bontangpost.id – Dua paket pekerjaan dari Bankeu Pemprov Kaltim yang gagal lelang mendapat sorotan tajam legislator. Ketua DPRD Andi Faisal Sofyan Hasdam menilai ini merupakan masalah klasik. Padahal menurutnya APBD periode berikutnya itu diketuk di tiap jelang akhir tahun. Tetapi proses pelelangan itu baru digeber di pertengahan tahun.
“Tujuan pembahasan itu cepat supaya perencanaannya sudah mulai di awal tahun dan langsung masuk proses lelang. Saat bulan Juni, Juli, maupun Agustus dan gagal lelang selalu alasan tidak terkejar waktunya,” keluhnya.
Politikus Partai Golkar ini menerangkan Pemkot tidak memiliki dana besar untuk membangun sejumlah infrastruktur. Berkaitan dengan keterbatasan kondisi kas daerah. Tetapi ketika ada anggaran bantuan dari Pemprov Kaltim justru tidak terserap maksimal. Ia pun menyayangkan kondisi ini.
“Ada dana Rp 23 miliar untuk penanggunalan banjir sesuai dengan semangat bersama untuk menyelesaikan masalah ini. Namun dari awal tahun ini tidak diapa-apain,” ucapnya.
Ia pun memandang aneh. Sebab, kedua paket pengerjaan ini sudah ada perencanaannya sebelumnya. Sehingga tidak membutuhkan waktu untuk mengerjakan mekanisme kajian teknis perencanaan. Secara regulasi, pelelangan paket pekerjaan itu bisa dilakukan di awal tahun. Bahkan beberapa daerah pun telah menerapkan skema tersebut.
“Ini tinggal kemauan. Secara regulasi diperbolehkan kok. Selalu alasan kurang personel dan belum disesuaikan perencanaan,” tutur dia.
Sementara Wakil Ketua DPRD Bontang Agus Haris menilai panitia tender proyek infrastruktur yang didanai bankeu kurang sigap menjalankan tugasnya. Pasalnya anggaran Rp 33,4 miliar yang sedianya digunakan untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur di Kota Taman menguap begitu saja. Akibat alotnya proses tender.
Politikus Gerindra ini menegaskan, panitia lelang mestinya lebih selektif dalam menentukan pemenang tender. Tentu ini mesti dimulai dengan kejelian dan ketelitian menyeleksi para peserta tender. Akibat mengabaikan aspek kehati-hatian tersebut, pemenang tender yang diumumkan panitia justru terus-terusan disanggah. Ini membuat proses tender jadi berlarut, dan berujung pada kegagalan tender. Duit Rp 33,4 miliar dari Pemrov Kaltim lantas menguap begitu saja.
“Saya anggap panitia lelang tidak beres dalam melakukan tugasnya, sehingga menimbulkan persoalan tersendiri,” tegas Agus Haris.
Ia mengatakan, tujuan dari lelang tersebut sejatinya untuk pembangunan demi kemaslahatan warga Bontang. Terlebih dua pekerjaan tersebut untuk mengatasi persoalan. Mengenai pembuatan saluran drainase, memuluskan akses warga, dan penguraian masalah banjir di Bontang.
“Kalau begini masyarakat yang dirugikan. Imbas lainnya, kepercayaan dari Pemprov Kaltim untuk Bontang bisa hilang,” tegasnya.
Ia menilai, selain kelompok kerja (pokja) sebagai panitia lelang, peserta lelang pun ikut bertanggung jawab akibat kegagalan ini. Mestinya mereka bisa menahan ego. Antar peserta seharusnya bisa saling menjalin komunikasi yang baik. Dia mencontohkan, antar peserta lelang dapat membangun kesepakatan melakukan pengerjaan proyek itu secara kolektif.
“Tahun depan belum tentu Bontang bisa dapat lagi,” sesalnya.
Sebabnya ia mendorong agar Komisi III melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait. Ini untuk mencari tahu duduk perkara gagalnya dua tender senilai Rp 33,4 miliar itu. “Saya mendorong Komisi terkait untuk mencari tahu apa penyebab utamanya hal ini terjadi,” tandasnya. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post