bontangpost.id – Erick Thohir resmi menyerahkan berkas pencalonan sebagai Ketua Umum PSSI untuk Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang akan digelar pada 16 Februari mendatang.
Erick Thohir jadi orang kedua yang telah resmi mendaftarkan diri sebagai calon ketua umum PSSI. Sebelumnya Ketua DPD La Nyalla Mattalitti sudah lebih dulu menyerahkan berkas pencalonan ketua umum PSSI pada Jumat (13/1).
Erick pernah menjadi ketua umum PP Perbasi pada 2006-2010. Ia juga sempat menjabat sebagai ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI) pada 2015-2019. Dalam kepemimpinannya, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018.
Sejumlah masalah persepakbolaan Indonesia pun menjadi tantangan yang harus dibenahi Ketua Umum PSSI periode 2023-2027.
Hingga pendaftaran bakal calon ketua umum, wakil ketua umum, dan anggota komite eksekutif PSSI ditutup pada Senin (16/1) pukul 18.00 terdapat lima orang yang bakal bersaing mengisi jabatan PSSI 1.
Lima orang tersebut adalah La Nyalla Mahmud Mattalitti, Erick Thohir, Arif Putra Wicaksono, Doni Setiabudi dan Fary Djami Francis.
Kelima orang itu memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Di antara lima nama tersebut hanya La Nyalla yang pernah menjadi Ketua Umum PSSI, yakni pada 2015-2016.
Erick yang kini menjadi Menteri BUMN pernah menjadi pemilik klub Major League Soccer, DC United, Erick juga pernah menjabat sebagai orang nomor satu di klub sepak bola Inter Milan. Kini Erick masih tercatat sebagai pengelola Persis Solo.
Arif pun dekat dengan lapangan hijau. Sebagai promotor sepak bola, Arif pernah mendatangkan klub-klub besar seperti Chelsea, Juventus, hingga Timnas Belanda ke Indonesia. Arif sempat pula menjadi calon Ketua Umum PSSI pada 2019.
Sedangkan Doni merupakan CEO Bandung Premier League yang merupakan kompetisi sepak bola amatir dengan nuansa profesional.
Sementara Fary adalah politikus yang pernah menjadi ketua departemen Sport Intelligent PSSI dan sempat menjadi calon Ketua Umum PSSI pada 2019.
Pengalaman calon-calon ini akan dihadapkan pada sejumlah tantangan yang sejauh ini masih jadi pekerjaan rumah besar bagi PSSI itu sendiri.
Pembinaan
Filanesia, filosofi sepak bola Indonesia yang dimiliki PSSI mematok pembinaan usia dini sepak bola Indonesia dimulai dari 6 tahun.
Akan tetapi, sejauh ini asosiasi provinsi dan asosiasi kota/kabupaten yang merupakan kepanjangan tangan dari PSSI di setiap daerah masih abai dengan pembinaan.
Jika tidak bisa disebut ‘seluruh’ asprov dan askot/askab tersebut abai dengan tugasnya dalam pembinaan, sebagian besar asprov dan askot/askab itu tak menggelar pembinaan usia muda.
Kompetisi
Banyak pihak sepakat, tim nasional yang baik akan lahir dari kompetisi yang baik. Liga 1 sebagai yang paling elite di Liga Indonesia masih butuh pembenahan.
Liga 1 yang kembali bergulir usai Tragedi Kanjuruhan jadi cerminan kebutuhan akan perubahan dalam kompetisi sepak bola Indonesia. Setelah kembali digelar pada Desember, Liga 1 2022/2023 masih memiliki kontroversi, terutama soal keputusan offside.
Jangan dulu berharap pemain, pelatih, atau tim harus legawa menerima keputusan wasit, jika wasit dan perangkatnya sendiri tidak bisa meningkatkan kualitas dalam membuat keputusan.
Kompetisi juga patut sejalan dengan agenda Timnas Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, persiapan dan pelaksanaan turnamen oleh Timnas Indonesia kerap bentrok dengan agenda klub.
Hasilnya pelatih Timnas Indonesia tidak mendapatkan pemain yang diinginkan karena dilarang pelatih klub. Pihak klub khawatir timnya mengalami penurunan performa jika pemain-pemain andalan ‘diambil’ tim nasional.
Banyak Kepentingan
Faktor lain yang layak menjadi sorotan bagi untuk PSSI periode baru ini adalah kepentingan di dalam kepengurusan itu sendiri.
Sejauh ini anggota komite eksekutif (Exco) PSSI merupakan orang-orang klub. Karena itu juga dalam memberikan keputusan bisa berat sebelah lantaran harus melindungi kepentingan klubnya.
Untuk masalah ini memang bukan sepenuhnya kewenangan ketua PSSI. Pasalnya nama-nama Exco PSSI akan masuk bersamaan dengan pemilihan ketua umum.
Akan tetapi dalam perjalanannya ketua PSSI bisa mendorong anggota-anggota Exco ini guna mengesampingkan kepentingan klub dalam bekerja.
Jika PSSI bisa menerapkan aturan atau statuta dengan semestinya, atmosfer sepak bola akan baik juga. Persoalan selama ini peraturan itu terkadang berbeda dan cenderung berat sebelah.
Hasilnya persepakbolaan Indonesia banyak berkutat dengan masalah-masalah tersebut ketimbang membuat kemajuan. (cnn)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: