PENGEMBANGAN pendidikan di Kaltim selama kepemimpinan Awang Faroek masih meninggalkan beragam catatan. Salah satunya belum meratanya pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Tak heran, masih terdapat sekolah yang belum memiliki gedung permanen untuk menjalankan proses belajar.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Abdurrahman Alhasni mengatakan, pengadaan jumlah sarana dan prasarana tidak berbanding lurus dengan perkembangan pelajar. Terlebih semenjak munculnya sistem zonasi dari pemerintah pusat, kebijakan tersebut telah memperburuk ketimpangan antara pelajar, sarana, dan prasaran.
“Daya tampung setiap zona itu tidak sama. Contohnya di SMA/SMK, ada puluhan ribu pelajar di wilayah tertentu, tetapi dengan adanya sistem zonasi, itu membatasi penyebaran pelajar. Itu mencelakakan kita semua,” katanya, Kamis (27/9) kemarin.
Hal itu tidak terlepas dari perencanaan yang tidak terukur dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Pemberian izin pendirian sekolah belum sepenuhnya disesuikan dengan infrastruktur pendidikan.
“Pembentukan SMA/SMK di kabupaten atau kota itu kan belum ditunjang dengan sarana dan prasana. Akhirnya ada yang menumpang di gedung sekolah lain. Dibagi jam belajar, pagi dan sore. Contoh nyata itu kasus SMAN 16 di Samarinda. Itu persoalannya karena sarana dan prasarana,” sebutnya.
Selain itu, dia mencatat, selama Awang Faroek memimpin Kaltim, masalah guru honorer masih meninggalkan segudang problem. Pengadaan guru tidak ditunjang dengan alokasi anggaran yang memandai dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim.
“Harusnya jumlah guru honorer yang direkrut itu disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Dihitung berapa dana yang dibutuhkan dengan jumlah guru yang ada. Jangan hanya merekrut guru. Tetapi dana tidak disediakan,” ucapnya.
Kemudian, pengembangan kompetensi guru juga masih menjadi pekerjaan rumah. Padahal peningkatan kemampuan guru dapat dilakukan dengan beragam cara. Antara lain, pelatihan dan pendidikan berkelanjutan baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Semua itu bisa terlaksana. Asal pemerintah menyiapkan perangkatnya. Dana harus disiapkan. Direncanakan sejak dini. Kegiatan dan pengambangan itu harus diimbangi dengan alokasi anggaran yang memadai,” katanya.
Karena itu, dia mendesak anggaran 20 persen untuk pendidikan dimaksimalkan. Apabila anggaran itu telah dialokasikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka penggajian guru, pengembangan kompetensi, dan pembangunan sarana serta prasarana dapat dilakukan.
“Kemauan dan kerja sama antara pemprov dan pemerintah kabupaten/kota juga tidak kalah penting. Jangan sampai jalan masing-masing. Relasi antara provinsi dan kabupaten/kota harus bagus. Itu kuncinya ke depan,” imbuhnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: