebagai salah satu persyaratan. ”Sekarang ini tidak ada aturan untuk tes wajib DNA. Kalau ada aturan seperti itu kan enak. Kita aman dia juga aman,” ujar dia. (*/yus/nri)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post