Diserbu Warga Luar Daerah, Penduduk Miskin Samarinda Melonjak 

SAMARINDA – Jumlah penduduk miskin di Kota Samarinda dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hal tersebut ditengarai tingginya angka jumlah perpindahan penduduk dari luar daerah dan angka kelahiran di ke Kota Tepian.

Muhammad Mundzir, Ketua Bidang Penanganan Fakir Miskin Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinsos) Samarinda, mengungkapkan, angka jumlah penduduk miskin di Samarinda pada tahun 2011 mencapai 89.876 jiwa.

“Tahun 2017, angka kemiskinan bertambah sebanyak delapan persen atau 7.238 jiwa. Sementara di tahun 2018 ini, jumlahnya mencapai 97.114 jiwa,” beber Mundzir ditemui media ini di ruang kerjanya, Selasa (9/1) lalu.

Dia menerangkan, ada 73 indikator kemiskinan. Salah satu parameternya adalah penduduk yang belum mampu memenuhi sandang (pakaian), pangan, dan papan (rumah). Sedangkan pembagian kelompok masyarakat menurut tingkat kesejahteraan terbagi menjadi lima. Antara lain prasejahtera, sejahtera satu, sejahtera dua, sejahtera tiga, dan sejahtera tiga plus.

“Yang masuk golongan miskin itu kelompok prasejahtera dan sejahtera satu karena alasan ekonomi. Seseorang yang hanya mampu memenuhi sandang dan pangan, sedangkan rumah yang dibangun belum mampu menampung semua anggota keluarga, maka itu masuk kelompok prasejahtera,” jelas dia.

Sudah banyak program yang dijalankan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan. Antara lain bantuan beras subsidi yang dijalankan di setiap kecamatan. Beras yang disediakan harganya Rp 1.500 setiap kilogram (kg). Bantuan beras penduduk miskin sudah cukup lama.

Sedangkan anggaran untuk program tersebut berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN). “Setiap warga miskin mendapat beras 10 kg. Berdasarkan perhitungan pemerintah, beras itu cukup untuk dimakan satu bulan,” jelasnya.

Dari aspek kesehatan dan pendidikan, pemerintah telah menyediakan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan BPJS Kesehatan. “Sedangkan warga yang belum mampu membiayai pendidikannya, pemerintah menyediakan Kartu Indonesia Pintar (KIP),” katanya.

Diakui, salah satu permasalahan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan adalah bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran. Sebabnya, karena data yang dimiliki pemerintah tidak valid. Akibatnya, masih ada warga miskin belum mendapatkan bantuan.

Untuk menyelesaikan masalah validitas data ini, pemerintah melakukan verifikasi data setiap enam bulan sekali. “Saya yakin, jika bantuan seperti KIS dan KIP tepat sasaran, penduduk miskin akan berkurang,” tegasnya.

Program unggulan terbaru yang akan diluncurkan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di Kota Tepian adalah pembentukan kelompok usaha bersama. Setiap kelompok akan diberikan bantuan. Jumlahnya sekitar Rp 30 juta setiap kelompok.

Modal tersebut digunakan untuk pembentukan warung, pembayaran listrik, dan pembelian barang-barang yang akan dijual. Setiap bulannya, penduduk miskin mendapatkan bantuan Rp 110 ribu. Uang tersebut akan ditransfer pemerintah melalui kartu elektronik. Bantuan hanya boleh digunakan untuk membeli kebutuhan pokok di e-warung.

“Pemegang kartu elektronik tidak boleh membeli beras di tempat lain. Harus beli di e-warung. Karena kartu yang diberikan hanya bisa digunakan di e-warung,” paparnya.

Pada tahun 2018, pemerintah menargetkan program e-warung dan kartu elektronik sudah terlaksana di sepuluh kecamatan. “Kami berharap program e-warung ini dapat menurunkan angka kemiskinan,” harap Mundzir. (*/um)